Manggarai itu gudangnya seniman. Sebut saja begitu. Setiap zaman akan diwakili oleh beberapa seniman hebat, setiap jenis juga demikian. Saya ingin mulai bercerita dari mereka yang bergerak di bidang musik.
Nestornation | Foto: FB Illo Djeer |
Seniman dari Manggarai
Saya dengan sesuka hati menerjemahkannya sebagai ini: Kalau ada yang tidak pernah selesai di muka bumi ini, maka salah satunya adalah seni/kesenian/karya seni.
Seniman masa kini sepertinya melihat bahwa lagu atau film atau karya seni lainnya akan semakin hebat jika digarap lagi dengan sentuhan yang baru. Karena ya, itu tadi. Seni sesungguhnya tidak pernah selesai.
Dalam sastra kita mengenal hipogram: unsur cerita (baik berupa ide, kalimat, ungkapan, peristiwa dan lain-lain), yang terdapat di dalam suatu teks sastra pendahulu yang kemudian dijadikan model, acuan, atau latar teks yang lahir kemudian (teks sastra yang dipengaruhinya).
Baca juga: Jika KPI Tidak Mampu Televisi Tidak Mau, Siapkan Sensor Pribadi
Dan sah pulalah hakekatnya ketika kita menjadi tidak sangat puas atau sebut saja kecewa ketika upaya daur ulang tidak berhasil mengalahkan pesona karya sebelumnya. Kita melihat banyak contoh untuk ini.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); |
Lalu gerangan apa hubungan ini semua dengan seniman dari Manggarai? Ada empat orang hebat dari yang bergerak di bidang musik yang saya tahu memiliki kemampuan daur ulang dan interpretasi yang luar biasa pada karya yang telah lahir bertahun-tahun sebelum mereka.
Ivan Nestorman
Lagu Kata itu adalah sebuah lagu balada tentang seorang perempuan bernama Katarina yang menderita sakit, meninggal dalam perjalanan ke tempat berobat. Ivan Nestorman meminjam notasinya dan ditempatkan pada lagu hebat yang sama sekali baru. Itu satu contoh.
Illo Djeer
Terakhir, dan saya dengar ratusan kali sepertinya, adalah instrumen Ya Hati Yesus Raja Cinta. Lagu ini diambil dari buku nyanyian Katolik: Madah Bakti No. 508. Begitu bagusnya aransemen itu sehingga setiap mendengarnya saya selalu ingat bahwa saya begitu berdosa telah menyakiti Yesus; ikutannya adalah memohon ampun.
Meski menurutnya dia mengambil notasi lama ketika mengaransemen lagu itu, sesungguhnya yang disajikannya pada lagu itu adalah sesuatu yang baru. Maka benarlah Leonardo da Vinci, seni hanya sejenak dilupakan. Dan tentu saja benar bahwa seniman yang mampu melihat apa yang dilupakan oleh seniman sebelumnya adalah orang hebat.
Lipooz
Yang lebih hebat lagi adalah kemampuannya membuat saya menikmati lagi lagu Doing Koe Ga (Dere Serani No. 1) dalam sajian yang berbeda. Ya, Lipooz memasukkan lagu itu dalam salah satu lagu ciptaannya. Sebut saja ini hipogram dalam musik. Sungguh perlu kemampuan hebat untuk melakukan hal-hal sedemikian. Dan Lipooz membuktikannya.
Ramlan ‘Ponggo’ Djebatu
Dengan sangat indah lagu itu dinyanyikan oleh istrinya sendiri, Vera Cangkung. Baik sekali lagu itu: Kasihanilah Kami Ya Tuhan, karena dikau Maha Rahim, Hapuskan salah dan dosa kami demi darah Putra-Mu. Jadikan hati kami suci dan sanubaripun berseri, agar bersorak-sorai lidah kami mewartakan kasih-Mu, Mea Culpa Mea Culpa, Ampong koe sala d’anak’m e...
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); |
Saat itu bersama Ujack Demang, Umeckzki Rebarakaz, Romo Edy Menory, Otwin Wisang, Yodi Dharma, Deddy Sardin, Reynold Ambuk, Yoan Joni dan beberapa teman bergabung dalam Komunitas Seni Le Gejur.
Vera yang kini jadi istrinya juga menjadi salah seorang penyanyi di album itu. Sampai saat ini, itu adalah album Natal favorit saya selain Ally McBeal: A Very Ally Christmas. Terima kasih untuk kae Erwin Nono dan Fansy Dhada, orang hebat di balik suksesnya proyek ini.
Baca juga: Gratitude Box: Mari Bergabung dalam 15 Langkah Mudah
Mereka menghargai penemu notasi awal dan sebagai wujud penghormatan tertinggi, mereka memberi tambahan pada karya lama sehingga menjadi sangat elok dan membuat kita tidak saja mendengarnya tetapi merasakannya. Mereka, empat seniman asal Manggarai ini sungguh paham bahwa seni memang kadang dilupakan, tetapi adalah tugas kita untuk membuatnya diingat kembali lalu berterimakasih.
Melalui kae Ivan Nestorman, kae Illo Djeer, Lipooz dan Ramlan, saya menghargai komponis besar Manggarai seperti Makarius Arus, Felix Edon, Daniel Anduk, Paskalis Baut Lalong Liba, Edy Ngambut dan lainnya; dan tentu saja para pencipta lagu Madah Bakti dan Dere Serani.
Lalu kita sampai pada orang kelima. Armin Bell… Seni itu tidak terbatas, tidak terbatas dengan nada satu sampai tujuh. Kata-kata yang berjubel dirangkai menjadi tulisan penuh tawa dan tangis. (Dipikiran saya, Pa Armin jadi panutan utama loh, btw)
Hahahaha…. kalo saya bukan seniman Rey, tapi seiman. Ya, kita sama-sama seiman hahahaha. Sepakat bahwa seni itu tidak terbatas. Bahkan tujuh nada bisa menghasilkan jutaan notasi kan? Abjad boleh terbatas tetapi kata-kata tidak hehehehe. Dan JANGAN jadikan saya panutan, karena saya tidak panutan apalagi kurapan atau kudisan hahahaha
Pa salah e… abjad itu lebih banyak.. 24. Tanda baca juga lebih bnyak dri tnda notasi… harusnya, tulisan lebih punya vriasi seni… Hahahahaha… ia deh ia deh… hahahahah
Hahahahaha…. sip sip sip…