Tidak ada yang menyangkal bahwa Ahmad Tohari adalah tokoh penting sastra Indonesia. Produktivitasnya sangat mengagumkan. Ratusan cerpen dihasilkan dan novel-novelnya beredar luas. Karyanya yang paling penting adalah Ronggeng Dukuh Paruk.
Yoan Veliska Lambo |
Seksualitas Ronggeng Dukuh Paruk Ahmad Tohari
Seksualitas Sebagai Kepercayaan, Kebudayaan, dan Aturan Hidup
Oleh: Yoan Veliska Lambo
Kiblatnya adalah Ki Sacamenggala, sesepuh pendiri Dusun Dukuh Paruk. Mereka memuja dengan melakukan persembahan sesaji di makam sang leluhur. Konon, Ki Sacamenggala pulalah yang memberikan wasiat agar budaya ronggeng tetap lestari di Dukuh Paruk.
Ronggeng adalah penari dan penembang tradisional yang tidak hanya menarik bayaran tinggu untuk pentasnya tetapi juga untuk jasa seksualnya. Untuk menjadi ronggeng pun seorang gadis harus diyakini telah dimasuki roh indang ronggeng.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); |
Masyarakat yakin bahwa ronggeng dengan segala tetek bengeknya sudah menjadi budaya. Berbeda dengan status perempuan penghibur pada umumnya, ronggeng tidak menimbulkan kecemburuan perempuan Dukuh Paruk. Bahkan perempuan-perempuan itu berlomba-lomba memanjakan Srintil, Sang Ronggeng.
Makin lama seorang suami bertayub dengan ronggeng, makin bangga pula istrinya. Perempuan semacam ini puas karena diketahui umum bahwa suaminya seorang lelaki jantan; baik uang maupun birahi (bdk. hal. 39). Ada kebanggaan status sosial jika suaminya berhasil menggendak seorang ronggeng.
Saya tidak bisa membayangkan jika budaya seperti itu masih berlaku di masa sekarang. Atau jangan-jangan masih ada yang punya budaya seperti itu? Bahkan untuk para suami yang istrinya sedang hamil, orang-orang Dukuh Paruk akan berkata: “Jangan dulu ganggu istrimu, kalau ingin mintalah saja pada Srintil.” Saya tidak tahu, itu budaya atau masyarakatnya memang benar-benar bodoh.
Ronggeng sebagai kepercayaan dan budaya masyarakat membuat Sang Ronggeng memiliki dua status yaitu sebagai wanita suci pembawa mandat wasiat leluhur sekaligus sebagai wanita penghibur.
Saya sampai terkagum-kagum dengan bagaimana Ahmad Tohari bisa menggambarkan keadaan alam, cuaca dan suasana dengan sangat detail dalam kalimat yang bagus. Saya penasaran bagian mana dari Novel ini yang dulu disensor (ini tentang kalimat yang ditulis di cover belakang pada edisi baru novel ini), karena isinya masih wajar-wajar saja.
mantap oan….. 🙂
Terimakasih Ina 🙂