menabur benih puisi di pondok baca tapo naga pion ratulolly

Menabur Benih-Benih Puisi di Halaman Pondok Baca Tapo Naga

Ada cerita menarik dari Adonara. Muhammad Soleh Kadir, dikenal dengan nama pena Pion Ratulolly, berbagi cerita tentang Pondok Baca Tapo Naga.


Oleh: Muhammad Soleh Kadir |

Rabu, 25 Juli 2018. Di halaman Pondok Baca Tapo Naga, Kelurahan Waiwerang. Selepas Ashar. Puluhan anak berjejalan di halaman pondok berukuran dua kali tiga ini. Mereka adalah anak-anak TK, SD, dan SMP di sekitar Waiwerang dan Lamahala. Bocah-bocah ini didampingi oleh pengelola pondok baca beratap daun kelapa ini: Kak Fiil Lamarobak Scout, Kak Chenk Whotan, Kak Atma Permata, dan Kak Fauzi Dashy.

Di hadapan mereka, saya diberikan kesempatan berharga untuk berbagi ilmu. Ilmu yang saya bagikan yakni menulis puisi. Metode yang saya gunakan untuk merangsang bocah-bocah ini agar bisa menulis puisi, yaitu mengamati gambar. Sebagai pengelola, Kak Chenk membuka pertemuan ini. Guru SMPN 1 Adonara Timur ini menyampaikan pengantar singkat tentang keberadaan Pondok Baca Tapo Naga. Juga menyampaikan tujuan kegiatan sore ini.

Didaulat Kak Chenk, saya pun tampil di hadapan anak-anak ini. Sekilas saya menyapu pandangan ke seluruh peserta. Pemandangan yang saya temukan yaitu wajah-wajah yang antusias dan ceria menerima materi. Sebagai apersepsi, kami bertanya-jawab soal puisi. Nampak sebagian besar belum pernah menulis puisi. Pun, hanya seorang anak saja yang pernah mengkuti lomba membaca puisi. Lima menit apersepsi, materi saya lanjutkan dengan memberikan motivasi menulis puisi.

“Puisi itu berisi kata-kata indah. Kata-kata indah lahir dari hati. Semua manusia tentu punya hati. Karenanya, setiap manusia pasti punya potensi untuk menulis puisi,” demikian kira-kira yang saya sampaikan sebagai motivasi.

Lantaran medianya adalah gambar, saya kemudian menggambar. Objek gambaran saya yakni pemandangan alam. Gunung, laut, matahari, burung-burung, pepohonan kelapa, perahu, pondok, serta beberapa benda yang mendukung keindahan alam terpapar jelas di white board. Semua objek dalam gambar ini disebutkan oleh bocah-bocah. Saya hanya menggambar demi menuruti perkataan mereka.

BACA JUGA
Bagaimana Ivan Nestorman Melihat "World Music"?

“Temanya pemandangan alam,” kata seorang peserta. Perkataan ini ia sampaikan setelah saya menanyakan apa tema gambar ini. Sebelumnya, saya hanya menggambar tanpa menyampaikan tema gambaran ini.

Baca juga: Mimpi-Mimpi yang Menepuk Pundak

Setelah mendapatkan tema, kami merumuskan judul. Pemandangan laut, pantai, gunung, petualangan mendaki gunung, pepohonan, dan beberapa kata dan kelompok kata disampaikan peserta. Kami lalu menyepakati dua judul: “Petualangan Mendaki Gunung” dan “Pemandangan Laut”.

Judul pertama sempat kami jabarkan dalam puisi. Namun, tidak banyak diksi yang tercipta lantaran anak-anak kesulitan kosa kata. Kami ganti ke judul kedua. Begitu diganti, peserta lantas membuat beberapa baris puisi. Kira-kira belasan. Selesai baris-baris puisi ditulis, kami melanjutkan pada tahap edit. Pada bagian ini, kami mengedit diksi dan memasukkan majas.

Baca juga: Pesan Moral Dongeng Anak, untuk Siapa?

Tersebab waktu mendekati Magrib, kegiatan di Pondok Baca Tapo Naga itu terpaksa saya akhiri. Kepada pengelola, saya meminta agar diberikan kesempatan lagi untuk melanjutkan materi pada minggu depan. Mengakhiri pertemuan itu, saya membagikan beberapa buku. Peserta yang mendapatkannya adalah mereka yang bisa menjawab pertanyaan saya. “Sebutkan nama salah satu penyair Indonesia!” Demikian soal pertama. Chairil Anwar dan Sanusi Pane, merupakan dua nama jawaban peserta. Saya pun menghadiahi dua buku kepada keduanya.

Seorang lagi saya minta membacakan puisi. Dengan antusias, seorang bocah maju dan membacakan puisi Kerawang Bekasi karya Chairil Anwar. Gemuruh tepuk tangan mengakhiri pembacaan puisinya. Demi melunasi janji, saya memberikannya sebuah buku. Seorang lagi peserta saya mintakan menyebutkan profesi dirinya dua puluh tahun mendatang. Seorang bocah berdiri lalu menyebutkan profesinya sebagai guru dua puluh tahun mendatang.

BACA JUGA
Tsunami dan Bencana Kemanusiaan di Flores, Catatan Jelang Maumerelogia III

Sesi bagi buku pun saya akhiri dengan menyerahkan dua buku kepada pengelola Pondok Baca Tapo Naga. Kak Fill pun maju menerima dua buku ini. Sebagai penutup, kami berpose dengan gerakan simbol Salam Literasi.

26 Juli 2018

Muhammad Soleh Kadir. Dikenal dengan nama Pion Ratulolly, adalah guru pada SMPN 1 Adonara Timur. Bergiat di Asosiasi Guru Penulis Indonesia (Agupena) Cabang Flores Timur. Mengelola Pondok Baca Wathan Lamahala. Menulis buku novel “Atma” dan Kumpulan Cerpen Wasiat Kemuhar. Juga menulis pada beberapa buku antologi bersama, baik puisi, cerpen, maupun esai.

Tentang Apersepsi

  • Apersepsi berasal dari kata ”Apperception” berarti menyatupadukan dan mengasimilasikan suatu pengamatan dengan pengalaman yang telah dimiliki.
  • Apersepsi dalam pengajaran adalah menghubungan pelajaran lama dengan pelajaran baru, sebagai batu loncatan sejauh mana anak didik mengusai pelajaran lama sehingga dengan mudah menyerap pelajaran baru.
  • Apersepsi bisa berupa cerita, lagu, video ataupun gambar, dan lain-lain.
Bagikan ke:

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *