isoman dan betapa rapuhnya kita diserbu suara ambulans armin bell ruteng

Isoman dan Betapa Rapuhnya Kita Diserbu Suara Ambulans

Mendengar suara ambulans adalah pengalaman yang buruk ketika kau sedang menjalankan isoman. 


DISCLAIMER: Catatan ini sebelumnya adalah status facebook yang kemudian diunggah kembali oleh sebuah media daring. Judul aslinya adalah “Kami Masih Isoman, Kamu Masih Harus Jaga Diri!” 

7 Agustus 2021

Ya! Suara ambulans dari RSUD Ruteng sudah seperti jadwal minum obat. Bahkan lebih. Lima kali sehari. Pengalaman yang sungguh buruk di masa-masa orang terdekatmu sedang isoman: isolasi mandiri karena Covid-19. Berita-berita mengabarkan jumlah orang-orang yang harus pergi selamanya ke keabadian bertambah setiap hari. Betapa rapuhnya kita!

Begini. Pekan lalu, Celestin demam. Kaka Rana, yang sedang senang-senangnya buka salon di rumah, merawat wajah mamanya. Sambil ngobrol, sambil putar musik relaksasi, sambil mengusir saya dari kamar. Saya menurut saja, pura-pura sibuk sebarang di sekitar rumah. Demam turun, Mama Rana memutuskan melakukan rapid test antigen. Hasilnya, dia terkonfirmasi positif Covid-19. Panik? Panik dong… Hari itu juga saya ke klinik Wae Laku, rapid juga, negatif. Puji Tuhan.

Sehari setelahnya, kami sekeluarga rapid lagi sebab meski kami tahu bahwa rapid tracing paling efektif dilakukan lima hari setelah kontak erat, kami tinggal serumah to? Kontak erat terjadi setiap hari dan kami tidak tahu sudah berapa lama virus itu ada di Mama Rana. Kami semua negatif: saya, Kaka Rana, Lino, Alamani, Kaka Rita, Kaka Ilda–orang-orang serumah. Juga bersama beberapa orang lain yang beberapa waktu terakhir sering di rumah kami, negatif juga. Itu adalah hari kedua Mama Rana berada di kamar sendiri dan hari kedua kami sekeluarga memakai masker sepanjang waktu kecuali waktu mandi, makan, atau sedang berjauhan dengan penduduk rumah yang lain.

BACA JUGA
Desember Ini di Ruteng

Jika terpaksa ke luar rumah untuk membeli sesuatu, masker dobel. Sesekali saya pikir juga masker triple yaitu masker muka sebab asyik juga rasanya wajah ini dirawat, tetapi tidak tega rasanya melihat orang-orang di sekitar kami terkejut.

Baca juga: Semua Ayah yang Beruntung

Masih pada hari kami sekeluarga melakukan rapid test sekeluarga, teman-teman Puskesmas Kota Ruteng datang membawa obat dan vitamin untuk Mama Rana dan kabar untuk kami yang lain bahwa tracing kontak erat bagi kami akan dilakukan di Puskot lima hari kemudian. Hari Selasa kemarin seharusnya, tetapi karena bertepatan dengan tanggal merah–Selamat Hari Raya Idul Adha bagi yang merayakannya–diundur ke hari ini. Rabu, 21 Juli 2021.

Kami berangkat tadi pagi. Oma Yuli Rangkat juga ikut sebab sebelum Mama Rana terkonfirmasi, sempat juga mereka bertemu: kontak erat. Semua pake masker berlapis-lapis. Bertujuh kami di-rapid. Enam orang negatif, satu terkonfirmasi positif. Kaka Rana. Astaga…

Saya dan Lino pasti akan merindukan pelukan mereka dua pekan ke depan. Atau lebih?. Tetapi untunglah mereka baik-baik saja. Kaka Rana masih ceria dan memasuki kamar isoman setelah menyiapkan semua perlengkapannya untuk dua pekan ke depan. Mama Rana, yang sedikit kehilangan kemampuan merasa dan menghidu–tetapi rasa sayangnya padaku tidak berkurang cie cie cieee–menyambutnya di kamar isoman itu. Saya dan Lino dan pasukan serumah menyaksikannya, Lino menyilangkan jempol dan telunjuk tangan kanannya sambil bilang 사랑해; saranghae.

