surat keberatan atas surat keberatan hendra eiger

Surat Keberatan Atas Surat Keberatan Hendra Eiger

Sebab ini adalah surat keberatan atas surat keberatan Hendra Eiger maka baik juga rasanya kalau kita tahu siapa si Hendra Eiger itu. Hendra Eiger adalah seseorang bernama Hendra yang bekerja di Eiger.


12 Februari 2021

Sampai sekarang, tiap ketemu orang yang salah satu bawaannya adalah produk Eiger, saya selalu bilang (dalam hati), horang kayaaah ini. Ini tanggapan warisan tempo doeloe sih sebenarnya. Yaitu pada zaman kuliah berabad-abad silam.

Begini ceritanya. Sebab ingin menjadi bagian dari kerumunan mahasiswa-mahasiswi keren di kampus, saya membeli satu produk eiger. Eh… ralat. Sebelum kata membeli, harusnya ada kata bermimpi/berkhayal/berniat. Dan kita tahu, mimpi selalu hanya berujung pada bangun pagi dan menyesal; tak ada eiger hari ini, Aan. Eh?

Pokoknya begitu. Mimpi membeli produk Eiger bagi anak dari jauh macam saya, yang datang dari timur dan kuliah di Jawa, itu rasanya terlalu besar. Ya, iyalah… Ekonomi pas-pasan, uang tiket dari kampung ke tempat kuliah saja bisa sebesar biaya hidup sebulan setengah, mau beli barang mahal hanya agar bisa bergaul? Pikir-pikir lagi, Kak.

Padahal, kalau dipikir-pikir, konsepnya gak begitu juga, kan Hendra? Maksud saya, zaman itu dan setelahnya dan hingga kini, produk-produk Eiger memang paten kuatnya. Artinya, secara ekonomi, membeli satu produk mahal dan bisa dipakai tembus tahun dan musim (dan tetap keren) itu jauh lebih menyelamatkan keuangan daripada harus terus menganggarkan setiap tiga bulan untuk produk sejenis dengan harga yang lebih murah tetapi masa pakainya tidak sampai satu semester kan?

Tetapi, ya… meski berhasil memainkan hitung-hitungan begitu di kepala, tetap saja tangan tak sampai memeluk tas merk kenamaan itu. Maka beralihlah kita (apa? kita?) ke emperan toko, tempat berbagai merk berhasil ditembak, meski kadang urutan hurufnya jadi salah; egier, ieger, eger, eit…geer, eiger r-nya dua, dan lain-lain. Duh… Situasinya jadi mirip dengan ketika SMA di pertengahan 90-an, saya berbangga sekali mengenakan sepatu sekolah merk Kasogi (terkenal sekali pada masa itu dan ehm… lumayan mahal juga) dan mendadak hilang rasa sebab seorang teman memakai sepatu yang mirip sekali tetapi merk-nya Kosagi. Mama e…

BACA JUGA
Dukungan di Media Sosial Tidak Selalu Benar

Baca juga: Kota Ruteng dalam Koper

Hanya saja, ungkapan ada uang ada barang itu memang benar adanya. Dalam arti, kalau ada uang yang cukup, kau akan dapat barang yang tahan lama. Eiger ada di level itu. Mau pakai barang yang tembus zaman? Beli Eiger, Kak. Bahkan ketika sudah bulukan, kau tetap bisa melangkah dengan kepercayaan diri yang tinggi ketika mengenakannya. Dan itu dipahami. Oleh siapa saja yang hendak membeli. Tidak ada tawar-menawar. Sebab tawar-menawar harga pas tancap gas hanya ada di lagunya Iwan Fals. Om Polisi yang saya temui tidak pernah begitu. Catat!

Artinya? Kalau konsumen sudah sampai di level kepercayaan diri (dan percaya pada brand) sebesar itu, harusnya produsen rileks-rileks saja. Rasanya begitu. Dulu. Eiger tidak pernah protes pada mahasiswa yang tetap keukeuh memakai produk mereka dan foto-foto walau produk itu sudah terlihat pucat pasi dimakan ganasnya angin gunung dan dinginnya lembah ngarai… Ahaiiii… Eiger memang lebih akrab dengan mahasiswa pencinta alam. Dan mencintai alam itu keren sekali. Di zaman kami begitu. Entah sekarang.

Eh…. Iya…

Sekarang beda. Eiger, melalui HCGA & Legal Manager bernama Kak Hendra tidak suka kalau produk mereka ditampilkan dengan warna yang tidak sebagaimana mestinya. Ah, Hendra Eiger yang budiman. Mereka melayangkan protes kepada beberapa youtuber yang me-review produk mereka dengan menggunakan peralatan yang tidak baik.

