Ada paling tidak dua hal paling populer di Indonesia yang dikenal sebagai monkey business. Yang pertama adalah tumbuhan bernama gelombang cinta, dan yang lain adalah batuk akik.
Belajar Menjadi |
Menjadi Batu Akik
Di sebuah kampung ada banyak monyet. Seseorang datang dan bilang bahwa dia siap membeli monyet seharga limapuluh ribu rupiah. Orang-orang ramai menangkap monyet lalu menjual kepadanya.
Nah, monkey business itu begitu. Bisa diartikan sebagai strategi bisnis yang bertujuan untuk merugikan orang lain dengan cara meningkatkan keuntungan bagi diri sendiri walaupun dengan penipuan.
Reaksi orang lain di sekitar kita adalah penjelasan tentang siapa kita. Ketika kau pergi dan serentak ada yang merasa kehilangan, itu sesungguhnya adalah penjelasan bahwa selama ini kau telah ada.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); |
Adalah wajar bahwa kepada kita masing-masing dititipkan tugas tidak semata-mata ‘ada’, tetapi ada dan memberi arti. Dalam kasus Happy misalnya, sungguh tak diragukan lagi bahwa selain ‘ada’, dia telah memberi arti; dapat dibuktikan dengan keadaan saya menangis tersedu-sedu saat dia mati.
Aktualisasi diri adalah kebutuhan untuk berkontribusi pada orang lain atau lingkungan serta mencapai potensi diri sepenuhnya. Dalam penjelasan paling sederhana mungkin dapatlah saya membuat simpulan bahwa keberadaan seseorang sangatlah ditentukan oleh apakah dia telah ’memberikan’ sesuatu kepada orang lain/lingkungannya atau tidak.
Saya membacanya: dengan telah lama menjadi aktual atau dalam bahasa paragraf sebelumnya saya sebut ‘ada’, kita tidak akan repot-repot bikin pengumuman, radiogram atau teriak-teriak bahwa kita ada, ketika pada saat-saat tertentu kita memerlukan semacam pengakuan. Pengakuan akan datang sendiri, iya to?
Saya pikir kita semua pernah melihat dan mengenal banyak orang atau lembaga, justru dari penjelasan mereka yang berapi-api tentang diri mereka sendiri. Kadang saya juga begitu. Kita dikenal karena jago promosi diri dan bukan karena telah bermanfaat bagi orang lain.
Pola promosi seperti itu akan dengan mudah dipatahkan oleh artikulasi sederhana, seperti: “Emang dulu ke mana/ngapain?”; karena masyarakat kekinian senang mengutak-atik rekam jejak meski tak benar-benar paham apa maksud term itu.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); |
Tulisan ini sesungguhnya adalah sebuah upaya tulis-ulang atas tulisan lama yang saya beri judul “Apakah ada Batu Kalau Kita Tidak Terantuk?” Saya menjawab pertanyaan saya sendiri. Jawabannya: Tidak! Sejago-jagonya batu itu berdiri kokoh, dia bukan apa-apa kalau tidak berhubungan dengan kita; berkontribusi. Dia baru dihargai kalau mampu menjadi batu penjuru, batu bata atau batu akik.
Kela, benar bahwa manusia bukan saja” berada ” tetapi “mengada” alias mem-per-ada, atau dalam istilah Kela tadi menjadi ada. Manusia mengada, ketika ia mengaktualisasikan potensi di dalam dirinya. Maka mengada adalah sebuah pergerakan dari yang potensi kepada yang aktuil. Tentang si Happy, dia kemudian dianggap ada ketika ia sudah mati. Maka, sesuatu ada ketika dia tiada. Atau ada Ada karena Tiada. Atau ada Tiada karena ada Ada. ps: Apakah keTiadaan Si Happy terjadi secara sukarela, sakit atau diRWkan, itu masih mengundang tanya. ha ha ha.
Hahahaha… thx a lot Tuang. Tentang Happy saya lupa kisah pastinya