Kisah Pater Roosmalen Bagian 3: Menjadi Guru

Pater Roosmalen tiba di Manggarai dan diserahi tugas menjadi kepala asrama VVS/ Standaardschool dan OVO (Opleidingschool vor Volks-Onderwijer) Kursus untuk Guru Sekolah Rakyat. Karyanya di bidang pendidikan sangat penting bagi orang Manggarai.

kisah pater yang van roosmalen bagian 3 menjadi guru
Pater Yan van Roosmalen

Kisah ini ditulis oleh Dosen STKIP St. Paulus Ruteng, Dr. Fransiska Widyawati, M.Hum dengan judul “Sekali Flores Tetap Flores”*). Diunggah dalam tiga bagian bersambung di RanaLino, yakni cerita masa kecil hingga menjadi imam: Di Tengah Perang; catatan perjalanan ke Indonesia: Menuju Timur; dan kisah pengabdiannya di Manggarai: Menjadi Guru. Saya berterima kasih kepada penulis, yang mengizinkan pemuatan kembali kisah Pater Roosmalen ini. Selamat mengenang.

Kisah Pater Roosmalen Bagian 3: Menjadi Guru

Pater Yan tiba di Ruteng 18 Juli 1949. Tugas pertamanya adalah urusan administrasi guru-guru di Manggarai. Tugas itu dan beberapa tugas lain setelahnya seperti jawaban atas pertanyaannya sendiri: “Apakah saya mewujudkan rencana Tuhan, ketika ia memberi hidup kepada saya tahun 1920?”

Ketika mendapat tugas sebagai direktur asrama VVS dan OVO, Pater Yan van Roosmalen berpikir bahwa dirinya masih bisa melakukan tugas lain.Tugas berat sebagai direktur asrama dan urusan administrasi guru-guru itu masih kurang, maka ia minta juga mengajar agama kelas IV sampai VI Sekolah Rakyat Ruteng I selama12 jam dan di Ruteng II sebanyak dua kali seminggu. Pelayanan parokial juga dijalankannya. 
Tanggal 1 September 1950 Pater Willem van Bekkum memintanya membuka sekolaha menengah pertama yang pertama di Manggarai. Ia juga ditugaskan menjadi kepala sekolah pertama untuk sementara sampai Pater Swinkels yang saat itu sedang cuti, kembali ke Ruteng.

Maka jadilah Pater Yan van Roosmalen sebagai pendiri SMP pertama di Manggarai, SMP Tubi. Sekolah ini dinaungi oleh Yayasan Tubi, sebuah yayasan milik Pemerintah Kabupaten Daerah Manggarai (YYPPM) dengan ketua yayasan saat itu Kraeng Raja Ngambut. Jumlah murid pertama sebanyak 30 orang dan semua tinggal di asrama.

Tahun 1951, secara definitif ia diangkat menjadi kepala SMP Tubi. Pada tahun yang sama ia telah memutuskan untuk menjadi Warga Negara Indonesia. Suatu keputusan luar biasa. Panggilan tugasnya mengalahkan keegoisannya. 
Dengan menjadi warga negara Indonesia penuh, Pater Yohanes Hendrikus van Roosmalen dengan bulat pula menyatakan kerelaan dan kesetiaan pada tanah Manggarai, pada panggilannya sebagai imam di bumi Nuca Lalé ini. Cinta akan panggilan dan cinta akan masyarakat dan Gereja Katolik Manggarai sajalah yang memampukan beliau memilih jalan ini.
Sebagai kepala sekolah dan sekaligus yang mengawasi anak asrama, setiap pagi Pater Yan van Roosmalen membangunkan anak-anak untuk misa di Gereja. 
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
BACA JUGA
Ivan Nestorman, Lagu Mogi, Award, dan Musik Neo Tradisi

Muridnya tidak hanya beragama Katolik. Ada pula tiga murid Muslim. Walau pun mereka tidak mengikuti misa pagi, namun mereka juga diwajibkan bangun pagi untuk berdoa, belajar, dan membaca. Salah seorang muridnya yang Muslim bernama Abdul Hamid kelak menjadi dokter. Ia pernah datang pada Pater Yan untuk mengucapkan terima kasih atas pendidikan yang diterimanya dari Pater Yan. 

SMP Tubi yang dirintisnya ini berhak mengikuti ujian akhir pertama kali tahun 1953. Mereka mendapatkan hasil yang sangat memuaskan yakni 70% lulus. Hal ini dinilai sebagai prestasi luar biasa karena pada tahun itu soal ujian yang diberikan sangat sukar. SMP Ndao yang terkenal saat itu presentasinya lebih rendah.
 Tahun 1954 presentasi sekolah meningkat menjadi 100%. Semua lulus tanpa katrol, demikian catatannya. Ini semua berkat usaha keras Pater Yan selaku pendiri dan kepala sekolah. Tahun 1952 SMP Tubi berganti nama menjadi SMP Subsidi. Pater Yan masih kepala sekolah sampai 1958. Pada tahun 1958 ia diberi kesempatan untuk pergi cuti ke negeri kelahirannya. Saat itu bruder-bruder CSA mengambil alih SMP Subsidi dan SGB. 
Tahun 1959 sepulangnya Pater Yan dari dari cuti di negeri Belanda bulan September 1959, Mgr. Willem van Bekkum, Vikaris saat itu, menugaskan ia bersama Pater H. Lommen untuk membuka Kursus Katekis, sebuah lembaga pendidikan tinggi pertama bagi awam yang akan bekerja dalam karya pastoral Gereja .

Ide Mgr. Willem van Bekkum ini sangatlah progresif. Gereja belum lagi sepenuhnya memperbaharui diri. Konsili Vatikan II belum ada. Mgr. Willem van Bekkum yang juga progesif dalam upaya inkulturasi budaya lokal (Manggarai) ke dalam liturgi Gereja telah memikirkan peran awam di dalam Gereja Katolik. Ide ini bahkan masih sangat langka di benua Eropa yang masih didominasi oleh klerikalisme.

Penugasan ini disambut dengan baik oleh Pater Yan van Roosmalen. Ia siap mengemban amanat ini.

Gagasan Mgr. Bekkum yang dieksekusi Pater Yan dan Pater Lommen adalah sebuah sejarah penting bagi Gereja Katolik Indonesia dan Universal bahwa di sebuah keuskupan kecil terpencil di Flores, jauh sebelum Konsili Vatikan II, peran awam dalam Gereja Katolik telah diperhitungkan dan diandalkan. 

Demikianlah dalam waktu singkat Pater Yan bersama Pater H. Lommen mempersiapkan segala sesuatu guna lahirnya pendidikan tinggi bagi kaum awam ini. 

Memulai sebuah sekolah tinggi bukan hal yang mudah. Pada awalnya mereka kesulitan untuk mendapatkan calon mahasiswa. Namun kendati ditantang oleh beberapa orang yang meragukan pendirian sekolah ini, Pater Yan bersikeras bahwa “Kalau sudah diputuskan dan ditetapkan, saya nekat meneruskannya”. Tepat tanggal 11 November 1959, kursus ini dimulai. Hari ini kemudian dirayakan sebagai hari lahir kampus STKIP ST. Paulus Ruteng. 
Sejak penugasannya, Pater Yan telah memutuskan untuk hidup dan mati bagi dan di kampus. Perjuangannya bagi sekolah tinggi ini dimulai dan terus dilanjutkan. Ia berjuang sampai ke tingkat pusat dengan menulis surat agar katekis diangkat menjadi guru agama SD. Ia bekerja sama dengan keuskupan-keuskupan agar mengirim calon mahasiswa.

BACA JUGA
Televisi 14 Inci

Baca juga: Cinta Sederhana di Novel “Mawar Padang Ara”

Ia berjuang mencari dana agar mahasiswa bebas uang sekolah dan bahkan mendapatkan uang saku pada awalnya. Ia tidak hanya memulai lembaga ini tetapi terus hadir dan meningkatkan statusnya. Dari Kursus Katekis lembaga ini berubah menjadi Kursus Pendidikan Katekis (KPK) dan selanjutnya APK menjadi STKIP.  

Tahun 1965 ia mulai menderita sakit ginjal hingga tahun 1982 salah satu ginjalnya harus dibuang. Ia pekerja keras dan disiplin. Prinsip hidupnya yang ditulisnya dalam catatan riwayat hidupnya di arsip SVD, “Bertekun sampai akhir dalam tugas panggilan, didukung doa”. Pesannya: dahulukan tugas utama, lalu sekunder baru hobi-hobi. Ia selalu berdoa brefir dan Rosario setiap hari.

Dulu biasanya dilakukan sambil berjalan di lapangan dan kompleks STKIP. Saat mulai sakit dilakukannya di belakang kamarnya. Ia rajin merawat kesehatan dengan hidup teratur, makan teratur, olah raga dan yoga teratur. Ia mempunyai kebiasaan trekking ke Golo Lusang bersama Pater Guus Cremers setiap weekend. Sampai tahun 2013 ia masih mengayuh sepeda di kamarnya. 

Sejak tahun 1966 ia memprakarsai reuni katekis dan selalu hadir dalam acara rutin hingga kesehatannya menjadi memburuk. Ia mencintai dan membaktikan hidupnya untuk katekis. Sejak tahun 1980an ia melanggankan semua katekis Majalah Hidup gratis, ada yang sampai dengan tahun 2013. Ia memberikan pinjaman tanpa bunga kepada katekis untuk membangun rumah, membeli tanah, ongkos anak, orang sakit, orang cacat.

Baca juga: Yang Bangkit di Hari Keempat – Cerpen di Pos Bali

Ia juga membayar gaji dan insentif bagi beberapa katekis yang kerja di paroki-paroki sampai akhir hidupnya. Ia juga menjadi penyalur bantuan donator bagi beberapa orang cacat dan sakit. Beliau aktif mengajar di STKIP sampai dengan tahun 1997. Mata kuliahnya adalah Injil Sinoptik, Mateus, Homeletik dan Moral Dasar.

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Ia orang kudus, gembala sejati, dan berjasa luar biasa bagi tanah Manggarai, Gereja Keuskupan Ruteng. Atas jasanya ia mendapat Cincin penghargaan sebagai tokoh pendidik pada masa bupati Gaspar Parang Ehok dan dua tahun silam dari Pemerintah Daerah melalui PGRI.

BACA JUGA
Ivan Nestorman dan Konser Setelah Badai
Pater Yan van Roosmalen adalah sosok pencinta ilmu. Setiap hari ia mendengar berita radio (dalam dan luar negeri). Sampai dengan setahun sebelum meninggal dunia, ia masih membaca Kompas dan koran lainnya setiap hari. Ia mempunyai minat besar akan pengetahuan alam dan antariksa. Ia tekun memperhatikan gejala angin dan hujan. 
Tiap tahun ia menyempatkan diri libur di danau Rana Kulan bersama Pater Piter de Graaf, sampai tahun 2003. Ia pernah mempunyai handphone yang digunakan hanya untuk menelepon Pater Piter de Graf. Ada kisah lucu. Suatu kali saat menelepon ke Pater Piter, rupanya karena tidak masuk ada jawaban VERONIKA (standar HP lama memang demikian). Ia kaget dan bertanya apakah Pater Piter sudah menikah dengan Veronika. 
Setahun sebelum meninggal dunia, kesehatannya terus menurun. Sejak bulan Mei tahun 2014 dia didampingi oleh perawatnya, Bastian, yang menjaganya 24 jam. Beberapa kali kesehatannya memburuk dan komunitas STKIP sudah bersiap-siap menerima jika ia meninggal dunia. Namun di saat orang lain bersiap, ia menjadi sehat kembali. 
Tanggal 24 Desember 2014 lalu, adalah hari libur dan hari yang sangat sibuk bagi komunitas STKIP. Beberapa imam bersiap diri dan bahkan sudah berangkat ke tempat asistensi Natal. Di saat itulah dia pergi. Tak ada yang menyaksikan hembusan nafas terakhir. Bastian baru saja pamit untuk membeli diapersnya.

Saat kembali, Bastian menemukan Pater Yan van Roosmalen sudah pergi dalam diam, tenang, dan sendiri menghadap Allah yang juga telah menjadikannya dalam tenang, sendiri, dan rahasia. Ia adalah imam sejati, seorang diri termenung di hadapan Ilahi sejak lahir hingga kematiannya. Tugasnya telah purna. (Habis)

Catatan:
  • Tulisan ini didedikasikan untuk tokoh hebat dalam dunia pendidikan di Manggarai dan perkembangan Gereja Lokal Keuskupan Ruteng. Semoga Nene Malen beristirahat dalam kedamaian kekal.
  • Kisah riwayat hidup Pater Yan mengacu pada sumber: 1). P. Yan van Roosmalen, SVD, “Jejak-jejak Pengabdian: Dididik untuk Mendidik” dalam Kanisius T. Deki, (ed.), Menjadi Abdi, Menghalau Kegelapan Menyongsong Fajar Pengetahuan, Ledalero, 2008, hal. 5-114. 2). Yohanes van Roosmalen, “Memori APK Ruteng 1959-1979”, (sebuah diktat setebal 83 hlm); 3). Beberapa lembaran biodata dan surat-surat pribadi Pater Yan yang disimpan pada arsip dari SVD yang dipinjamkan kepada penulis oleh Pater Florentinus Soge Makin, SVD; 4). Informasi lisan dari kisah dan kesaksian hidup beberapa teman Pater Yan serta beberapa katekis asuhannya

www.ranalino.co mempersembahkan satu sub menu khusus berisi kisah-kisah dari tokoh-tokoh inspiratif. Diharapkan akan menjadi salah satu sumber bagi kita semua untuk belajar dari orang-orang hebat dan karya-karya mereka.

Bagikan ke:

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *