Beberapa waktu lalu saya terpilih sebagai Ketua KBG. Apa itu?
Ruteng, 5 Mei 2019
KBG adalah akronim dari Komunitas Basis Gerejani. Dalam struktur atau hirarki Gereja Katolik, KBG merupakan kelompok kecil yang terdiri atas kurang lebih 30-an keluarga Katolik yang hidup berdampingan di satu tempat. Kegiatan di KBG itu macam-macam. Umumnya berhubungan dengan hal-hal gerejani. Juga terkait dengan kebersihan lingkungan, saling menolong saat kesusahan, bergembira bersama, doa bersama. Yang terakhir ini adalah hal yang menyenangkan. Doa bersama.
Di Manggarai namanya Ngaji Giliran. Beberapa orang menyebutnya Sembayang Gilir. Ada juga yang bilang Doa Giliran. Yang lain bilang Giliran saja. Terjadi pada bulan Mei dan Oktober, dua bulan dalam tradisi Gereja Katolik, di mana seluruh umatnya berdevosi kepada Bunda Maria; memuji kesuciannya, berdoa melalui perantaraannya.
Ngaji Giliran itu begini. Selama sebulan penuh (Mei dan Oktober), umat di satu KBG secara bergiliran mengunjungi rumah-rumah di KBG itu, mendaraskan peristiwa-peristiwa Rosario, lalu berbagi cerita. Tentang apa saja. Blog ini sudah menyajikan informasi lengkap tentang dua hal itu melalui tulisan Ucique Jehaun.
Simak dua catatan menari ini dengan penuh sukacita:
- Sembahyang Rosario di Manggarai: Peserta Terbanyak, Perempuan dan Anak-Anak
- Sembahyang Rosario di Manggarai: Rayakan Kunjungan Bunda dengan Kopi Manggarai
Tentang catatan “Menjadi Ketua KBG” ini, saya sebenarnya hanya sedang ingin berbagi cerita. Cerita tentang saya menjadi Ketua KBG.
Begini. KBG itu pasti punya ketua. Secara kebetulan, tahun 2018 kemarin, masa bakti kepengurusan yang lama sudah selesai. Anggota KBG kemudian berkumpul, memilih kepengurusan baru. Untuk masa kerja empat tahun berikutnya. Saya terpilih sebagai ketua. Padahal saya sebenarnya tidak tahu apa-apa soal hal-hal yang seharusnya menjadi tanggung jawab pengurus KBG. Btw, fyi, di Manggarai, KBG kerap dikenal dengan sebutan Kelompok. Saya adalah Ketua Kelompok. KBG kami bernama Santa Helena.
Anggota kelompok kami terdiri dari hampir empat puluh keluarga. Tepatnya, 37 KK. Artinya, di bulan Mei ini, kami akan secara bergiliran berdoa di 37 rumah itu. Apa yang kami doakan? Setiap malam, ada lima peristiwa rosario yang didaraskan. Ujudnya macam-macam. Mulai dari perdamaian dunia, kesehatan orang-orang beriman, sampai meningkatkan semangat kaum muda. Soal kaum muda inilah yang menarik.
Saya dipilih menjadi Ketua Kelompok karena dianggap cukup dekat dengan kaum muda. Kaum ini adalah yang agak sulit diajak bergabung di kegiatan-kegiatan kerohanian. Katanya begitu. Saya lalu diharapkan dapat ‘menyelesaikan kesulitan’ itu. Tugas yang berat. Lalu menjadi mudah. Karena beberapa anak muda di KBG St. Helena adalah anggota Saeh Go Lino.
Saeh Go Lino punya grup Whatsapp. Posisi itulah yang membuat saya menggunakan segala kuasa dan kewenangan sebagai anggota kelompok dan anggota paling tua di Saeh Go Lino. Memaksa Mozakk dan Sintus melalui WAG Flashmob untuk ikut Ngaji Giliran. Mereka datang. Saya senang. Senang sekali. Berapa banyak anak muda yang ikut Doa Giliran hari-hari terakhir ini?
Di Ruteng, juga mungkin di kampung-kampung, di berbagai tempat di mana Katolik adalah penduduk mayoritas, Ngaji Giliran hanya diikuti (umumnya) oleh orang-orang tua dan anak-anak. Generasi di antara keduanya yang bernama anak muda jarang sekali ikut hadir. Maka, ketika melihat Mozakk, Sintus, Muna, dan beberapa anak muda lainnya hadir di kegiatan sebulanan itu (meski pasti akan bolong-bolong), saya senang. Bahwa mereka akan segera bosan, itu urusan lain. Yang penting mereka hadir dulu. Biar tidak jadi gosip: “Ini anak-anak muda dorang bikini apa saja di rumah sampai mereka tidak mau ikut sembayang?”
Doa giliran ini umumnya hanya berlangsung selama satu jam. Kalau toh sampai dua jam, satu jam berikutnya adalah percakapan yang menyenangkan, kopi yang nikmat, dan kue yang enak.
Baca juga: Aktivis Juga Manusia, Mereka Berhak Tampil Sangat Lucu
Tetapi menjadi Ketua KBG tentu tidak semudah mengkoordinir kegiatan Ngaji Giliran selama Mei dan Oktober. Ada banyak tugas lain. Yang saya tidak tahu apa-apa tentangnya. Maka saya sering bertanya kepada orang-orang tua. Para sesepuh di kelompok. Ini bagaimana? Itu bagaimana? Kolekte kumpul di siapa? Dan lain sebagainya.
Sambil bertanya, saya berharap bahwa di setiap KBG di Manggarai ini, semakin banyak anak muda ikut Ngaji Giliran. Apa manfaatnya? Entahlah. Tapi mungkin yang paling mudah adalah bahwa kau tidak lagi dibebani dengan tugas ‘harus berdoa sebelum tidur’ karena di giliran selalu ada: Sembayang Malaaaam… Ya, Tuhanku dan Allahku, aku berlutut di hadapanmu dan bersembah sujud kepadamu … Malaikat Allaaaah, engkau yang diserahi oleh kemurahan Tuhan …
Mari!
–
Salam dari Kedutul, Ruteng
Armin Bell