surat gembala uskup ruteng untuk pemilu 14 februari 2024

Surat Gembala Uskup Ruteng Menyongsong Pemilu 14 Februari 2024

Jelang Pemilu 14 Februari 2024, Uskup Ruteng Mgr. Siprianus Hormat menulis Surat Gembala, mengajak umat memilih dengan hati nurani yang jernih. Pilihlah pemimpin yang “baik dan mampu” …


Surat Gembala Uskup Ruteng Menyongsong Pemilu 14 Februari 2024

Para imam dan seluruh umat beriman yang dikasihi Tuhan!

Pesta demokrasi Pemilu pada tanggal 14 Februari 2024 telah berada di ambang pintu. Saat itu kita akan memilih Presiden dan Wakil Presiden, serta para Wakil Rakyat dari pusat sampai daerah yang menentukan nasib bangsa ini. Oleh sebab itu saya mengajak kita semua untuk berpartisipasi secara aktif, sesuai dengan hati nurani dalam Pemilu ini. Konsili Vatikan II (GS 5) mendorong kita menggunakan hak pilih secara bebas dan bertanggung jawab dalam memilihpemimpin bangsa yang berkomitmen terhadap kesejahteraan umum (bonum commune), dan bukannya kepentingan keluarga (bonum familiae), atau kesejahteraan kelompok sendiri saja.

Dewasa ini kita sedang mengalami situasi kehidupan bangsa yang tidak mudah, yang diwarnai oleh empat tantangan besar.

Pertama, kemiskinan masih meliliti kehidupan banyak orang (di Manggarai Raya 20,78% pada tahun 2022) dan kesulitan ekonomi yang dipicu oleh meningkatnya harga pangan. Program Bansos memang perlu untuk mereka yang sedang berada dalam situasi darurat (emergency), tetapi hal ini mesti dibarengi oleh program untuk meningkatkan kemandirian dan menciptakan kesempatan kerja bagi generasi muda. Tentu haruslah dihindari pula agar Bansos tidak dijadikan alat politik Pemilu oleh pihak tertentu.

Kedua, korupsi masih mewarnai kehidupan bangsa yang didukung oleh tergerusnya proses demokrasi. Indeks korupsi Indonesia menurut Lembaga Transparensi Internasional meningkat dan berada di peringkat 110 dunia pada tahun 2022. Sementara itu ada kesan bahwa tindakan hukum terhadap korupsi berciri “tebang pilih”. Ironisnya justru tidak sedikit oknum penegak hukum yang terjerumus dalam penyalahgunaan wewenang dan perilaku korupsi. Bapa Suci Paus Fransiskus mengkritik keras korupsi dan menyebutnya sebagai “perilaku iblis”, karena orang menyembah uang dan melawan Allah sebagai sumber kebahagiaan sejati. Menurutnya, korupsi merupakan “wabah sosial terburuk”, karena orang mencari keuntungan pribadi dengan kedok melayani masyarakat (Sambutan dalam Konferensi Bisnis Katolik Internasional di Vatikan, tanggal 17 November 2016).

Ketiga, perubahan iklim yang menimbulkan pemanasan global yang dahsyat. Fenomena ini kita alami secara nyata dalam perubahan cuaca dan kekeringan yang berakibat pada “gagal tanam dan gagal panen” produksi pertanian dan perkebunan, sumber utama kehidupan masyarakat kita. Pemanasan global ini berdampak serius pada krisis pangan, krisis air, krisis energi, dan krisis kemanusiaan. Oleh karena itu Keuskupan Ruteng dalam tahun 2023 ini mengusung program pastoral Ekologi Integral HPS: Harmonis, Pedagogis, Sejahtera. Yaitu gerakan bersama dengan semua pihak untuk melestarikan ibu bumi dan merawat semua makhluk ciptaan.

BACA JUGA
10 Tipe Manusia yang Muncul Setelah Pesta Demokrasi Bernama Pemilu

Keempat, bonus demografi. Dalam tahun-tahun ke depan, kita mengalami peningkatan jumlah penduduk dengan usia kerja atau produktif (15-64 tahun) yang lebih banyak dari jumlah penduduk usia tidak produktif (lansia dan anak-anak). Kondisi ini dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi bangsa melalui pasokan tenaga kerja produktif. Peningkatan kuantitas ini tentu harus pula dibarengi oleh penguatan kualitas SDM, yang membutuhkan kapasitas kepemimpinan yang mumpuni.

Baca juga: Kita Punya Pesta Demokrasi, Tak Perlu Umbar Pujian atau Cari Muka

Bertolak dari konteks situasi bangsa di atas, saya mengajak kita semua untuk mencari dan menentukan pemimpin bangsa yang tepat dalam Pemilu yang akan datang. Kriteria-kriteria berikut yang bersumber dari Ajaran Sosial Gereja maupun falsafah negara Pancasila kiranya dapat mencerahkan dan menginspirasi kita semua dalam menentukan pilihan politik yang benar dan bijaksana. Gereja berwewenang dan terpanggil untuk membimbing umat-Nya dan semua orang yang berkehendak baik agar secara bebas dan dengan hati nuraninya dapat membuat putusan politik yang bertanggung jawab dalam terang nilai-nilai Injili (bdk. GS 43).

Pertama: Carilah pemimpin yang memiliki kemampuan dan integritas untuk menahkodai bangsa ini menuju kemakmuran, keadilan sosial dan solidaritas sosial bagi seluruh rakyat (Sila Kelima). Prinsip kesejahteraan umum (bonum commune) (GS 26) ini menolak praktik nepotisme, kolusi, dan korupsi (KKN). Kapabilitas kepemimpinan dan integritas moral calon pemimpin tersebut mesti “teruji dan terpuji” tidak hanya dalam visi-misi mereka ke depan, tetapi juga “terbukti” dalam rekam jejak kinerjanya di masa lampau.

Kedua: Ajaran Sosial Gereja menegaskan bahwa pribadi manusia adalah dasar dan tujuan semua kehidupan politik (GS 25). Seluruh dinamika kenegaraan bertujuan untuk mengembangkan dan menegakkan martabat dan harkat kemanusiaan setiap insan (Sila Kedua). Oleh itu, carilah pemimpin yang peduli dan berbelarasa terhadap sesama anak bangsa khususnya yang lemah dan rentan. Dan pilihlah calon “pemimpin kuat” yang dapat menegakkan HAM serta mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan bernegara.

BACA JUGA
Tahbisan Uskup Ruteng dan Betapa Kacaunya Perasaan Saya

Ketiga: Sejarah kelam bangsa dalam zaman Orde Baru dihantui oleh praktik penyalahgunaan kekuasaan, otoriter, rekayasa, dan kekerasan. Kita bersyukur atas fajar demokrasi yang terbit sejak era reformasi yang dimotori oleh para mahasiswa. Demokrasi berarti dinamika politik “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” yang mengandung unsur partisipasi dan tanggung jawab (CA 46). Oleh sebab itu, marilah kita memilih pemimpin yang sungguh lahir dari proses demokratis yang benar dan tepat, serta yang berkomitmen untuk menegakkan kedaulatan rakyat, etika dan demokrasi (Sila Keempat).

Keempat: Suatu bangsa pertama-tama merupakan kebersamaan kehidupan dan nilai, yang membentuk persekutuan rohani dan moral. Menurut Paus Yohanes XXIII, kehidupan bersama suatu bangsa adalah sebuah peristiwa spiritual (PIT AAS 55, 266). Maka politik harus menjamin warga untuk beriman dan beribadat menurut keyakinannya masing-masing serta menemukan Allah sebagai sumber kekuatan dan kebahagiaannya yang sejati (Sila Pertama). Karena itu carilah pemimpin yang beramanah dan beribadah, yang religius, toleran, dan inklusif. Sebaiknya hindarilah memilih pemimpin yang dalam rekam jejaknya memanfaatkan agama sebagai kendaraan politik kekuasaan belaka (politik identitas).

Kelima: Indonesia adalah sebuah lukisan bangsa magis mempesona karena dibentuk oleh mosaik-mosaik indah keunikan dan keragaman suku, adat istiadat, bahasa, dan agama. Kesatuan dalam keragaman yang saling menghargai dan melengkapi inilah yang menjamin kelanggengan dan kemakmuran bangsa dalam sejarah. Sosialitas manusia tidaklah seragam tetapi beragam. Kesejahteraan bersama ditentukan oleh kemajemukan yang sehat (KASG 151). Karena itu pilihlah calon yang paling mampu menegakkan empat pilar kebangsaan: NKRI, Bhineka Tunggal Ika, Pancasila, dan UUD 45 (Sila Ketiga).

Para imam dan umat beriman yang dikasihi Tuhan!

Marilah kita bersama-sama terlibat mensukseskan Pemilu yang jujur, adil, bebas, dan damai. Secara khusus, saya menugaskan para imam dan pimpinan umat di paroki, stasi, KBG, lembaga, dan komunitas untuk mencerahkan umat agar dapat berpartisipasi dan memilih sesuai etika politik Kristian dan prinsip Pancasila di atas. Para klerus hendaknya memberi bantuan spiritual dan moral kepada umat yang memilih calon yang berlaga dalam Pemilu (bdk. AA 25).

BACA JUGA
Jaga Kesadaran Anda di Sepanjang Tahun Politik

Baca juga: Aktivis juga Manusia, Mereka Berhak Tampil Sangat Lucu

Saya mengajak umat, khususnya kaum muda sebagai pemilih pemula, untuk memilih dengan hati nurani yang jernih. Pilihlah pemimpin yang “baik dan mampu”, serta tidak mudah terbuai oleh gimik politik yang membius dan menipu. Janganlah melupakan sejarah dan perhatikan secara cermat dan obyektif rekam jejak setiap calon.

Saya menghimbau para calon pemimpin bangsa dan calon anggota legislatif serta para pendukungnya untuk bertarung dalam Pemilu secara jujur dan ksatria, menolak cara hoaks dan manipulasi, melawan kekerasan serta menggelorakan semangat persaudaraan dan kebangsaan. Pemilu terjadi hanya sekali dalam lima tahun, tetapi kita semua adalah anak-anak Ibu Pertiwi Indonesia yang satu dan sama untuk selama-lamanya.

Tak lupa saya mengingatkan Penyelenggara Pemilu (KPU, PPS, Bawaslu), Pemerintah, TNI/Polri, Instansi HUkum dan aparat negara lainnya untuk menjalankan fungsinya dengan netral, jujur, dan bertanggung jawab.

Pemilu tahun ini bertepatan dengan hari Rabu Abu. Dalam rangka mendukung penyelenggaraan Pemilu, sekaligus pelaksanaan ibadat saya menetapkan bahwa perayaan Hari Rabu Abu diadakan pada hari Kamis (15 Februari) dari pagi sampai dengan sore hari. Sedangkan penerimaan abu di stasi-stasi boleh dilakukan pula pada hari Minggu tanggal 19 Februari 2024.

Akhirnya mari kita terus menjaga situasi tenang dan nyaman di wilayah kita menjelang Pemilu ini. Mari kita berdoa dan turut berjuang demi Pemilu yang Luber dan Jurdil. Ikutlah mengawasi seluruh proses Pemilu. Dan terimalah hasil Pemilu dengan sportif dan damai. Pemilu kali ini bertepatan dengan hari raya Valentine. Kiranya cinta kasih merangkul dan memeluk semua pihak yang bertarung, serta cinta kasuh pula yang senantiasa meresapi seluruh derap kehidupan politik bangsa kita selanjutnya. Omnia in Caritate. Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih (1 Kor 16:14).

surat gembala uskup ruteng —

Ruteng, 16 Januari 2024

Uskup Ruteng

Mgr. Siprianus Hormat

surat gembala uskup ruteng —

Foto: Dokumentasi Sie Humas dan Publikasi DPP Katedral Ruteng

Bagikan ke:

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *