Di Manggarai ada Kancilan Flores. Dikenal dengan nama Ngkiong. Kali ini seorang pengamat dan pencinta burung yang aktif di Flores Bird Watching membagi catatan tentang makhluk cantik ini.
Ngkiong, Kancilan Flores, Pachycephala Nudigula Nudigula
Oleh: Yovie Jehabut |
Orang Manggarai belum pernah dengar nama burung Ngkiong? Ter-la-lu (dieja dengan gaya Bang Haji Rhoma). Orang Manggarai yang sudah mengaku sering dengar nama Ngkiong tetapi tidak pernah melihat wujudnya? Itu juga terlalu, tapi tidak pake lebay.
Namanya disebut berulang-ulang dalam lagu-lagu daerah Manggarai, dalam kisah-kisah (dongeng) orang Manggarai, dan dalam syair dan sajak (go’et) Manggarai. Kali ini saya coba ‘menterkenalkan’ Ngkiong ke pembaca Ranalino.co—semoga nanti bisa mengurangi jumlah orang Manggarai yang ter-la-lu!
Ngkiong bisa jadi adalah nama burung paling populer di Manggarai (meski belum ada riset resmi). Ada dua nama dalam bahasa Indonesia. Pertama, Samyong, sama dengan kelompok pencinta burung. Ya, Samyong juga adalah nama bagi kicau-mania, yakni orang-orang yang mengaku pencinta burung, yang saking cintanya sampai ditangkap, dikurung dalam sangkar, dibawa ke kota-kota di Jawa, menghias beranda rumah dan diikutkan pada lomba-lomba kicau burung. Huufft! Nama berikutnya adalah Kancilan Flores. Ini adalah nama resmi yang dipakai di dunia ilmu pengetahuan dan dipakai oleh pencinta burung di alam liar.
Jadi, karena kita bukan orang-orang yang tukang kurung dan pamer burung, mulai sekarang kita pakai nama baku Kancilan Flores sebagai bahasa Indonesia dari Ngkiong.
Bahasa Latinnya adalah Pachycephala Nudigula. Kadang ‘nudigula’ ditulis dua kali dalam publikasi hasil pengamatan, sebagai penanda jika itu Ngkiong yang ditemukan di Flores sebagai habitat aslinya. Untuk yang ditemukan di Sumba dan Bima hanya ditulis biasa alias nudigula-nya sekali saja.
Baca juga: Birdwatching, Pengamatan Burung; Pekerjaan Macam Apa Itu?
Nama Kancilan Flores, sudah jelas menunjukan bahwa Ngkiong adalah burung endemik (khas) dari Flores. Pulau Flores adalah habitat aslinya. Kenapa bisa ditemukan di Taman Nasional Matalawa, Sumba dan di Sumbawa? Itu rumit penjelasannya. Harus mulai dari sejarah penyebaran burung di kawasan Wallacea dan Lesser Sunda. Mau bikin lebih rumit lagi? Kita harus mulai dari apa itu kawasan Wallacea dan apa itu Lesser Sunda. Oh… no! Bisa-bisa Ranalino.co langsung down karena tulisannya kepanjangan.
Tapi untuk memudahkan saya melanjutkan tulisan ini, saya jelaskan saja bahwa di dunia biodiversitas atau dunia keanekaragaman hayati, ada yang disebut biogeografi. Jadi kalau kita bicara tentang kekayaan flora dan fauna dengan orang yang mengerti tentang barang itu, jangan sesekali menggunakan pembagian wilayah administratif seperti NTT, NTB, Jeneponto, dan lain-lain.
Kita yang di Flores termasuk dalam kelompok Lesser Sunda yang sebelah baratnya dibatasi oleh garis Wallace di selat Bali dan di sebelah timurnya garis Weber yakni di sebelah timur pulau Timor. Garis ini ditetapkan oleh Alfred Russel Wallace, lelaki yang selama 8 tahun (1854 – 1862) berada di Indonesia untuk melakukan penelitian tentang kekayaan flora dan fauna di Negara kita ini.
Abang Wallace ini adalah temannya Om Charles Darwin. Tahu Om Charles kan? Kalau tidak tahu, ter-la-lu. Belio adalah sang pemilik teori evolusi yang paten hingga hari ini. Nah, untuk hal ini saja kita yang ada di Flores harus bangga, bahwa keanekaragaman hayati di Flores tercinta ini turut memberi kontribusi dalam tercapainya teori evolusi yang diakui seluruh dunia hingga saat ini. Baru tau to?
Sudah cukup bahas mereka om Wallace dorang. Kita kembali ke Ngkiong kita. Bahasa Inggrisnya Bare-throated Whistler. Jadi kalau ada Nana dan Enu Bule yang datang ke Ruteng, kasitau ya; kami ada burung khas, namanya itu tadi. Siapa tahu Enu atau Nana Bule dorang memutuskan minta diajak ke hutan Golo Lusang, Ranamese atau Ranaka berdua pake motor matic, dingin-dingin. Sambil tunggu Ngkiong, cekreekk…berdua, unggah dengan caption “berdua saja hari ini”, kurang romantic apa lagi? #eh
Sejak tahun 2014 sampai hari ini, saya telah melakukan pengamatan kelas amatir di beberapa titik penyebaran burung Ngkiong secara khusus di kawasan hutan TWA Ruteng. Sampai saat ini saya hanya menemukan burung Ngkiong ini di hutan kita yang di Golo Lusang dan sekitarnya, Ranaka, Ranamese, Banggarangga, dan kawasan hutan sekitar Wae Rebo.
Tempat lain di Flores adalah di Taman Nasional Kelimutu dan di hutan antara kampong Belaragi dan Bajawa. Tetapi jumlah terbesarnya ada di beberapa titik di TWA Ruteng seperti yang saya sebutkan tadi.
Ngkiong, Intel Hutan yang Tak Suka Pamer
Ngkiong atau Kancilan Flores ini disebut sebagai burung 1001 kicauan, karena kemampuannya menirukan suara-suara yang ada di sekitarnya. Bisa jadi dia ini plagiator di hutan rimba. Tetapi meski pandai meniru, dia tetap menyelipkan kicauan khasnya yang membuat dia tetap bisa diidentifikasi.
Dari segi ukuran, Ngkiong termasuk dalam kelas burung berukuran sedang dengan panjang + 20 cm dan diameter tubuh + 8 – 15 cm. Antara jantan dan betina terdapat perbedaan dari segi bentuk tubuh. Yang jantan lebih langsing sedangkan yang betina lebih tambun. Tolong jangan pakai gemuk apalagi gembrot karena itu sungguh ter-la-lu dan mohon jangan tersinggung jika ada kemiripan dengan kecenderungan ukuran tubuh pada manusia, meskipun kita juga masuk dalam Regnum hewan, kan? *smile.
Sebagaimana burung-burung lainnya, Ngkiong jantan adalah yang paling cerewet. Sekali lagi jangan pernah membandingkan hal ‘cerewet’ ini dengan manusia. Please, Dude. Jangan! Jadi, jika kita ke hutan atau lewat di Golo Lusang, Banggarangga, ke Kelimutu, Ranaka atau ke Ranamese dan mendengar kicauan Ngkiong, ketahuilah itu adalah burung jantan.
Ngkiong adalah jenis burung yang tidak suka pamer kemesraan di depan umum. Mereka tidak pergi berdua dengan pasangannya. Jadi kalau cek Facebook dan Instagram-nya, tidak ada foto selfie di sana dengan caption “lelaki terhebatku” *lol.
Nah, kenapa dalam beberapa penuturan dan lagu “Ngkiong” diibaratkan sebagai pembawa pesan tentang alam, sesuatu yang sendu dan menyayat rasa, seakan kicauannya berisi lagu-lagu permohonan agar kita menjaga alam?
Orang-orang Manggarai dahulu kala sudah begitu hebatnya membuat kesimpulan dari perilaku burung-burung di alam. Ngkiong adalah penanda bagi burung-burung yang lain bahwa kondisi lingkungan di sekitar sedang aman. Bagi yang gemar mengamati burung di hutan, berbahagialah jika mendengar suara Ngkiong, karena burung-burung lain akan berkeliaran di sana. Ngkiong adalah pasukan pengintai (intel) bagi burung-burung di hutan.
Lalu bagaimana kondisi dan populasi burung Ngkiong di Flores, khususnya di Manggarai sebagai rumah dan tanah airnya? Perlu diketahui bahwa Ngkiong menjadi salah satu burung kicauan yang paling dicari untuk ditangkap dan dibawa ke luar Flores. Burung jantan dihargai paling murah Rp. 400.000 per ekor. Kondisi ini membuat perburuan burung menjadi begitu masif di habitat aslinya di Manggarai. Hasilnya, sejak pertama kali saya mengamati Ngkiong di sekitar Ruteng tahun 2014 hingga pekan kemarin, terjadi penurunan jumlah yang sangat drastis.
Selain penangkapan, aktivitas penebangan kayu dalam hutan lindung serta perburuan hewan menggunakan senapan dan mengerahkan anjing pemburu, membuat Ngkiong dan burung-burung lainnya terdesak. Kondisi demikian sangat memberi tekanan serius, sehingga burung- burung ini kesulitan berkembang-biak. Untuk kawin, burung-burung butuh rasa aman dan nyaman. Sama to? Yang jomblo barangkali tidak tahu soal ini. Ini soal orang dewasa #eh.
Sepanjang apa pun tulisan tentang Ngkiong, rasanya tidak akan cukup untuk menggambarkan kekayaan alam kita yang luar biasa ini. Hal terpenting kita sudah mengenalnya meski dari tulisan dan foto. Silahkan juga cek video-nya di bagian akhir tulisan ini untuk memastikan ciri fisik dan kicauannya.
Sebelum habis dimangsa para pemburu, alangkah baiknya juga kita sesekali ke hutan untuk melihatnya langsung. Saya siap antar. Asal bawa snack dan minuman rasa jeruk. Saya sukanya B*ng-Bng dan Pul*py Orange. *smile. Ajak anak-anak, agar mereka tidak habis dengan mendengar lagu dan dongeng.
Bai de wei, bagaimana kalau Ngkiong jadi ikon Manggarai? Bisa to? (*)
—
Yovie Jehabut adalah pencinta burung. Tinggal di Ruteng dan sesekali pulang ke Mbeling. Sering menemani wisatawan yang ingin melakukan bird watching, Yovie sehari-hari sibu-ribuk di Flores Excotic Tour dan Flores Cycling. Tulisan lainnya tentang Manggarai dan wisata dapat dijumpai di berbagai media dan blog pribadinya Jagarimba.id. Ini adalah tulisan pertamanya di Ranalino.co (di-publish pertama kali tanggal 5 Maret 2018).
—
Foto dari Jagarimba.id.
Wah… Terima kasih banyak sudah mampir, Kae!
Di Kelimutu sy dengar bunyinya bebar benar ngkiong ngkiong orxatbkesst mendekati itu. Keresahan sy ttg ngkion sy curahkan dlm lagu ngkiong le poco itu.