Baca juga: 10 Plus Satu Hal Paling Diingat tentang Ruteng

Saya semakin terbiasa melakukan isoman ini (atau semakin baik dalam membiasakan diri?) sambil berpikir bahwa tidak ada yang mudah pada masa-masa seperti ini. Mama Rana menambah daftar panjang tenaga kesehatan yang terpapar; berapa banyak orang-orang sakit gigi, pasien-pasiennya, yang tidak tertangani beberapa waktu ini?

BACA JUGA
Hadapi Corona, Jaga Jarak (Media) Sosial

Mama Rana juga menambah panjang daftar pelaku ekonomi yang kehilangan pendapatan harian; kami sempat membeli beras yang cukup tetapi bagaimana dengan mereka yang ‘karantina berarti mati’? Kami di kota Ruteng. Akses pada obat-obat dan vitamin juga video-video lucu yang menambah imun tubuh adalah sesuatu yang mudah.

Bagaimana nasib mereka yang di kampung-kampung? Dan, bagaimana nasib tenaga kesehatan yang terpaksa berjibaku dengan kita yang tidak terlampau percaya bahwa virus ini berbahaya (kita mungkin kuat tetapi beberapa orang kesayangan kita rentan sekali!)?

Percayalah… Ketika mulai menulis ini, saya berharap catatan ini akan menyenangkan. Tetapi barangkali memang tidak semua harapan bertemu kenyataan. Kita berharap semua patuh prokes tetapi seseorang di luar sana sedang tidak bisa membeli masker dan terpaksa menjadi tukang ojek dengan risiko tertular atau menularkan. Apa yang terjadi setelah hari ini?

Di rumah kami, lima orang yang masih boleh bergerak bebas di dalam rumah dengan tetap memakai masker tentu saja, akan di-rapid lagi lima hari berikutnya. Semoga semua baik-baik saja. Kami menyemprot uang dan tangan kami dengan disinfektan ketika hendak berbelanja agar tidak ada lagi yang tertular oleh penghuni rumah ini. Lalu siapa yang akan mengendalikan laju persebaran virus ini di luar sana?

Baca juga: Piala Pertama Kita yang Patah dan Terlupakan

Kami serumah adalah Army, penggemar BTS–kecuali Alamani yang sedang konsentrasi belajar lagu-lagu Rohit Lando. Karena itulah setiap hari selalu ada lagu-lagu BTS. Yang terbaru adalah “Permission to Dance”. Kami akan menari setiap pagi. Dan tentu saja akan sepenuh hati menyanyikan Life Goes On: Like an echo in the forest/ 하루가 돌아오겠지/ 아무 일도 없단 듯이/ Yeah, life goes on// Like an arrow in the blue sky/ 또 하루 더 날아가지/ On my pillow, on my table/ Yeah, life goes on like this again/ Biarkan saya memberi tahu Anda dengan lagu ini/ Orang bilang dunia telah berubah/ Tapi untungnya antara kamu dan aku/ Tidak ada yang berubah//

BACA JUGA
Setelah Covid-19, Apakah Kita Sanggup Lebih Sering Diam?

Seharusnya begitu, barangkali. Tidak ada yang berubah sepanjang kita sepakat bahwa pada masa yang tidak baik-baik saja ini kita saling jaga. Yang bertugas membuat kebijakan menjaga kita dengan kebijakan yang menyelamatkan, kita menjaga orang-orang di sekitar kita dengan melaksanakan himbauan-himbauan: patuhi prokes! Seperti kata Alamani: buka, buka, buka hatimu… Atau seperti kami para Army sering berteriak-bersuka: Side step right left to my beat (Heartbeat)/ High like the moon rock with me baby/ Know that I got that heat/ Let me show you ‘cause talk is cheap/ Side step right left to my beat (Heartbeat)/ Get it, let it roll… Kita bisa, Guys!

Ah, iya. Selama masa Mama Rana dan Kaka Rana melakukan isoman, selama masa itu pula kecemasan rasanya tidak pernah selesai. Semoga mereka yang meninggalkan kita di masa pandemi ini mendapat kebahagiaan kekal, Amin!

.

Salam dari Kedutul, Ruteng

Armin Bell, 21 Juli 2021

Bagikan ke:

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *