public speaking untuk semua bukan bakat dan usia blog armin bell

Public Speaking untuk Semua, Bukan Soal Bakat atau Usia

Public speaking untuk semua orang. Semua. Keterampilan ini tidak berhubungan dengan berbakat atau tidak berbakat.


Dalam setia kesempatan berbagi tentang public speaking, saya mengawalinya dengan pertanyaan-pertanyaan. Pembuka, biasanya tentang apakah pernah mendengar kata/frasa public speaking. Umumnya mendapat jawaban seragam: “Ya, pernah!”

Ketika pertanyaannya meningkat: jika telah pernah mendengar apa yang mereka ketahui tentang (definisi) public speaking, jawaban yang muncul menjadi beragam. Ada yang menyampaikan terjemahan seperti berbicara di depan umum, ada yang menyebut profesi atau jenis-jenis pekerja public speaking yang lazim dikenal, seperti: MC, penyiar radio, guru, dan lain-lain.

Saat-saat seperti itu saya pakai untuk menjelaskan gambaran umum public speaking, mulai dari pengertian, pelaku, tujuan, dan alur sampai pada hal pokok: public speaking bukan hanya perkara berbicara di depan umum, tetapi kegiatan/tata cara melakukan ‘bicara’ di depan umum, secara runtut dan terencana dengan tujuan tertentu.

Bagian selanjutnya adalah diskusi tentang siapa saja yang memerlukan keterampilan ini. Biasanya saya mulai dengan penggambaran tentang strategi penjualan (marketing strategic) yang dilakukan oleh para penjual: Tukang kayu yang memberi penjelasan tentang cara dan hasil pekerjaannya (jenis kayu, kebutuhan bahan, kemungkinan kerapuhan) akan selalu mudah mendapat pekerjaan dibanding tukang kayu lain yang mungkin mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik tetapi mengerjakannya dalam diam, berwajah selalu serius, sulit diajak berdiskusi.

Umumnya, peserta setuju dengan penggambaran itu.

Pertanyaan berikutnya adalah siapa saja yang memerlukan keterampilan/keahlian public speaking? Sampailah kami pada kesepakatan: semua orang membutuhkannya.

Baca juga: Menyelesaikan Hambatan Public Speaking

Jika demikian, mengapa tidak semua orang bisa melakukannya dengan baik? Beberapa orang yang saya temui bahkan merasa dirinya sebaiknya tidak melakukan kegiatan itu. Alasannya bermacam-macam. Tulisan ini akan menampilkan beberapa alasan yang paling sering didengar plus tips bagaimana sebaiknya mengatasi hambatan-hambatan personal.

BACA JUGA
Membaca Norwegian Wood, Mendengar Dongeng Murakami dan Kritiknya bagi Para Aktivis

Alasan Paling Sering Didengar Seputar Keengganan Belajar Public Speaking, Alasan yang Salah!

Tidak Berbakat

Kemampuan public speaking sering dianggap sebagai bakat. Padahal sesungguhnya dia adalah keterampilan. Keterampilan yang dibutuhkan semua orang. Pada situasi tertentu, ketika bakat tidak lagi dapat diandalkan untuk hidup, orang-orang harus mempelajari keterampilan lain.

Betul. Public Speaking adalah keterampilan. Dan keterampilan adalah sesuatu yang dipelajari, bukan hadiah. Bahwa modal bakat mungkin dibutuhkan, tetapi tanpa niat mempelajarinya dengan lebih baik, bakat itu mati. Saya percaya bahwa keterampilan public speaking tidak berhubungan dengan bakat. Dia mirip dengan kemampuan menulis. Harus dipelajari. Setiap hari.

Tidak Bisa Tampil di Depan Umum, Tidak Percaya Diri, Malu

Siapakah yang langsung bisa? Tak seorang pun. Kecuali dia memiliki karunia khusus. Jumlah orang dengan karunia khusus seperti itu di bumi ini dapat dihitung dengan jari.

Agar bisa tampil di depan umum, seseorang harus berlatih. Mulailah dari panggung-panggung kecil. Rumah, sekolah, kelompok diskusi. Tidak ada pelaku public speaking yang memulai kegiatannya langsung di hadapan ribuan orang. Kata umum yang umumnya dipandang sebagai lebih dari lima puluh orang, harus diturunkan menjadi dua atau tiga orang. Mulailah dari sana.

Merasa Sering “Hilang” Saat Tampil

Kata hilang sengaja ditulis dalam tanda kutip untuk menjelaskan tentang situasi blank/blocked atau kosong. Ya! Banyak yang merasakannya. Tiba-tiba saja alur pikir terputus, tidak tahu/menyadari sedang berada di mana, berbicara/melakukan apa.

Bagaimana situasi tersebut muncul dan terjadi cukup sering, umumnya disebabkan oleh faktor persiapan dan latihan. Bukan bakat. “Saya ada bakat blank sepertinya.” Sungguh? Kenapa kita cenderung bergantung pada bakat?

Faktor Usia

Ada yang menganggap dirinya terlalu muda atau terlalu tua untuk belajar tentang public speaking. Please, Dude! Tidak ada batasan usia untuk mempelajari keterampilan tertentu. Termasuk public speaking.

Memulainya di usia dini malah sangat baik untuk pembentukan kepercayaan diri seseorang. Usia tua? Seberapa tua kita sampai tidak lagi membutuhkan kemampuan berbicara di depan umum? Ada caleg yang usianya di atas tujuh puluh tahun. Dia membutuhkan keterampilan public speaking dan bisa mulai belajar saat itu juga.

BACA JUGA
Mengenal Tiga V, Komponen-Komponen Penting dalam Public Speaking

Tidak Tahu Caranya

Yaa… elaaaah… Belajar, Om. Hanya itu jawaban yang tepat untuk orang-orang yang merasa tidak tahu bagaimana melakukan sesuatu.

Saya kira begitu. Bahwa, kemampuan public speaking tidak pernah berhubungan dengan bakat, usia, dan hal-hal lainnya yang lama kelamaan tampak semakin mirip dengan mitos. Mulailah menyadari bahwa keterampilan public speaking untuk semua orang. Bukan caleg saja. Eh? Atau mau jadi caleg? Belajar public speaking, yuk. Biar tidak gagap saat menjelaskan visi dan misi. Jangan sampai, misi masih sering dihubungkan dengan aksi para misionaris Eropa ketika membawa Gereja Katolik ke Manggarai. Ada yang begitu.

14 September 2018

Salam dari Kedutul, Ruteng

Armin Bell

 

Bagikan ke:

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *