membaca itu penting bagi penulis armin bell

Membaca itu Penting bagi Penulis

Apa yang harus kau lakukan sebelum menulis? Membaca. Hampir semua orang pernah mendengar ini: membaca itu penting bagi penulis.


Apa pentingnya membaca? Pertanyaan seperti untuk apa membaca juga kerap muncul. Bahkan pernah muncul setidaknya sekali dalam kepala kita masing-masing.

Kadang kita merasa, orang-orang yang menggunakan waktu senggangnya untuk membaca adalah orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sia-sia. Membosankan. Tidakkah ada kegiatan lain yang lebih menarik selain membaca? Nerd! Bla bla bla … Pertanyaan-pertanyaan demikian biasanya bertemu bantahannya ketika dalam diskusi atau obrolan ringan, mereka yang senang membaca terlihat lebih cakap, lebih nyambung, lebih dapat mengikuti tema dengan baik, dan terutama (tampak) berwawasan luas. Sampai di sini, saya berharap kita sepakat bahwa manfaat membaca adalah membuat kita sedikit lebih baik dalam pergaulan.

Baiklah. Kini kita masuk ke bagian yang berhubungan dengan judul tulisan ini; penulis dan kegiatan membaca. Artikel ini jauh dari niat memberikan tips menulis sebab saya juga sedang mencari tips-tips itu dari penulis-penulis lain. Catatan ini hanya akan membahas hal-hal yang pernah saya lihat, saya dengar, dan saya baca tentang membaca bagi penulis. Membaca itu penting bagi penulis. Iya, to?

Kira-kira begini. Perkiraan arah tulisan ini adalah tentang kemungkinan situasi ketika seorang penulis tidak terlampau gemar membaca.

Baca juga: Agama Apa yang Baik?

Membaca itu penting. Paling tidak itu yang saya ingat dari Marga T. Penulis novel laris yang berhasil hidup dari royalti menulis ini pada sebuah kesempatan berujar tentang salah satu keharusan jika seseorang ingin menjadi penulis. “Menjadi seorang penulis berarti menjadi orang yang harus membaca tulisan orang lain,” kata Marga T. suatu ketika. Baginya, tulisan orang lain itu mungkin seperti makanan bergizi dan imunisasi, berat badanku ditimbang slalu … halaaah.

BACA JUGA
Menteri Muhadjir Membuat Narasi Baru Melawan Protes NTT, Kita Berkelahi

Pendapat Marga T., penulis novel Lonceng Kapel Tetap Berdentang itu jelas benar. Membaca adalah langkah awal menjadi penulis. Kita semua pasti sadar bahwa ketika kecil, kita mengenal huruf terlebih dahulu dengan mengeja abjad, sebelum belajar menarik garis dan menuliskan huruf atau angka. Maka, membaca adalah langkah pertama, menulis adalah langkah berikutnya. Di sekolah, guru SD kelas satu biasanya mengawali pelajarannya dengan mengenalkan huruf untuk dibaca, setelahnya kurikulum menulis, dan selanjutnya pelajaran mengarang. 

Manfaat Membaca Bagi Penulis

Tentang mengapa membaca itu penting untuk penulis, saya punya beberapa jawaban ini:

Orisinalitas

Semua pasti tahu bahwa ada ribuan ide cerita di muka bumi ini. Telah ditulis juga dalam berbagai bentuk karya. Cerpen, roman, novel, aporisma, naskah film, script iklan, puisi, dan lain sebagainya. Membaca karya-karya itu akan memberi penulis kesempatan untuk tidak mengulang ide serupa agar tidak terkesan basi, atau minimal dalam mengeksekusinya bisa menggunakan sudut pandang lain.

Dengan demikian orisinalitas karya akan terjamin dan tidak akan mendapat kritikan berupa: Cerita ini kan sudah pernah dibuat, yang dulu malah lebih keren. Meski tentu saja sedikit sekali ide masa kini yang akan dianggap benar-benar orisinil, tetapi dengan membaca kita akan memiliki kemampuan melihat celah baru yang mungkin belum digarap oleh penulis sebelumnya dalam tema besar yang sama.

Belajar Bertutur

Semua tentu sepakat bahwa kekuatan penulis adalah pada cara menarasikan cerita. Ide cerita terhebat di seluruh dunia akan menjadi hambar jika penulis salah menyampaikannya. Ide sederhana akan menjadi sangat luar biasa ketika mampu dituturkan dengan baik. Tentang ini, saya tertarik dengan gaya bercerita Ahmad Tohari dalam Bekisar Merah dan juga Belantik, ketika dunia Karang Soga, sebuah desa kecil entah di mana, tiba-tiba menjelma menjadi dunia saya sebagai pembaca. 

BACA JUGA
Diskusi di Facebook itu Seperti Itu (Bagian 1)

Ya, dengan membaca karya penulis lain kita bisa menentukan bagaimana cara kita bertutur.

Menulis Ulang dengan Baik

Banyak film yang diadaptasi dari novel, kemudian dianggap gagal. Masyarakat yang mengenal cerita itu dari buku, kecewa karena versi layar lebarnya menjadi tidak menarik. Bagi saya, kelemahan penulisan naskah film bisa terjadi karena tidakmampuan kita ‘membaca’ novelnya dengan sungguh; selain kelemahan sinematografis dan hal-hal teknis lainnya.

Artinya, membaca tulisan orang lain sebenarnya berpeluang membuat seorang penulis mampu menulis cerita lebih hebat, terutama karena saat membaca kita diberi peluang untuk bertanya dan menemukan jawaban atas ruang kosong yang mungkin kita temui.

Sejenak Berhenti Menulis

Terlalu banyak menulis dalam waktu yang singkat kabarnya akan membuat nilai tulisan kita berkurang. Dikejar target untuk menyelesaikan tulisan dalam jumlah tertentu membuat karya kita kadang kehilangan rasa. Menurut saya, itu yang terjadi pada beberapa penulis yang mungkin tak sempat membaca karya orang lain atau bahkan karyanya sendiri, sehingga para penggemarnya kecewa pada buku-buku setelah buku pertamanya.

Baca juga: Mengapa Gratis Kalau Bisa Bayar?

Seorang cerpenis produktif membajak karya orang lain. Pernah dengar cerita itu? Dia terlalu sibuk menulis, merasa harus selalu menghasilkan karya, lalu membaca sebuah buku dan meng-copy+paste cerita yang ditemuinya dalam buku itu dan menjadikannya cerpen. Alhasil, namanya diperbincangkan sebagai penulis copy+paste. Padahal, andai dia tidak memaksakan diri menulis saat itu, mungkin bacaannya justru bermanfaat menghasilkan karya yang lebih hebat dan (sebut saja) orisinil setelah mengambil momen reflektif.

Berhentilah sejenak menulis, mulailah membaca–buku, blog, majalah dan postingan sahabat lain di forum-forum, meresapi tiap bacaan menjadi cerita personal kita dan mulailah menulis lagi. Saya sendiri senang membaca. Saya selalu berusaha menyelesaikan (membaca) target membaca tahunan saya. Di luar novel, kumcer, artikel pop, status facebook teman, juga selalu saya baca. Apa manfaatnya? Membaca bikin saya senang. Itu saja sebenarnya sudah cukup, to?

.

Salam dari Kedutul, Ruteng

BACA JUGA
Naskah Tablo Paskah "Yang Tak Pernah Pergi", Mengenang Kisah Sengsara Yesus

Armin Bell

Bagikan ke:

6 Comments

  1. Artikel inspiratif! Saya mengoleksi novel. Awalnya, alasan saya hanya krn mata yg susah diajak kerja sama menjelang tidur. Belum bisa tidur kalo belum lihat huruf dan hirup aroma kertas yg khas. Sekarang jadi hobi, krn takut kehilangan imajinasi (tentang apa saja) jika saya benar2 berhenti membaca. Satu lagi,fotonya bagus Pak Armin! Tabe..

  2. Sebagian besar koleksi saya juga novel. Selalu menyenangkan membaca dunia dalam rekaan para penulis hebat. A ha… itu koleksi pribadi dari prewed sess. Terima kasih sudah mampir 😀

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *