Saya dan Panggung Kecil yang Manis
Godaan untuk menulis tentang diri sendiri secara berlebihan adalah sesuatu yang harus dilawan. Tidak baik rasanya jika kita bercerita tentang apa saja yang sudah kita lakukan. Karena itu, sepanjang menulis catatan ini saya berjuang keras untuk tidak terpeleset ke dalam godaan membanggakan diri. Tetapi namanya juga perjuangan, kadang tidak berhasil. Hidup kadang sesulit itu.
Btw, ini hanya usaha dokumentasi personal. Bahwa saya ternyata pernah melakukan beberapa hal kecil di dunia yang sangat saya hormati: kesenian. Mari…!
Yang saya bilang panggung adalah kesenian, dan yang saya bilang kecil dan manis adalah karena ada dan digelar di dekat tempat saya tinggal. Saya pernah beberapa kali terlibat dan akan dengan senang hati untuk senantiasa terlibat. Ini menyenangkan. Asli!
Ceritanya, setelah sibuk merancang rencana pementasan teater “Rahasia Pengakuan” di mana saya menjadi sutradaranya. Saya lalu mengenang, “Mengapa saya ‘bermain’ di dunia pentas ini?” Lalu hadirlah mereka. Rekaman-rekaman peristiwa itu. Tentang saya dan panggung kecil yang manis. Saya ceritakan lagi berdasarkan urutan waktu maju.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); |
Aktus Natal: Kelahiran Yesus
Saya masih sekolah di SDK Pateng, Kecamatan Macang Pacar, Kabupaten Manggarai Barat. Saya lupa persisnya tentang di kelas berapa saya duduk ketika itu. Mudika (sekarang OMK) Stasi Pusat Paroki menyiapkan diri untuk pementasan Aktus Natal. Tentang kelahiran Yesus. Sutradaranya itu adalah seorang frater bernama Mikhael Ambon. Sekarang menjalankan Fidei Press Jakarta. Dan saya terpilih sebagai salah seorang pemainnya. Armin kecil kebagian peran salah seorang anak yang ikut menyambut kelahiran Yesus.
Baca juga: Menulis Kisah tentang MamaSaya membawa bola. Dilenting-lentingkan di depan kandang Yesus dan bilang: Oh Yesus bayi mungil dan manisku… bla bla bla… Dialog saya cukup panjang dan berhasil dihafal dengan baik. Kami pentas di Malam Natal sebagai pengganti kotbah di panggung suci bernama Altar/Panti Imam. Saya pikir, saya mencintai dunia panggung sejak saat itu.
Fragmen
Pada usia SMP dan SMA, saya tidak banyak bermain. Mungkin karena ketika itu, dunia pentas tidak terlalu berkembang atau jauh di luar jangkauan saya. Ketika SMA, saya hanya anak kampung yang sekolah di kota dan agak sulit bersaing. Saya juga terlampau menikmati pujaan sebagai striker hebat. Sepak bola adalah dunia saya di usia itu. Goooollll… lalu saya berlari, mengacungkan jari telunjuk ke atas merayakan gol-gol hebat yang saya buat. Tetapi beberapa kali tetap menyempatkan diri membantu teman-teman pada drama kelas atau kelompok. Fragmen. Kisah yang pendek. Saya suka!
Drama KMK
Ketika kuliah di Universitas Merdeka Malang, saya bergabung dan sangat aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Katolik KMK St. Ignatius Loyola. Saat itu saya mulai senang menulis cerpen, puisi dan bersama teman-teman menyiapkan pentasan-pentasan kecil, entah itu drama, fragmen, musikalisasi puisi, dramatisasi puisi, dan lain sebagainya. Kesibukan kuliah dan menjadi penyiar radio MAS FM Malang saya siasati dengan cukup baik. Beruntung mengenal dosen serta memiliki teman kerja yang baik.
Saya ingat, pada suatu kesempatan saya terlibat pada dramatisasi puisi Romo Shindunata saat peluncuran buku puisinya di Toga Mas Malang. Ah, saya ingat Panca, SirJones Lobo, Silvester ‘Jabrique’ Ln, Jambronk, Bang O’ Kico dan lain-lain. Peran saya kecil. Pembuat bunyi, main gitar, talinya putus saat pentas, saya menikmati.
Teater: Potret Hitam Putih
Pulanglah saya ke Ruteng setelah kuliah selesai. Bertemulah saya dengan Romo Edy Menory, Pr seorang penulis naskah teater, dan penyair. Saya diajak untuk terlibat dalam pentas teater dalam rangka Pesta Emas Seminari Pius XII Kisol. Jefrin Haryanto, lulusan ISI Jogjakarta menjadi sutradara.
Saya jauh dari peran utama. Aktor teater senior bernama Honor Domitianus a.k.a Sian Warut yang mendapatkannya, bersama sahabat baik saya Erick ‘Ujack’ Demang. Saya kebagian peran pembantu; maksudnya benar-benar sebagai pembantu. Pembantu seorang pastor yang jadi sorotan utama di cerita itu.
Kami tampil di hadapan alumni seminari di Aula Seminari Kisol, tempat saya rekreasi ketika bersekolah di sana. Ini panggung dengan penonton terbanyak pertama yang saya mainkan selain umat di Gereja St. Markus Pateng ketika saya bermain di aktus Natal. Sukses. Saya terkenal. Bukan karena akting sepertinya, tetapi karena rambut saya saat itu lebih besar dari Ahmad Albar. Dari sinilah kemudian lahir Komunitas Seni Le Gejur Ruteng.
Menjadi Yesus
Saya pernah menjadi Yesus. Tahun 2009. Paskah. OMK Lumen Gratiae membuat terobosan pada drama Jalan Salib. Perhentian 11 dan 12 diganti dengan naskah yang
nyeleneh. Yesus diwawancarai di Televisi tentang sepak terjangnya. Ketika
talkshow berlangsung, para serdadu menyeret saya keluar dari studio saat saya sedang menjawab pertanyaan
live seorang ibu; seorang penggemar Yesus.
Baca juga: Balada Jalan Salib Maria
Naskah ini ditulis oleh Mantovanny Tapung, salah seorang penulis buku naskah drama berjudul “Pastoral Panggung. Orang-orang menangis. Entah karena kisah jalan salibnya atau karena saya bermain bagus? Saya pilih yang pertama saja.
Opera: Ora The Living Legend
Ivan Nestorman menelefon dari Jakarta. Musisi besar ini akan menjadi bagian dari perayaan puncak Sail Komodo 2013 di
Labuan Bajo dan saya diajak terlibat menyiapkan teater. Naskah sudah ditulis oleh Kae Ivan. Ini adalah kesempatan pertama saya menjadi sutradara. Pentasannya sukses, di hadapan presiden dan orang-orang hebat lainnya. Kisahnya saya tulis di:
Ora The Living Legend di Sail Komodo 2013. Selain menata lakon, saya juga ikut main. Hanya muncul semenit di panggung lalu keluar. Saya benar-benar menikmati ini. Sungguh!
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); |
Opera: Wajah Pertiwi
Dalam rangka HUT Sumpah Pemuda tahun 2013, saya diminta menyutradarai seniman-seniman muda Ruteng yang bergabung di OMK Lumen Gratiae Katedral Ruteng dalam pentasan “Opera Wajah Pertiwi” di Lapangan Motang Rua Ruteng. Kali kedua menjadi sutradara, saya berdebar-debar. Beruntung saya dibantu oleh koreografer Febry ‘Djiboel’ Djenadut. Dia sepupu saya dan hebat. Naskahnya ditulis oleh Rm. Beben Gaguk, Pr penulis lain di buku kumpulan naskah drama “Pastoral Panggung”.
Film Pendek: Sejoli Lilin Putih
Bersama videografer Frans Joseph a.k.a Kaka Ited, saya menggarap film pendek berjudul “Sejoli Lilin Putih”. Sebenarnya ini adalah naskah teater. Tetapi saya dan Ited nekat menjadikannya dalam bahasa gambar gerak. Diputar di Gereja Katedral Ruteng pada malam Natal, proyek bersama (lagi-lagi) OMK Lumen Gratiae Katedral Ruteng ini berjalan baik. Saya belajar banyak sekali pada kegiatan ini. Menjadi sutradara film pendek itu sulit!
Teater: Rahasia Pengakuan
Saya jadi sutradara lagi. Peran-peran seperti berlari meninggalkan saya
hiks. Tak ada masalah. Saya suka. Naskah teater ini (sekali lagi) ditulis oleh Rm. Edy Menory, Pr. Dan akan kami pentaskan saat Minggu Palma 2014 nanti. Tentang dilema pastor pada janji imamatnya, tentang umat yang senang bergosip, tentang kita.
Saya suka naskah ini sejak pertama kali melihat pementasan sebelumnya oleh siswa Seminari Kisol di Ciptaria Ruteng (sekarang MCC) beberapa tahun silam. Menyutradarainya adalah langkah besar.
Sampai di sini sadarlah saya bahwa saya dan panggung kecil yang manis adalah sesuatu yang manis. Hari ini saya narsis. Sudahlah. Ini jurnal. Itu saja.
Jurnal yg narsis ini memang sdh lama.. tp sukses bikin saya merasa muda.. saya jg pernah cinta skl dg seni macam Om punya pengalaman di atas.. memang sa tir pernah bisa jadi sutradara.. tp pernah jadi pemeran utama baik utk fragmen Om Jefrin maupun kelas berat Om Manto punya.. 'sesuatu' sekali buat saya..Salam sukses,Om…
Jurnal yg narsis ini memang sdh lama.. tp sukses bikin saya merasa muda.. saya jg pernah cinta skl dg seni macam Om punya pengalaman di atas.. memang sa tir pernah bisa jadi sutradara.. tp pernah jadi pemeran utama baik utk fragmen Om Jefrin maupun kelas berat Om Manto punya.. 'sesuatu' sekali buat saya..Salam sukses,Om…
Salam sukses juga. Tabe.