the soundtracks of my life tantie eusebia

The Soundtracks of My Life

Beberapa lagu favorit kita ternyata tidak tepat untuk situasi tertentu. Soundtracks yang tepatlah yang kita perlukan. Sampai di sini, bisa terima? Kalau belum, tidak ada apa-apa. Halaaah.


Oleh: Eusebia |

Every moment has a song. Saya setuju dengan hal ini, karena rasanya banyak momen dalam hidup saya yang sesuai dengan lagu-lagu tertentu. Jadi, saat saya mendengar sebuah lagu, biasanya saya teringat akan memori yang paling berkesan saat saya mendengar lagu itu.

Banyak memori dan perasaan yang dapat dibangkitkan kembali hanya dengan ingatan akan satu lagu. Memori dan perasaan ini menciptakan kebahagiaan tersendiri bagi saya. Bahkan, saya menamai beberapa folder lagu di komputer dan daftar putar saya di sebuah platform musik daring sesuai dengan suasana lagu-lagu yang ada di dalamnya. Misalnya ‘Broken Heart’ atau ‘Future Looks Good’ (bisa tebak maksudnya to… hehehe).

Yup! Semua itu demi kemudahan menemukan lagu-lagu yang tepat untuk menemani saya di saat-saat tertentu. Music is a reflection of what I go through and what my feelings sound like.

Momen dalam hidup kita semua tak terhitung jumlahnya, namun pasti selalu ada yang menggembirakan, menyedihkan, membuat gamang, membuat galau, atau kombinasi berbagai perasaan lainnya.

Baca juga: Jatuh Cinta, Patah Hati, dan Move On Bersama The Carpenters

Berikut ini adalah pengalaman saya:

Playlist 1: Money Money Money The Soundtracks of My Life.

Salah satu masa yang paling ditunggu dalam bulan adalah tanggal gajian. Mari akui, melihat jumlah saldo bertambah di akun rekening sungguh menyenangkan hati, bukan? Saat melihat pesan dari sebuah bank tempat saya memiliki rekening, hati saya pun berbunga-bunga, dan yang terlintas dalam benak saya adalah tembang dari Gwen Stefani yang judulnya Rich Girl. Saya membayangkan diri saya berbaring di atas tumpukan uang sambil mendendangkan lagu ini.

BACA JUGA
Soal Pengarang NTT dari Perspektif Sejarah dan Sosiologi Sastra

Dengan adanya modal tersebut, saya berani berselancar di aplikasi e-commerce via gawai saya yang seperti sedang menyanyikan potongan lagu My Hump-nya Black Eyed Peas: spending all your money on me and spending time on me…. Hih… Dasar e-commerce “racun duniaaa… karena ia butakan semuaaaaa…

Lain halnya apabila saya sedang mengalami defisit anggaran—meminjam istilah canggih agar terlihat cerdas—alias kere. Lagu yang terngiang-ngiang adalah Rainy Days and Mondays dari The Carpenters.

Well, sebenarnya ini adalah lagu patah hati, tapi bagi saya, lagu ini adalah musik latar yang pas saat melihat jumlah saldo tabungan yang terjun bebas karena ada istilah Rainy Days-nya. Rainy Days sendiri adalah istilah kiasan untuk masa-masa sulit dalam keuangan. Ditambah dalam lagu tersebut terdapat kalimat nothing to do but frown. Pas kan?

Kalo lagi kere biasanya orang suka cemberut. Apakah Anda mengalami hal yang sama? Saya sih begitu. Maaf ya, Karen dan Richard Carpenter. Bukannya saya tidak menghargai kesedihan yang mendalam di setiap kata dalam lagu (yang menyayat hati) ini, tapi sungguh, saat saya memandang informasi mutasi rekening yang tertera di aplikasi mobile banking di ponsel saya, atau saat saya memeriksa dompet dan hanya menemukan beberapa lembar uang dua ribu rupiah, yang saya senandungkan (dalam hati) adalah lagu kalian yang satu ini.

Playlist 2: Girl Power The Soundtracks of My Life.

Apakah gaes-gaes-ku di sini pernah mengalami rasanya tidak dianggap? Entah seperti direndahkan atau dianggap tidak mampu melakukan sesuatu yang sebenarnya sangat kita kuasai? Saya pernah. Saya marah. Tetapi tak berani mengungkapkannya. Jadilah saya melampiaskannya dengan mengunci kamar, bergoyang sendiri sambil turut menyanyikan lagu yang rilis pada awal tahun 2000 dari Madison Avenue yang judulnya Don’t Call Me Baby.

BACA JUGA
5 Lagu Manggarai Terbaik yang Bercerita Jujur tentang Manggarai

Ingin rasanya saya menyanyikan lagu itu dengan suara lantang di hadapan orang yang meng-underestimate saya dengan potongan lirik lagunya: behind my smile is my IQ, I must admit this does not sit with the likes of you…but didn’t mama ever tell you not to play with fire. Nah! Kena tampar kau! Tak perlu aksi fisik, pakai lagu pun jadi!

Pun ada beberapa lagu (sebenarnya banyak) yang menjadi anggota dalam playlist “Girl Power” saya. Saya sebutkan beberapa ya….

Unwritten dari Natasha Bedingfield, Roar dari Katy Perry, Extraordinary dari Mandy Moore. Tiga lagu tersebut adalah contoh untuk musik latar saat saya membutuhkan asupan energi untuk memaknai kekuatan seorang wanita. Girls-girls-ku yang tangguh, cobalah dengarkan tiga lagu itu.

Baca juga:Naskah Drama Musikal “Ombeng” Babak 1

Playlist 3: Broken Heart The Soundtracks of My Life.

Tak lengkap rasanya kalau saya tidak menyebutkan lagu-lagu yang bertema patah hati. Let me tell you… it’s gonna be a long list. Jadi saya rangkum saja (berdasarkan pengalaman pribadi).

Entah kenapa, saat saya merasa sedih—karena patah hati, saya selalu mengingat lagu dari Eric Clapton yang judulnya Blue Eyes Blue. Si Eric ini makan apa sih saat bikin lagu ini? Melancholy at its highest form! Kena banget di hati yang sedang hancur-hancurnya loh Om Eric. Memang banyak lagu lain yang mengiris, membelah, merobek hati, tapi potongan lirik lagu ini selalu berputar di kepala saya pada momen patah hati. Hiks.

(Lagu yang bertema kebahagiaan saya lewati. Terlalu banyak. Saya tak ingin para pembaca yang budiman bosan membacanya. Apabila ada waktu, bolehlah nanti kita berbincang tentang ini sambil menengok daftar putar lagu yang membuat saya seperti yang Brian Adams katakan: up on cloud number nine. Iya, saking gembiranya.)

BACA JUGA
Mengandung (di Luar) Sastra

Playlist 4: I Wish I CouldThe Soundtracks of My Life.

Ada juga lagu yang membuat saya bermimpi dan berniat untuk memiliki atau membuat benda tertentu. Saat saya masih berada di bangku kuliah, saya membeli DVD konser Carole King yang berjudul Welcome To My Living Room.

Ada satu lagu yang bahkan sampai sekarang masih terus saya dengar. Judulnya Upon The Roof. Lagu ini membuat saya berniat jika suatu hari nanti sudah memiliki rumah sendiri, saya akan membuat sebuah teras di lantai paling atas rumah yang bisa menjadi pelarian saya setelah seharian lelah beraktivitas sembari menyaksikan pertunjukan gratis, yaitu mengamati langit malam yang bertabur bintang. Menikmati me time tanpa diganggu oleh hiruk-pikuk yang ada di bawah sana. Super sekali!

Baca juga: Bagaimana Ivan Nestorman Melihat “World Music”

Pada akhir cuap-cuap saya ini, saya ingin menyampaikan rasa terima kasih yang besar pada Musik. Tanpanya hidup saya sungguh hampa. Andaikan si Musik ini adalah seorang manusia, saya akan mencari dan mencium tangannya sebagai wujud rasa terima kasih saya, diiringi lagu You Decorated My Life dan Thank You for the Music.

Masih banyak lagi sebenarnya yang ingin saya tulis. Tetapi mungkin lain kali. Saya mau mendengarkan Overjoyed dari Stevie Wonder dulu. Mari….

Nekang, 15 Agustus 2019, tanggal pertama saya mulai mengetik tulisan sebelum mendapat ‘sentuhan kembali’ pada 25 Januari 2021. The Soundtracks of My Life.

Eusebia – Ranting Kayu

Bagikan ke:

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *