Banyak orang mengetahui sesuatu dengan baik tetapi tidak mengatakannya. Akibatnya, pendapat yang kurang bahkan tidak benar lalu dianggap sebagai kebenaran hanya karena pemilik pendapat menyampaikannya dengan lantang. Ckckck…
Kita Harus Bicara | Foto: Donnie Dnezco |
Alasan Mengapa Kita Harus Bicara
Di kelas, ketika guru mengajukan pertanyaan, hampir semua murid memiliki jawaban dalam kepala masing-masing. Persoalannya adalah tidak semua murid yang memiliki jawaban tersebut mau menyampaikan jawabannya. Hanya ada beberapa orang yang bersedia dan mulai menjawab.
Guru lalu memberi beberapa murid itu kesempatan untuk menjawab. Jawaban mereka benar dan guru lalu memberi apresiasi. “Jawaban yang hebat!”
Dari sudut ruangan, terdengar bisik-bisik yang kira-kira berisi demikian: “Tadi juga saya mau jawab begitu.” Bisik-bisik itu terdengar dari mereka yang tidak mengacungkan jari atau menunjukkan kesediaan menjawab. Suara mereka tidak terdengar.
Pada beberapa kasus ekstrim, mereka bahkan ‘tidak diketahui’ ada meski mereka sebenarnya memiliki pengetahuan yang sama banyaknya bahkan lebih. Sayang sekali, bukan?
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); |
Setelah menceritakan kisah di atas, kepada para murid saya bertanya, “Siapakah di antara kalian yang pernah mengalami hal demikian?” Sebagian besar menjawab: Saya, Pak. Saya lalu mengutip ini Matius, 25:21 sebagai penegasan bahwa menjawab pertanyaan guru adalah hak semua murid jika ingin diberi kesempatan untuk berbicara pada forum yang lebih besar. Saya kutip kalimat dari Perjanjian Baru itu: …engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan tanggung jawab dalam perkara besar. Mereka tampaknya mulai sadar.
Setelah cukup yakin, tokoh kita yang kedua ini langsung menyampaikan perasaannya secara verbal. “Aku cinta kau, maukah kau jadi kekasihku?” diungkapkan dalam bentuk kata-kata. Komunikasi verbal. DITERIMA.
Saya tiba-tiba ingat larik puisi ini: … dalam langkah malu-malu, pita hitam pada karangan bunga… Ah, sudahlah. Puisi ini tidak berhubungan. Sayanya saja yang terdistraksi sejenak.
Berbicara, menyampaikan maksud dengan kata-kata, itu penting. Kita harus bicara. Hanya yang berbicara yang didengar. Tak banyak manusia yang lahir dengan kemampuan telepati. Bicaralah, atau ‘sakitnya itu di sini’.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); |
Ketika tidak terbiasa menyampaikan pendapat pada proses belajar mengajar, hampir pasti seseorang akan terbata-bata ketika diminta berpidato atau melakukan presentasi. Padahal, kemampuan melakukan presentasi dengan baik berhubungan erat dengan rezeki di kemudian hari.
Dalam pekerjaan apa pun, seseorang dengan kemampuan public speaking yang baik akan mendapatkan kepercayaan lebih banyak daripada seseorang yang tidak, meskipun kemampuan mereka mengerjakan sesuatu itu sama-sama hebatnya.
Kerennnnn…boleh lamar jadi muridmu kaks?BTW di foto ka etin macam Ibu Guru 😀
Hahahaha…., kita mainkan di Petra Book Club saja hahahahaItu Kaka Ited candid kami waktu Paskah kemarin e 🙂