Setahun Petra Book Club: 12 Buku Kami Baca

Klub buku adalah klub para pembaca buku. Di Ruteng ada klub buku. Di kota lain juga ada. Tetapi saya tinggal di Ruteng. Karena itu, kalau saya menulis tentang klub buku, itu pasti tentang Petra Book Club. Iya to? 

setahun petra book club 12 buku kami baca
Lemari Buku

Setahun Petra Book Club: 12 Buku Kami Baca

Petra Book Club itu klub buku di Ruteng. Astaga… ini informasi berulang, bukan? Maafken saya yang daripada menjelasken ini daripada dengan pengulangen. Halaaah… Kok malah ingat daripada Suharto ya? Apa karena saya ingin menulis tentang sejarah? Eh… tapi iya. 
Tulisan ini akan membahas buku apa saja yang kami baca setahun terakhir di Petra Book Club Ruteng, Manggarai. Tulisan ini dibuat saat ulang tahun kami yang pertama.
Setahun ini, dengan tenang kami membaca. Lalu setiap bulan menyempatkan diri berdiskusi, mengutak-atik alur, memberi komentar pada watak, menyesuaikan karakter dalam buku dengan diri sendiri–ini sepertinya paling sering (Halo, Ucique?), menulis komentar dan makan nasi goreng di LG Corner Ruteng atau nasi kotak di markas PMI Ruteng. 12 buku telah kami baca. Ini dia daftarnya.

Novel “Petra” – Yos Gerard Lema 

Sebagai buku pertama yang kami baca sebagai klub buku, kami berterima kasih pada novel ini yang telah memberi kami nama. Ketika membaca novel Petra (Southern Meteor), kami belum punya nama. Setelah membaca novel itu, klub buku kami bernama Petra Book Club. Nama yang sama hanya kebetulan belaka, tanpa kesamaan misi atau karakter. Novel ini ‘lucu’ karena menawarkan konsep yang ‘agak lain’. 
Kami semua tertawa ketika membahasnya meski tidak tahu mengapa tertawa. Mungkin karena kami baru menemukan novel sedemikian, mungkin juga karena Petra adalah gadis cantik yang menikmati dirinya pada ulang tahun 17 lalu masuk ke pusaran yang begitu hebatnya sampai menjadi presiden orang muda sedunia? Hmmm… Saya lupa berapa bintang yang kami berikan untuk novel ini, mungkin dua, atau satu, atau tiga? Maafkan saya atas ketidakcerdasan dokumentatif ini.

Novel “Maryam” – Okky Madasari

Buku ini diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, pemenang anugerah Khatulistiwa Literary Award 2012. Cerita tentang toleransi, sebuah reportase dari Mataram. Mataram adalah salah satu tempat paling penting di Indonesia jika kita bicara tentang Ahmadiyah. “Maryam” membahas konflik itu. Kami memberi bintang yang baik untuk karya penulis asal Jawa Timur ini. 
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Novel “Gadis Kretek” – Ratih Kumala 

Novel yang berkisah tentang persaingan perusahaan-perusahaan rokok besar (saya langsung mengingat perusahaan rokok Gudang Garam, Sampoerna, dan Djarum), adalah napak tilas pada kisah ekonomi negeri ini. Novel yang baik, ditulis dengan skema yang jelas dengan leraian yang lumayan mudah ditebak.

Novel (Biografi?) “Pengakuan Eks Parasit Lajang” – Ayu Utami

Ini adalah novel favorit saya. Mungkin karena semangatnya sama dengan semangat St. Agustinus penulis buku Confession. Ayu kami nobatkan sebagai penulis yang begitu baik melukiskan seksualitas dalam novel sampai saat ini. Ya… begitu baik! Bintang untuk karya dari penulis novel laris Saman ini banyak. Romo Ino Dangku menulis esai yang begitu hebat tentang novel pengakuan ini.

Novel “Semusim dan Semusim Lagi” – Andina Dwifatma

Sesungguhnya kami tidak mengerti novel ini ketika pertama kali membacanya. Kami baru mengerti ketika berdiskusi. Dokter Ronald yang malam itu bertugas sebagai komentator utama, bercerita begitu baik tentang gejala-gejala sakit jiwa yang ditampilkan Andina pada cerita ikan mas koki ini. Maka meski di awal dia hanya mendapat sedikit bintang, di akhir diskusi kami pulang dengan pikiran: novel ini ditulis dengan baik dan teliti.

Kumpulan Cerpen “Laki-laki Pemanggul Goni” – Budi Darma, dkk

Ini adalah buku kumpulan cerpen terbaik Kompas tahun 2012. Buku ini sekaligus sebagai bahan kami belajar tentang siapa yang berkuasa menentukan jalan cerita. Di cerpen Laki-Laki Pemanggul Goni, ambiguitas muncul dengan baik: siapa plotters? Dosen Sastra di STKIP St. Paulus Ruteng Marcelus Ungkang memaparkan ini dengan baik dalam diskusi dan kami mengerti mengapa cerpen Budi Darma ini menang.

Baca juga: Saya dan Panggung Kecil yang Manis

Cerpen favorit saya di Laki-laki Pemanggul Goni adalah “Mayat yang Mengambang di Danau”. Seno Gumira Ajidarma adalah salah satu cerpenis idola saya. Karena ini buku kumcer, bintangnya pun bervariasi.

Novel “Surat Panjang tentang Jarak Kita yang Jutaan Tahun Cahaya” – Dewi Kharisma Michellia

Adalah surat yang memang benar-benar panjang. Sebuah novel tanpa dialog dengan gaya bahasa yang baik meski bukan dengan cara bercerita yang istimewa. Pada diskusi novel ini kami belajar tentang: mengatakan (tell) dan menunjukkan (show). Beberapa teman menganggap buku ini terlampau ‘mengatakan’ dan oleh karenanya menjadi lupa ‘menunjukkan’. Novel ini adalah salah satu pemenang unggulan pada lomba menulis novel yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta.

Novel “Pulang” – Leila S. Chudori

Novel yang begitu menarik, menyenangkan, istimewa, dan melawan lupa. Sebuah reportase sejarah yang ditulis dengan riset yang baik. “Pulang” mendapat banyak bintang. Mungkin karena pembaca di Petra Book Club Ruteng cukup akrab dengan kisah 98 dan mau lebih banyak mengenal kisah 65. Ini adalah pemenang Khatulistiwa Literary Award 2013. 

Di sini kami mengenal tentang perubahan besar di Prancis dan Eropa tahun 60-an dari Romo dr. Ino Sutam yang baru pulang belajar dari Universitas Sorbonne, tempat yang juga menjadi salah satu latar pada novel tersebut. Diskusi menjadi begitu menyenangkan.

Novel “Amba” – Laksmi Pamuntjak

Novel hebat. Juara di hati kami ketika itu. Juga adalah salah satu buku dalam bingkai melawan lupa. Kami mengenal Pulau Buru dan cerita-cerita istimewa di sana. Romo Beben Gaguk, penulis naskah teater, menulis esai untuk novel ini dan memberi bintang yang bagus. Pada diskusi ini, kami mengenal bahwa teks berarti tenunan. Laksmi menenun dengan begitu nikmat bersama “Amba”.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Novel “Kei” – Erni Aladjai

Ucique protes karena bertugas menulis esai di novel ini. Mungkin karena dibahas setelah “Pulang” dan “Amba”, cerita di Kei terasa tidak cukup istimewa. Kami bertanya-tanya mengapa bisa menjadi salah satu pemenang di sebuah iven besar? Sekali lagi, mungkin karena waktu pembahasannya yang tidak tepat. Novel ini pada dasarnya baik, terutama karena semangat melawan lupa yang hadir di sana. Penulisnya masih muda dan akan berkuasa atas lahirnya novel-novel hebat lainnya.

Novel “Ronggeng Dukuh Paruk” – Ahmad Tohari

Sebuah novel hebat lainnya. Saya sudah membacanya bertahun-tahun silam dan membacanya lagi untuk diskusi di Petra Book Club Ruteng dan tetap merasa istimewa ketika membacanya. Ya, kami merasa istimewa karena boleh membaca buku yang sempat disensor ketat pada masa orde baru.

Baca juga: Aku Ingin Mencintamu dengan Benar

Semua anggota sepakat memberi lima bintang atau angka sempurna untuk kisah Srintil dan Rasus ini. Sebuah percintaan di tengah gemuruh PKI, Lekra dan kampung yang dibangun oleh preman. Ahmad Tohari, kau hebat! Yoan Lambo dan dr. Fransiska Widyawati menulis esai yang bagussss.

Novel “Mawar Padang Ara” – Otto J. Gaut

Kami menghormati novel ini karena penulisnya adalah orang Manggarai dan yang ditulisnya adalah kisah Manggarai masa lalu. Dengan sangat baik. Kami tidak sedang membaca sejarah, kami membaca kisah. Buku ini begitu menarik.

Kisah tentang Lembor di tahun 60-an, tentang Pastor, tentang istri seorang guru, tentang hukum alam dan begitu banyak hal. Sebagai pemenang sebuah sayembara, novel ini memang hebat. Empat dan lima bintang kami berikan. Semoga Otto J. Gaut beristirahat dalam damai.

Baca juga: Lima Puisi Pohon

Dua belas novel di atas telah kami baca setahun terakhir. Juni 2014 ini adalah perayaan setahun Petra Book Club. Kami akan menggelar acara syukuran sederhana di Markas PMI Kabupaten Manggarai tempat kami mulai berdiskusi pertama kali 27 Juni mendatang. 

Saya akan membaca cerpen saya: “Hujan Satu Oktober” (belum pernah dipublikasikan), Celus akan membaca puisi, Dokter Ronald akan membaca esai tentang novel “Meredam Dendam” karya Gerson Poyk yang adalah buku ke-13 di Petra Book Club dan Rm. Ino Dangku akan membaca esai tentang Petra Book Club, dan teman-teman lain, seperti biasa akan selalu hadir dengan komentar-komentar hebat.

Seekor babi panggang telah siap dan kami akan mendapat kaos Petra Book Club pertama kami. Selamat ulang tahun Petra Book Club Ruteng. Setahun ini menyenangkan!

Salam
Armin Bell
Ruteng, Flores

Kemarin saya ulang tahun!