Apa yang kita inginkan sesungguhnya adalah agar apa yang kita harapkan atau kerjakan dapat diterima oleh orang lain. Karenanya, tanpa disadari setiap detik kita melakukan kampanye.
Kampanye adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi politik atau calon yang bersaing memperebutkan kedudukan dalam parlemen dan sebagainya untuk mendapat dukungan massa pemilih dalam suatu pemungutan suara. Pengertian kampanye ini secara resmi tertuang dalam KBBI. Meski demikian, dalam situasi yang lain, kampanye dapatlah diartikan sebagai kegiatan membangun kesadaran.
Saya ingat sebuah cerita tentang seorang pemuda yang berseru-seru di padang gurun kepada kelompok masyarakatnya bahwa seseorang akan datang dan menyelamatkan mereka. Mereka yang mengindahkan seruannya lalu dibuat lebih siap; dipermandikan di sungai Yordan. Pemuda yang berseru itu, ribuan tahun kemudian dikenang sebagai Yohanes Pemandi.
Kisah lain yang saya ingat adalah tentang seseorang yang pada masa kini disebut sebagai filsuf hebat. Namanya Socrates. Pada masa dia hidup, setiap saat dipakainya untuk bertanya. Setiap pertanyaan yang diajukannya pada orang-orang konon memunculkan kesadaran baru tentang hidup. Yang unik tentang Socrates adalah dia tidak menulis apapun untuk memberi pemahaman baru pada orang-orang itu. Dia hanya bertanya.
Sari dari macam-macam pemikirannya kemudian kita kenal dewasa ini berkat jasa seorang bernama Plato. Plato adalah murid Socrates. Lebih tepat mungkin: Plato menganggap Socrates sebagai gurunya. Demikianlah saat ini kita boleh mengenang Socrates melalui kutipannya: Gnotice Auton – Kenalilah Dirimu.
Yang satu berseru, seorang lain bertanya; demikianlah kesadaran baru dibangun pada masa itu–bahkan dipakai hingga berabad-abad kemudian. Keduanya memakai medium bernama suara, dan lalu diakui sebagai orang-orang yang luar biasa.
Saat ini upaya membangun kesadaran baru juga terus dilakukan lewat suara. Anak-anak diberi kesadaran baru mengenal aksara oleh orang tua dan guru mereka dengan suara; seorang politisi melakukan kampanye berapi-api dalam rangka ini pula: kesadaran baru tentang pentingnya memilih calon yang siap berjuang untuk kepentingan mereka.
Baca juga: Orang Cerdas itu Mendengar dengan Baik
Lupakan dahulu tentang apakah janji itu akan terpenuhi suatu saat atau tidak sama sekali. Alim ulama berkotbah dengan maksud ini pula, kesadaran baru tentang pentingnya mencoba pola hidup yang baru, meninggalkan gaya yang lama yang tidak sesuai dengan niat mewujudkan keutuhan ciptaan; Dan semua orang berlomba bersuara, berharap orang-orang di sekitarnya memiliki kesadaran baru.
Sampai di sini, ingatan saya kembalilah kepada masa Yohanes Pemandi dan Socrates. Betapa hebatlah dua orang yang saya kenang hari ini itu. Dengan suara membangun kesadaran baru. Orang-orang seperti terlahir kembali
setelah mendengar mereka bicara.Soal saya hari ini adalah: terheran-heran. Saya menduga begitu banyak suara-suara masa kini yang juga menjadi pewarta kebaikan. Cintai lingkungan! Buanglah sampah pada tempatnya! Pilihlah seorang caleg berdasarkan kemampuannya dan bukan karena ikatan emosional! Ayo membaca: Baca Buku, Buka Dunia! Dan masih banyak lagi seruan lain.
Lalu saya melihat ini: tambang yang sejauh ini belum terbukti mensejahterakan masyarakat tetap diberikan izin usaha padahal itu jelas merusak lingkungan, masih banyak sampah yang tidak ’terbuang’ pada tempatnya, caleg yang lolos itu yang keluarganya banyak (atau uangnya), dan saya belum bertemu cukup banyak orang yang gemar membaca.
Sampai di sini saya berpikir untuk apa menulis ini? Memuaskan diri sendiri? Membangun kesadaran baru?
Ah, saya terlampau mengambil hati setiap persoalan. Sentimentil. Hanya karena Yohanes Pemandi didengar dan sari pikir bernas Socrates direkam dalam tulisan oleh Plato dan mengubah orang, lalu berharap suara-suara masa kini juga berakibat sama: Kesadaran Baru. Hmmm… saya sentimentil. Mungkin baik kalau musik pengiring ketika menulis ini adalah lagu-lagu Obbie Mesakh yang mendayu-dayu itu. Saya ingin sekali mendengar Obbie Mesakh dan mencoba mencari jawaban mengapa lagu-lagunya sempat dilarang diperdengarkan pada suatu masa.
Mungkinkah ini penghubungnya?
Suara yang dikeluarkan oleh siapa pun yang ingin membangun kesadaran baru sesungguhnya ditujukan untuk didengar oleh orang-orang di sekitarnya. Ya, didengar. Artinya, haruslah ada pihak lain yang mendengar. Jika tidak, maka suara-suara sedemikian baiknya hanya akan dibawa angin menampar tebing dan kembali menjadi gema, lalu tidak terjadi apa-apa.
Orang-orang yang dipermandikan di sungai Yordan, mestilah mendengar apa yang dikatakan pemuda yang berseru-seru itu. Plato pasti mendengar Socrates sebelum menulis sari pikirnya. Demikian kira-kira kesadaran baru tidak dibangun satu arah tetapi dua. Ada suara yang bicara dan ada telinga yang mendengar.
Inikah yang saya simpulkan: bahwa tak banyak kesadaran baru yang muncul meski telah sangat banyak suara-suara mewartakan kebaikan saat ini? Entahlah… Tetapi baik sekali rasanya ketika ada yang bicara, ada yang mendengar.
Mungkin sekarang memang tidak banyak yang mau mendengar. Bertelinga tapi tak mendengar. Tetapi mungkin juga karena hampir semua orang mau bicara. Terlalu banyak suara, yang mana yang mau didengar?
Baca juga: FF100K Karina – Kenangan
Saya tidak jadi mendengar Obbie Mesakh. Saya mendengar The Beatles. Let It Be judul lagunya, tentang ketika dalam masalah, dia mendengar Bunda Maria bilang: Let It Be. Lagu yang baik. Baik sekali pula rasanya ketika sesekali mendengar saja dan tidak ikut bernyanyi, meski saya tahu lagu itu.
Persis seperti bukunya pa armin. telinga. dengar. cermati. amalkan.. 🙂
Hahahaha… berarti ini artikel ini sekalian dengan promosi buku e hahaha