Jagad twitter langsung ramai doooong. Pastinya. Sebab salah seorang youtuber yang dapat surat cinta itu mengunggahnya, dan beberapa youtuber lain yang juga mendapat surat yang sama ikut unggah, dan mahabenar netizen langsung bersatu-padu mengolok-olok. Yang tidak pernah sanggup beli produk mereka juga ikut. Mungkin sekadar membalaskan dendam saja; barang kok tidak bisa ditawar harganya.

BACA JUGA
Kita adalah Komentator Sepak Bola (Bagian Pertama)

Di tengah keriuhan semacam itu, saya coba mengingat-ingat lagi hal-hal seputar review. Salah seorang youtuber/influencer di luar negeri pernah juga dapat masalah. Masih ingat Elle Darby? Youtuber asal Inggris mengajukan proposal untuk bermalam gratis di Hotel Charleveille Lodge di Dublin Irlandia . Dia, dalam proposalnya mengajukan akan membuat review positif sebagai kontra prestasi.

Pemilik hotelnya menolak dooong. Pakai acara menghina pula. Ya… diunggahlah penolakan cum bully-an macam itu. Ramai kita.

Penginapan mewah di Dublin, Irlandia tersebut merasa dirugikan? Iya, pasti!

Tetapi mereka tidak hilang akal. Darby dikirim tagihan senilai 5.289.000 Euro. Lebih dari 80 miliar kalau dirupiahkan. Ceritanya, pihak hotel merasa Darby mendapat keuntungan dari publikasi persengketaan mereka yang jadi viral. Invoice Charleveille Lodge menyatakan biaya itu ditagihkan untuk “114 artikel di 20 negara dengan jangkauan potensial ke sebanyak 450 juta orang”. Wow… Hmmm… masuk akal. Masuk akal? Heh…

Baca juga: Menjadi Blogger Tidak Akan Buat Seseorang Mendadak Keren (Bagian 11)

Tim legal begitu kira-kira yang diperlukan Eiger. Iya kah? Jangan. Surat tagihan itu hanya lelucon. Jangan ditiru. Tim Legal macam Kak Hendra Eiger juga sebaiknya jangan ditiru. Tidak baik menghina kualitas kamera dari orang-orang yang me-review positif produk Anda, Kak.

Kecuali kalau surat semacam itu Kak Hendra Eiger kirim sebagai motivational message; kalau salah satu sumber pendapatanmu adalah dengan menjadi youtuber, ayo invest, kak. Nanti dipakai buat ng-endorse. Misalkan begitu.

Apakah memang harus begitu? Maksudnya, youtuber yang mau cari hidup dengan me-review produk, atau youtuber apa saja, harus pakai kamera yang nyaman mata ini dan adem hati ini? Harapannya sih begitu. Paling tidak di mata Kak Hendra. Hendra Eiger. Apa kabar Kak Hendra kalo Kak Alip Ba Ta yang tetap bertahan dengan poster penjumlahan dan alfabet di belakang video permainan gitarnya yang ciamik itu memakai jam tangan Eiger di salah satu videonya? Eh, poster itu sudah hilang ya?

BACA JUGA
Cara Mudah Menjadi Seniman di Era Milenial

Tetapi, judul suratnya jangan pakai kata keberatan lah. Pakai kata lain. Jadinya “Surat Lain”. Halaaah…. Pokoknya begitu.

Dan taraaaaa… Eiger lalu membuat surat yang lain. Agar kisruh ini segera berhenti. Tetapi tetap saja sih. Lagu-lagunya sama juga: surat pertama memang ditujukan agar youtuber bersangkutan naik kelas. Begitu kira-kira poin kedua di surat kedua Eiger. Ih… Eiger ada rencana bikin PH Audio Video kah, sampe segitunya?

Rasanya tidak enak sekali; sudah berhasil menabung buat beli Eiger, eh Eiger-nya sedang menabung masalah. Bikin Hendra, eh, bikin heran, bukan?

Eiger yang terkenal di kalangan anak muda, malah memakai cara yang tidak anak muda dalam manajemen konfliknya; meremehkan usaha baik orang lain yang mungkin memang belum terlampau baik hasilnya. Jelas saya keberatan atas dua surat Eiger itu. Sebab harganya memang selalu mahal. Halaaah…

Salam dari Kedutul, Ruteng

Armin Bell

Bagikan ke:

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *