bungkus pakai koran bekas artikel ranalino armin bell

Bungkus Pakai Koran Bekas

Di Ruteng, masih adakah yang membungkus belanjaan kita pakai koran bekas? Itu baik sekali. Sebelum kita sampai ke bioplastik.


Ruteng, 6 Januari 2023

Sudah beberapa kali saya ke klinik kesehatan milik teman baik saya. Gangguan kesehatan pada peralihan musim seperti ini berhasil bikin kita tir bisa pura-pura jago. Ke dokter adalah jalan terbaik atau kau mendekam lebih lama di kamar tidurmu yang semakin hari semakin bau keringat.

Tetapi tanpa gangguan kesehatan yang serius pun, saya sesekali ke sana. Memeriksakan diri. Apakah jantung yang berdebar lebih kencang itu gejala penyakit jantung atau hanya karena belum gajian, saya pernah ke sana, memintanya untuk rekam sa punya jantung. Dia tertawa tetapi melakukannya juga. Barangkali sadar bahwa temannya ini sudah di atas empat puluh, sesekali perlu ditenangkan dengan menunjukkan hasil daripada sekadar memberi motivasi—seperti yang biasanya kita lakukan pada anak-anak dan remaja. Pada usia di atas empat puluh tahun, ada hidup baru yang kau nikmati. Hidup yang agak berbeda dari sebelum empat puluh. Life begins at 40 yang biasa orang-orang bilang itu, mungkin salah satunya berarti bahwa gejala-gejala penyakit akan lebih mudah terasa.

Jantung saya baik-baik saja rekamannya. Garis-garisnya tegas, berirama baik, saya senang, lalu minta obat untuk hal-hal sakit yang lain. Macam-macam. Alergi, asam lambung (kapan tamsil naik?), menjaga ginjal, menjaga hati agar tetap setia halaaaah… Pokoknya begitu.

Petugas klinik di bagian farmasi membaca resep dari teman saya itu—hurufnya jelas tapi tetap saja tidak bisa saya baca karena istilah-istilah medis tidak seramah judul-judul serial favorit saya—lalu membungkuskan obat-obat lengkap dengan keterangan frekuensi minum, waktu minum, dan hal-hal lain; disampaikan dengan jernih. Berapa saya bayar? Tidak ada. Saya sudah jadi anggota BPJS Kesehatan dan dr. Marianus Ronald Susilo, demikian nama teman saya itu, adalah Dokter BPJS saya. Tempat praktiknya adalah sebuah klinik besar di Ruteng, Klinik Mahardika dan Apotek Wae Laku. Lantai dua gedung klinik tiga lantai ini adalah ruangan kami: Yayasan Klub Buku Petra.

Baca juga: SpongeBob dan Patrick Membuat Kita Tertawa Bodoh

Oh, iya. Kita sudah sampai di ‘membungkuskan obat-obat’ tadi to? Obat-obat itu dibungkus pakai potongan koran bekas. Ya. Bungkus pakai potongan koran bekas. Setiap kali menerima obat-obat itu, saya selalu merasa senang. Sangat senang. Tidak pakai kresek, bungkusan plastik, atau hal-hal lain yang mengganggu lingkungan. Kenapa saya senang? Karena saya tinggal di Ruteng.

Ruteng dan Sampah-Sampah Plastik

Kota ini masih bergumul dengan persoalan sampah. Yang terbanyak di antaranya, saya kira, adalah plastik bungkusan belanjaan (kresek) dari yang terkecil sampai yang terbesar. Masih banyak kios-kios kecil yang membungkuskan belanjaan mie instan sebungkus dengan kresek kecil. Maaan… Itu mie instan kan kau bisa pegang santai saja to? Tetapi begitulah. Bikin sedih sebab kau telah tahu bahwa bungkusan mie dan plastik pembungkusnya akan berakhir di tempat sampah atau di halaman tetangga tanpa pernah mendapat fungsi baru yang lain; tidak mengalami reuse.

Kasus belanjaan sebungkus mie instan yang dibungkus kresek kecil itu baru sebagian kecil dari ribuan hal tentang plastik di kota Ruteng tercinta ini. Yang lain adalah tentang botol air minum.

BACA JUGA
Koor Misa yang Selalu Bikin Saya Iri dan Merasa Kecil di Kursi Umat

Hissssh… tir bisa beli aqua saja ka? Beberapa teman saya bilang begitu setiap kali lihat saya bawa tumbler ke mana-mana. Mereka barangkali melihat usaha membawa botol air minum sendiri itu sebagai bagian dari mengetatkan ikat pinggang pada tahun-tahun sulit seperti sekarang ini. Penglihatan yang tentu saja benar di satu sisi, tetapi agak luput pada sisi yang lain. Keputusan tidak sering-sering membeli air mineral kemasan (kami masih senang menyebutnya aqua—dan di Ruteng ada aqua ruteng, aqua aedes, aqua alfamart, aqua menara, aqua aqua, dll.) tentu saja menyelamatkan ekonomi saya. Tetapi saya kira, yang jauh lebih penting yang dipikirkan oleh ‘pasukan tumbler’ macam kami ini bukan satu-satunya tentang penghematan. Ada hal lain yang lebih besar dari kebiasaan menghemat uang kecil itu: mengurangi jumlah sampah plastik (reduce). Apalagi kalau kami bukan penggemar recycle.

Baca juga: Cara Menonton Lomba Cerdas Cermat

Hanya saja, di Ruteng, hal-hal demikian belum jadi percakapan bersama. Kami masih senang bercakap-cakap tentang peran pemerintah dalam menyelamatkan lingkungan, lalu mengolok-olok usaha yang seringkali gagal itu, mengolok-oloknya sambil makan mie instan sebungkus dan minum air aqua ruteng. Dua-duanya dibeli di kios terdekat dalam rentang waktu yang berbeda, dibungkus pakai kresek hitam kecil, berarti ada dua kresek hitam kecil yang terbang ke halaman tetangga. Lalu kita lanjutkan percakapan sampai ke level terpenting: omong orang pemerenta pu nama. Lupa bahwa botol air mineral kemasan, bungkusan mie, dan kresek pembungkusnya turut berkontribusi pada jumlah sampah plastik di Indonesia yang mencapai 64 juta ton tahun 2022 kemarin. Angka yang melanjutkan catatan beberapa tahun sebelumnya: Indonesia masuk urutan kedua penyumbang sampah plastik sejagat pada tahun 2019 dengan 3,21 Juta metrik ton/tahun. Urutan pertama China dengan 8,81 juta metrik ton/tahun.

BACA JUGA
KSP Kopdit Mawar Moe Tetap Sehat di Tengah Pandemi

Masalah yang muncul ketika membaca angka-angka yang besar seperti itu adalah kencenderungan kita melupakan fakta paling sederhana yang sudah dirangkum dalam peribahasa: sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit; kita ikut menyumbang, guys! See? Semoga kita tidak memerlukan informasi tambahan via tulisan ini tentang mengapa sampah plastik itu berbahaya. Sudah tersedia ceritanya di mana-mana. Membacanya membuat siapa saja bisa bersedih. Saya mengalaminya beberapa kali.

Karena itulah saya senang setiap kali berkunjung ke klinik teman saya itu, mendapat obat yang dibungkus pakai potongan koran bekas. Koran bekas itu telah menjalankan tiga kontribusi sekaligus untuk lingkungan hidup: reuse, reduce, recycle. Koran bekas yang berjasa, meski tentu saja sesekali (atau sering?) dianggap remeh: issshhh… ini klinik besar, macam tirada uang skali untuk beli plastik bungkus obat.

Saya tidak tahu apakah klinik itu akan tetap memakai pilihan potongan koran bekas atau suatu saat akan berganti ke plastik. Waktu akan menampilkan jawabannya. Tetapi misalkan demikian, saya berharap mereka akan memikirkan penggunaan bioplastik jika telah tiba waktunya, ketika semua perusahaan penerbitan koran bangkrut sebangkrut bangkrutnya. Bioplastik adalah suatu jenis plastik ramah lingkungan, dapat terurai oleh mikroorganisme serta seluruh komponennya terbuat dari bahan baku yang dapat diperbaharui.

Oh, iya. Tulisan ini barangkali semakin mirip dengan kampanye lingkungan hidup. Oh, tidak! Ini hanya cerita santai semata. Barangkali meneruskan beberapa semangat yang pernah kami lakukan sebelumnya:

Tahun 2019, kami di Komunitas Saeh Go Lino memproduksi Kalender 2020 yang kami sebut Kalender untuk Bumi dengan tema Stuck in Plastic, sebuah usaha mengingatkan pembeli kalender bahwa suatu saat plastik-plastik bisa membahayakan. Semua tentu saja tahu kenyataan itu. Tetapi kami berusaha mengingatkannya lagi, siapa tahu nanti bisa mempengaruhi niat mengurangi penggunaan plastik yang sulit didaur ulang. Masih bersama Saeh Go Lino, saya dan teman-teman di dalamnya sudah mulai mencoba membawa tumbler pada kegiatan bersama. 

Di Klub Buku Petra, pada setiap kegiatan Bincang Buku Petra, tak ada lagi gelar air minum kemasan. Semua yang datang harus bawa tumbler. Kalau lupa, kami siapkan air minum di galon besar dan gelas-gelas bersih.

Ketika Flores Writers Festival yang kedua digelar di Ende tahun 2022 silam, Yayasan Klub Buku Petra selaku penyelenggara, beruntung bertemu dengan komunitas yang baik di Ende. Penyedia konsumsi mengharamkan sampah: tidak ada nasi bungkus, tidak ada air minum kemasan, konsumsi disajikan prasmanan, ada piring-sendok-gelas-tusuk gigi (yang terakhir tentu saja tidak boleh mengalami takdir reuse tetapi terbuat dari bahan yang ramah lingkungan).

BACA JUGA
Tiga Langkah Mengatasi Patah Hati

Baca juga: Manfaat Dongeng Sebelum Tidur, Membantu Anak Memahami Perintah Sederhana

Karena itu, tulisan ini tidak perlu dibaca sebagai usaha kampanye lingkungan hidup. Kampanye, sekarang ini, bukanlah lebih bagus dilakukan dengan baliho. Kampanye tanam pohon, kurangi sampah plastik, dll., kalian lihat? Pakai plastik, kakak. Ckckckck.

Maksud saya begini. Saya benar-benar senang bahwa masih ada orang yang memikirkan perlunya mengurangi produksi sampah plastik. Membungkus obat-obat dengan potongan koran bekas adalah salah satunya. Membeli sesuatu yang kecil sambil bilang tidak perlu pake kresek pada pemilik kios adalah hal lainnya. Memungut sampah plastik di depan rumahmu, bisa jadi adalah satu bagian hebat untuk lingkungan kita. Tidak membiarkan plastik terbang ke halaman tetangga sudah bisa membuat kamu menghemat satu dosa hari itu.

Saya merindukan masa-masa saya yang dulu. Beli baju dan celana baru di Toko Sentosa. Bukan Sentosa Raya. Aci Sentosa, salah satu legend di kota ini sebab mampu menggunakan kalkulator sambil ngobrol dengan pelanggan dan memberi instruksi pada pegawai toko pada saat yang bersamaan dengan sama baiknya, akan membungkus belanjaan kita dengan potongan koran bekas. Hebat sekali. Koran bekas.

Hmmm… Bagi sebagian orang, terutama para pegiat literasi yang hebat-hebat itu, koran bekas barangkali punya nilai lebih: meningkatkan minat baca. Tetapi tidak. Saya tidak berminat membaca koran bekas. Koran bekas bisa dibuang sebab mudah didaur ulang. Untuk apa saya baca koran bekas kalau buku-buku bagus yang saya beli saja belum sempat saya baca? Haeeeh… Kenapa jadi begini lagi ini tulisan?

Pokoknya begitu. Tulisan ini hanya salah satu cerita yang menyenangkan saya di awal tahun. Ketika sedang semangat-semangatnya membuat resolusi; salah satunya adalah memelihara niat mengurangi produksi sampah dan menambah jumlah tulisan di blog ini. Mumpung lagi semangat. Kalau sudah tidak semangat lagi, kita bisa apa? Saya sering melihat yang seperti itu sehingga sudah menyiapkan diri untuk sesekali kecewa.

Saya pernah punya teman yang marah-marah ketika diajak minum kopi di warung cepat saji. Dia tidak suka sampah plastik dan warung cepat saji itu menyajikan kopi di gelas kertas dengan sedotan plastik. Dia benci sedotan itu. Dulu. Sekarang? Dia sering lupa bawa tumbler dan terpaksa beli aqua ruteng. Tidak apa-apa. Sesekali. Asal satu: jaga api semangatnya jangan sampai padam. Sepanjang dia menyala, sepanjang itu kau akan ingat: bumi ini memerlukanmu.

.

Salam dari Kedutul, Ruteng

Armin Bell

Bagikan ke:

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *