Di Manggarai, setiap Mei dan Oktober, umat Katolik berkunjung dari rumah ke rumah. Setiap malam. Ngaji Giliran. Sembahyang Rosario. Pigi sembayang. Begitu kami bilang.
Oleh: Ucique Jehaun |
Sepanjang bulan Mei dan Oktober dalam setahun, umat Katolik secara khusus menghormati Maria. Seperti dikutip dari katolisitas.org, bulan Mei sering dikaitkan dengan permulaan kehidupan, karena pada bulan ini negara-negara empat musim mengalami musim semi atau musim kembang. Maka bulan ini dihubungkan dengan Bunda Maria, yang menjadi Hawa yang Baru.
Hawa sendiri artinya adalah ibu dari semua yang hidup, mother of all the living (Kej 3:20). Devosi mengkhususkan bulan Mei sebagai bulan Maria diperkenalkan sejak akhir abad ke 13. Namun praktik ini baru menjadi populer di kalangan para Jesuit di Roma pada sekitar tahun 1700-an, dan kemudian menyebar ke seluruh Gereja.
Sedangkan penentuan bulan Oktober sebagai bulan Rosario berkaitan dengan peristiwa yang terjadi tiga abad sebelumnya, yaitu ketika terjadi pertempuran di Lepanto pada tahun 1571. Kala itu, negara-negara Eropa diserang oleh kerajaan Ottoman yang menyerang agama Kristen. Menghadapi ancaman ini, Don Juan (John) dari Austria, komandan armada Katolik, berdoa Rosario memohon pertolongan Bunda Maria. Demikian juga, umat Katolik di seluruh Eropa berdoa Rosario untuk memohon bantuan Bunda Maria di dalam keadaan yang mendesak ini.
Pada tanggal 7 Oktober 1571, Paus Pius V bersama-sama dengan banyak umat beriman berdoa rosario di Basilika Santa Maria Maggiore. Sejak subuh sampai petang, Doa Rosario tidak berhenti didaraskan di Roma untuk mendoakan pertempuran di Lepanto. Walaupun nampaknya mustahil, namun pada akhirnya pasukan Katolik menang pada tanggal 7 Oktober.
Gereja Katolik di Manggarai (pada umumnya seluruh Flores) juga melaksanakan tradisi ini di setiap Komunitas Basis Gerejani atau KBG, dengan mengadakan doa rosario bersama setiap malam secara bergantian di setiap rumah keluarga angggota KBG. Entah sejak kapan tepatnya. Umat sering menyebutnya sebagai sembayang (dari sembahyang) rosario; ngaji giliran. Bagi saya doa Rosario adalah doa yang sangat merakyat, bukan hanya soal religius tapi sebagai ajang bersatunya umat Allah dalam devosi penghormatan kepada Ibu Maria. Ehm.., su macam renungan saja.
Baca juga: Natal di Ruteng, Tenda Kampung Cahaya dan Pohon Natal Media Sosial
Berikut serba-serbi sembahyang rosario atau ngaji giliran di Ruteng dan sekitarnya.
Waktu Sembahyang Rosario
Doa biasanya dimulai kira-kira pukul 18:30 sampai 19.00 Wita. Kecuali di KBG tertentu. Misalnya di kampung kami, di KBG Felisitas Mbeling, biasanya dimulai jam delapan atau jam sembilan malam, karena harus menunggu kehadiran umat yang rata-rata baru pulang dari ladang pada sore hari. Belum lagi “evening coffee” saat umat berdatangan. Sambil ngobrol santai.
Kalau diperhatikan, memang terdapat perbedaaan soal ketepatan waktu pelaksanaan doa rosario antara KBG di kampung dan di kota. Namun, itu tidak menjadi penghalang. Doa rosario terus berjalan.
KBG
Dalam setiap KBG atau Komunitas Basis Gerejani (dikenal juga dengan sebutan ‘kelompok’), rata-rata satu KBG terdiri dari 30 kepala keluarga yang tempat tinggalnya berdekatan. Ini ada hubungannya dengan waktu efektif 30 hari untuk berdoa selama bulan Mei dan Oktober. Jumlah KK bisa lebih atau kurang.
Kalau lebih, biasanya dalam semalam terdapat dua KK yang dikunjungi dengan pembagian peristiwa doa rosario di kedua rumah tersebut. Rumah pertama tiga peristiwa, rumah kedua dua peristiwa plus sembahyang malam. Kalau jumlahnya kurang dari 30, biasanya ada KK yang dua kali dikunjungi dalam sebulan. Pokoknya bagaimana hasil kesepakatan bersama dari umat dalam KBG tersebut.
Kehadiran Umat pada Sembahyang Rosario di Manggarai
Idealnya, seluruh umat sebaiknya hadir dalam doa bersama ini. Namun kadang dalam pelaksanaan, “yang penting ada utusan dari tiap KK” menjadi kebijakan.
Yang saya perhatikan, yang rajin menghadiri doa bersama adalah ibu-ibu dan anak-anak. Bukannya menuduh. Ada juga bapak-bapak yang rajin dan hadir hampir tiap malam. Namun yang paling banyak adalah yang “melimpahkan tanggung jawab hadir doa” pada pundak ibu atau anak. Anak-anak yang paling setia pun rata-rata sedang duduk di bangku SD.
Mau tidak mau ada analisa gender juga di sini. Dan menimbulkan pertanyaan. Mengapa lelaki, dimulai dari usia remaja sampai dengan yang sudah berstatus bapak-bapak dan om om kepala keluarga enggan menghadiri sembayang rosario bersama di KBG? Walaupun kenyataannya ada juga ibu-ibu yang jarang bahkan tak pernah hadir doa bersama, pertanyaan ini mungkin perlu direnungkan bersama.
Ada pengurus KBG dan umat yang mungkin kecewa dengan kenyataan ini. Ini wajar sekali. Tidak heran, ada juga ‘kebijakan’ untuk melewati rumah dari keluarga yang tidak pernah hadir ngaji giliran. Kehadiran di rumah umat lain menjadi indikator apakah kita mau menerima orang dalam rumah kita. As simple as that. Tapi biasanya ini hanya ancaman. Kalaupun ada yang sama sekali tidak pernah aktif hadir doa bersama, hampir tidak ada rumah umat yang dilewati sepanjang Mei dan Oktober. Meski malas, ada juga rasa takut menolak kehadiran Bunda Maria dalam rumah. Iya kan?
Pelaksanaan Ngaji Giliran
Doa memang seharusnya tidak butuh aturan atau tata cara yang formal. Katanya sih, “yang penting niat”. Tapi sesungguhnya dalam tradisi Katolik, Doa Rosario mempunyai tata cara dan urutan tersendiri. Lagu-lagu Maria juga dinyanyikan dalam satu rangkaian devosi itu. Biasanya sudah ada pembagian tugas demi terlaksananya doa bersama yang khusuk, misalnya pemimpin doa, pengangkat (baca: pemimpin) lagu dan pembaca injil atau bacaan kitab suci plus renungan. Tidak semua orang dapat mengemban peran-peran tersebut.
Baca juga: Molas Rigit, Keriting Berbahaya, dan Rambut Rebonding Jelang Natal di Ruteng
Di beberapa KBG ada aturan yang memimpin doa adalah tuan rumah. Ada yang dengan serius mempersiapkan diri, namun ada yang juga menganggap itu sebagai momok yang menakutkan.
Adalah seorang bapak. Masih kerabat juga. Beliau tidak gentar menjadi pemimpin doa. Namun terlihat sekali tanpa persiapan. Setiap kali mendaraskan peristiwa doa Rosario, meski disertai dengan gestur doa yang khusuk namun yang terdengar hanya gumam yang tak jelas. Entah apa yang dia doakan. Kemudian ujud doa itu pun diakhiri dengan ajakan bersama mendoakan “Bapa kami”. Peserta doa hanya bisa mengikuti dan melanjutkan. Tak ada yang protes. Semua tetap mengikuti doa seperti biasa. Hanya beliau dan Tuhan yang tahu, siapa atau apa yang didoakan. (bersambung)
Sembahyang Rosario di Manggarai (Bagian 2): Rayakan Kunjungan Bunda dengan Kopi Manggarai.
.
Ucique Jehaun tinggal di Ruteng. Anggota Klub Buku Petra.