Ivan Nestroman dan Konser Setelah Badai
Album World Music yang dibuatnya bersama Dwiki Dharmawan adalah salah satu pencapaian Ivan Nestorman dalam dunia musik yang dicintainya. Ivan jarang menyanyikan lagu-lagu dalam Bahasa Indonesia. Sebagian besar lirik lagunya berbahasa Manggarai (bahasa ibunya), serta lagu-lagu bahasa daerah lain di Flores, Nusa Tenggara Timur.
Meski secara lirik ‘sangat lokal’, musik yang diusung Ivan adalah World Music. Karena itulah beberapa budayawan yang saya temui mengatakan bahwa Ivan berjasa membawa Manggarai ke level yang sangat luas yakni dunia internasional.
Saya sendiri pernah beberapa kali bekerjasama dengannya–kesempatan yang selalu saya bangga-banggakan–, salah satunya saya ceritakan kembali dalam postingan ini. Ini adalah catatan lama. Akhir pekan kemarin saya utak-atik laman ‘catatan’ di facebook dan berjumpa kisah ini. Kisah tentang Ivan Nestorman dan Konser Tropical Christmas di Ruteng tahun 2011 silam. Konser setelah badai. Saya posting lagi sebagai pengingat dan usaha dokumentasi 😉
27 Desember 2011 pukul 20:57
Kisah Di Balik Pentas
Beberapa waktu silam, saya di-SMS Kae Ivan Nestorman. Isinya adalah informasi NSP lagu-lagu ciptaannya. Sehari sebelumnya saya sudah melihat informasi itu di dinding facebooknya; promo Nada Sambung Pribadi untuk lagu-lagu yang ditulis dan dinyanyikan oleh penyanyi, arranger dan musisi ini. Dengan senang hati saya mengaktifkan satu lagu lalu mengirim notifikasi ke sang penyanyi via SMS.
“Kae, saya sudah pake NSP dite.”
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); |
Lalu tiba-tiba HP saya berdering, nama sang penyanyi tertera di layar. Segera saya tekan tombol Yes lalu menjawab penuh antusias.
“Halo, Kaeeee!” Sambil menikmati rasa bangga di sudut hati karena ditelepon penyanyi besar. Tapi dari seberang terdengar nada protes.
“Asi di angkat telfon hitu ta de (panggilannya jangan diterima dulu). Saya mau dengar itu NSP. Nanti saya telfon lagi setelah itu baru kita ngobrol!”
Darad o aeh hehehe…. ternyata begitu maksudnya ini telepon tadi. Buru-buru saya matikan dan menunggu. Beberapa detik kemudian HP ciptaan industri rumah tangga dari negeri tirai bambu itu berdering lagi, saya abaikan dan membiarkan Ivan Nestorman menikmati lagunya sendiri via NSP.
Lalu mati, lalu berdering lagi dan kali ini sekali lagi saya tekan tombol Yes dengan yakin.
“Halo, Ase. Tida terlalu jernih bunyinya e.”
“Mungkin pengaru jaringan ta, Kae,” kata saya sok tahu. Lalu obrolan mengalir ke konsep promo NSP-NSP beliau.
Saya ajukan tawaran bermain iklan di radio plus menyediakan diri sebagai agensi untuk Ruteng–ini adalah sebenar-benarnya aji mumpung; siapa tau pe *smile. Ivan Nestorman setuju dan menambah kejutan hari itu dengan rencana yang bahkan tidak pernah berani saya pikirkan.
“Bagaimana kalau saya konser di sana e, bisa to?”
“Bisa, Kae. Kami siap bantu,” sambut saya tanpa sempat berpikir siapa ‘kami’ yang saya maksudkan. Pokoknya, bersedia saja dulu, setelahnya baru cari pasukan. Pasti mudah, karena siapakah penggemar musik Manggarai yang tidak mau terlibat dalam kerja menarik ini?
Kae Ivan menutup telepon setelah ngobrol cukup lama tentang detil konser dan meninggalkan pekerjaan ini pada saya: Menjadi EO untuk konser Ivan Nestorman,
penyanyi Internasional asal Manggarai, penyanyi favorit saya selain Sting. Berarti kerja dimulai.
Saya kontak teman-teman untuk memastikan kesediaan mereka dan memutuskan OMK Lumen Gratiae sebagai EO resmi. Kebetulan, kelompok muda di Paroki Katedral ini memang orang-orang kreatif yang sedang tidak punya ‘acara khusus’ untuk Natal 2001 selain koor malam Natal.
Laporan ke artis dilakukan berkala, lalu bertemu waktu yang tampan, 26 Desember 2011, setelah sang penyanyi menggelar konser di beberapa tempat lainnya di Flores. Persiapan dilaksanakan secepat mungkin, bergerak tanpa dana awal karena sponsor-sponsor besar rata-rata sudah tutup buku untuk dana promosi 2011.
Tak masalah, ini kerja hadiah Natal buat semua orang Manggarai. Ya, kerja hadiah dan karena kami harus berjuang maksimal untuk tidak merepotkan banyak orang. Aneh rasanya kalau untuk hadiah, kita malah merepotkan mereka yang akan dihadiahi; seperti ada teman yang berulang tahun
dan kita minta ditraktir. Kan aneh, iya
to?
Nah, karena ini hadiah, maka saya ajukan usulan nama konser ini sebagai “A Christmas Gift of Ivan Nestorman” yang dengan senang hati ditolak oleh sang maestro dan mengusulkan nama lain yang indah dan tak mungkin ditolak: TROPICAL CHRISTMAS. Promo radio mulai dilakukan, sampai pada beberapa hari menjelang Natal ada soal besar melanda. Karena satu dan lain hal, konser terancam batal. Tanggal 26 Desember menjadi tidak tampan karena kesibukan lain sang penyanyi.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); |
“Co’o ata di’an ge ta ase. Bagaimana baiknya?” Ivan Nestorman menyerahkan bola pada saya.
Bagaimana kalo tanggal 23, Kae?” kata saya spontan tanpa mempertimbangkan perasaan teman-teman panitia yang sudah terlanjur siap menggelar konser seperti jadwal semula sehingga kalender
kerja telah dibuat dengan rapi.
Saya juga abai dengan fakta bahwa keesokan harinya kami harus tanggung koor Malam Natal dan tanggal dua puluh tiga itu adalah jadwal gladi bersih. Cuek! “Okay kalau begitu, nanti habis (konser di) Maumere saya langsung tembus Ruteng.”
Dan demikianlah, dengan berat hati saya memberitahukan perubahan jadwal itu ke teman-teman panitia yang ditanggapi dengan wajah sedikit pucat pasi karena kaget dan sedikit pesimis; bisakah kita menggelarnya sedangkan waktu tinggal sedikit?
Beruntung kami punya Romo Beben Gaguk dan Romo Andi Latu Batara, dua Pastor muda yang siap bekerja keras untuk konser ini. Beberapa rencana berubah, konsep promo juga diubah. Choir yang semula ditugaskan kepada OMK Lumen Gratiae dipindahkan menjadi tanggungjawab penyanyi-penyanyi berbakat dari SMAK St. Fransiskus Saverius Ruteng yang terbukti mampu menjawab kepercayaan ini dengan sangat baik membekingi Ivan Nestorman untuk lagu Haleluya, dan Vera Tjangkoeng untuk lagu Ajaib Tuhan.
Ya… persiapan yang mepet membuat kami seperti berlari. Saya beruntung (sekali lag). Kami punya Om Sil Kumpul yang ‘merelakan’ perangkat soundsystem-nya kami pakai. Tak terasa, sudah tanggal 22 Desember, sehari menjelang konser. Berbagai persiapan dilakukan di halaman Gereja Katedral.
Baca juga: Menolonglah Seperti Ibu Piara
Terop didirikan, salon-salon monitor dan pelempar dipasang gagah menghadap lapangan parkir, peralatan band dari SMA Fransiskus Saverius Ruteng diangkut dan mulai ditata. Saat itu sudah jam setengah 5 sore, target kerja selesai jam 7 malam dan setelahnya panggung dan sound siap dipakai untuk check sound dan latihan band lokal.
Tetapi malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih. Badai melanda Ruteng dengan sangat kencang. Ya, sangat kencang dan tak terduga. Pohon Beringin di halaman timur Katedral Ruteng tumbang. Beberapa detik sebelumnya,
salon-salon pelempar tumbang berantakan, terop terangkat terbang, dan peralatan band telanjang menantang hujan.
Semua persiapan hancur dalam sekejap. Tiba-tiba saya ingin mengaku dosa, andai amuk alam ini karena dosa saya seorang. Semua panitia berwajah tak normal, pucat, kedinginan, heran dengan angin, dan pasrah.
“Bagaimana suda e, Kela?” tanya Romo Beben, sebuah pertanyaan yang sarat makna dan yang tertangkap adalah: Batal saja ini konser suda!
“Kita liat besok, Tuang,” jawab saya seenaknya tanpa memperhitungkan kerusakan sound system yang mungkin terjadi karena badai tadi.
Tuhan itu baik. Beberapa saat setelah badai mereda, semua petugas panggung dan sound system tiba-tiba bersemangat lagi. Memperbaiki kerusakan, memindah lokasi konser dengan menyulap teras Gereja Katedral Ruteng yang megah itu menjadi panggung pentas.
Laporan saya kirim ke Ivan Nestorman, sekaligus informasi agar memaklumi kesederhanaan kami pada konser esok hari.
“Badai besar, Kae. Panggung hancur, sound system juga sepertinya hancur,” saya beritahu penyanyi hebat itu via sms.
“Kita maksimalkan yang ada saja e, Ase,” balasnya.
Demikianlah, malam itu semua persiapan dirasa matang (seadanya) dan kami siap menggelar konser Ivan Nestorman.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); |
Hari yang dinantikan tiba, jam 8 malam 23 Desember 2011, Pelataran Katedral Ruteng penuh sesak. Ribuan penggemar Ivan Nestorman memadati area yang kami siapkan. Ada rasa haru. Antusiasme sebesar itu bahkan tidak berani kami bayangkan sebelumnya. Yang hadir menanti dengan rindu penampilan musisi besar bernama Ivan Nestorman itu. Conny Watang sang MC berteriak lantang: “Kita sambut dengan tepuk tangan meriah… Ivan Nestormaaaaaan….”
Tepuk tangan riuh, konser Tropical Christmas berlangsung indah, Ivan dan kawan-kawannya benar-benar luar biasa. Saya terpesona, terutama pada seorang gitaris yang telah berumur yang datang bersama Ivan, Andre de Romma yang duduk di atas sebuah kotak, memukul kotak itu dan menghasilkan bunyi serupa drum. Beberapa bulan setelahnya baru saya tahu nama benda itu adalah cajoon.
Semua menikmati konser itu dan tersenyum lebar saat Ivan dengan atraktif mengajak penonton menyanyikan lagu Benggong dengan aransemen yang mantap. Benggong adalah lagu tradisional Manggarai yang beberapa tahun terakhir mendunia (diduniakan) Ivan Nestorman melalui kerjasamanya dengan Dwiki Dharmawan. Ivan Nestroman itu hebat!
Beberapa musisi Ruteng juga ikut terlibat: Savesenior Band, FX Choir, Vera Cangkung, Lipooz dan Zlo Flores, Pompy Pojus, Rivan Teren, No Riberu dan Faldi Tagung. Decak kagum terdengar dari berbagai sudut dan kami beringsut menjauh, menikmati pemberian hadiah ini.
Tetapi saya kemudian berlari kencang ke arah panggung, bergoyang di sudut kiri. Ivan Nestorman menyanyikan lagu penyanyi favorit saya yang lain, Sting – Englishman in New York. Yeaaaaah. Ini hadiah untuk saya juga.