Lomba Foto Pariwisata NTT 2018 mengulang kesalahan? Saya menganggapnya begitu, sebab terjadi setelah kesalahan penyelenggaraan Lomba Blog Exotic NTT.
Ketika membicarakan dengan beberapa teman bahwa saya akan membuat catatan tentang hal-hal yang keliru pada penyelenggaraan Lomba Foto Pariwisata NTT 2018, saya diingatkan tentang kemungkinan bahwa saya akan dianggap “sedang cari panggung”. Saya bilang, “Kalau saya memang sedang cari panggung, apakah itu masalah?”
Tetapi mari mulai saja dengan anggapan itu. Saya sedang cari panggung. Dengan demikian, catatan ini akan dibaca secara lebih rileks dan menjadi mudah diabaikan. Bukankah demikian laku kita setiap kali ingin melarikan diri? Menganggap bahwa setiap kritik adalah usaha ‘cari panggung’ dan karenanya tidak perlu membaca hal-hal substansial darinya.
“Cari panggung” ini tentu berhubungan dengan beberapa tulisan saya di bulan Desember ini, terutama tentang Lomba Blog Exotic NTT yang bermasalah itu. Poin “cari panggung” ini akan saya ulas lagi di bagian akhir tulisan ini.
Gambar (1): Informasi penundaan pengumuman juara lomba. |
Kini kita masuk ke lima poin yang saya anggap menarik di seputar Lomba Foto Pariwisata NTT 2018 itu. Diusahakan diurut secara kronologis, poin-poin ini saya mulai dari munculnya laporan publik berjudul: “FINAL-Laporan-Publik_SkolMus-Enterprise-2018” berformat .pdf di situs Sekolah Musa.
Satu, Laporan Publik Tidak Lengkap
Lomba Foto Pariwisata NTT 2018 akhirnya tiba di babak menjelang akhir. Setelah proses penjuriannya selesai tepat waktu namun pengumumannya ditunda sebagaimana tampak pada Gambar (1), SkolMus Enterprise mengunggah konten berisi laporan publik di situs mereka. Pada laporan tersebut dijelaskan posisi SkolMus Enterprise sebagai pihak yang HANYA bertanggung jawab melakukan pengorganisasian lomba foto dan pameran foto hasil lomba foto ini.
“Laporan ini dibuat sebagai bentuk akuntabilitas Komunitas SkolMus – Multimedia untuk Semua dan SkolMus Enterprise (unit usaha sosial Komunitas Skolmus) atas penggunaan dana APBD yang disalurkan lewat Kegiatan Lomba ini,” demikian keterangan lain pada laporan publik itu.
Munculnya laporan publik ini jelas ‘menyegarkan’ setelah sebelumnya pada waktu yang berdekatan–dan merupakan satu rangkaian kegiatan yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata Provinsi NTT, Panitia Lomba Blog Exotic NTT melakukan (apa yang saya anggap) kesalahan yang fatal. Catatan tentang ‘kesalahan’ tersebut dapat dibaca “Lomba Blog Exotic NTT dan Juri yang Mengabaikan Kriteria Panitia” dan “Lomba Blog Exotic NTT dan Kita yang Tersesat Jauh”.
Kesadaran bahwa lomba ini menggunakan dana APBD serta pentingnya transparansi dalam tata kelola pemerintahan yang baik membuat langkah SkolMus Enterprise menampilkan laporan publik ini layak diapresiasi. Tetapi masalah baru kemudian muncul. Laporan publik tersebut tidak lengkap. Ada peserta yang namanya tidak muncul dalam tabel ‘Nama-nama peserta yang terdaftar sebagai peserta lomba’. Mengapa demikian?
Dua, Email Peserta yang Terlewatkan?
Membaca laporan publik itu dan sadar bahwa namanya tidak ada dalam daftar, salah seorang peserta menghubungi salah seorang panitia secara pribadi via WhatsApp. Dia mendapat jawaban seperti ini:
Bisa saja sonde masuk jadi peserta kaka,..kaka beta minta nama lengkap yg kaka pake mendaftar ko beta minta admin cek do… Maaf, soalnya banyak email dan nama.. jang sampe dong terlewat… Soal pendaftaran ada kawan lain yang handle na kaka…
Ketika dikirimi tangkapan layar itu oleh Daeng Irman, peserta yang namanya tidak ada dalam laporan publik, saya langsung memikirkan dua kemungkinan: 1). panitia yang menangani soal pendaftaran itu tidak bekerja dalam mekanisme administrasi yang baik, dan 2). email yang ‘terlewat’ itu membuat fotonya juga terlewatkan dalam proses penjurian. Jika ini yang terjadi maka peserta dirugikan.
Tentang surel dan nama yang terlewat ini dapat saja dianggap sebagai keanehan (jika tidak ingin menuduh sebagai kesengajaan) karena sesungguhnya Daeng Irman sudah mendapat dua email dari panitia sejak proses pendaftaran dimulai. Dapat dilihat pada Gambar (2) berikut ini.
Gambar (2): Email peserta direspons panitia. Dua kali. Terlewat di bagian mana? |
Percakapan tentang surel yang terlewatkan ini terjadi kurang lebih sepekan setelah pengumuman yang ditunda. Pada situasi seperti ini, peserta tentu menjadi pihak yang dirugikan. Pada kurun waktu sepanjang itu, ada banyak yang dapat terjadi/dilakukan pada sebuah karya foto, termasuk menjualnya ke pihak lain. Hal itu tidak bisa dilakukan Daeng Irman karena foto itu sedang diikutkan dalam lomba, padahal di lomba tersebut fotonya (kemungkinan) tidak dikurasi juri.
Tiga, Mungkinkah Karya itu Gugur?
Masih ada percakapan lain dalam private chat tersebut. Peserta, karena namanya tidak muncul dalam laporan publik, merasa bahwa karyanya digugurkan. Dirinya tidak bermasalah jika memang demikian, tetapi juga terganggu karena tidak mendapat informasi yang cukup tentang ‘kasus hilang nama’ atau kemungkinan karya tersebut gugur.
Begini percakapan mereka yang terjadi pada tanggal 19 Desember 2018 itu:
Peserta: Siap Om.. tapi kalau mmg digugurkan, saya boleh tau alasannya bgtu..
Panitia: Siap.. kemungkinan besar terselip… kalo sonde ada “kesalahan administrasi makq pastk masuk kaka.. Sebentar b cek do..
Beberapa jam kemudian muncul jawaban berikutnya: Kaka, kaka pung nama masuk.. fotonya juga masuk seleksi.. daftar nama di laporan publik akan dirubah kaka..
Bagaimana bisa? Maksud saya, lihatlah ini: terselip, foto masuk seleksi, laporan publik akan dirubah. Soal utama yang terbaca dari percakapan ini adalah (sekali lagi) tata administrasi yang tidak cukup baik; 1). panitia tidak melihat juri bekerja sehingga ‘terselip’, 2). foto masuk seleksi tetapi luput dari pendataan, 3). laporan publik–yang ada pencantuman anggaran di dalamnya–ternyata bisa diubah.
Baca juga: Mengejutkan! Ketua Komunitas Blogger Milenial adalah Orang NTT
Tentang yang ketiga ini, ada kesan bahwa perubahan laporan publik dilakukan untuk ‘memuaskan’ peserta bahwa namanya disertakan dalam daftar. Soal yang tertinggal adalah: Apakah memang karyanya benar-benar melalui proses penilaian atau justru tidak pernah sampai ke meja juri? Jika yang terjadi adalah yang terakhir, maka (sekali lagi) peserta dirugikan.
Selain karena alasan bahwa foto tersebut sebenarnya bisa dijual/disiarkan di media lain, juga karena panitia, oleh kelalaiannya, tidak menghargai jerih peserta untuk mendapatkan foto-foto mereka.
Empat, Peserta Tidak Terdaftar Ternyata Banyak
Tanggal 20 Desember 2018 pukul 01.21, Admin laman facebook Sekolah Musa mengunggah gambar tentang penyelenggaraan pameran foto pariwisata. Kalimat pertama pada caption berbunyi “Apa yang terbersit dalam pikiran, jika mendengar atau membaca kata “Pariwisata”?”
Komentar beberapa warganet pada gambar itu sebagian menghubungkan kata pariwisata dengan kisruh lomba blog yang baru saya lewat. Masuk akal karena pertanyaan itu diajukan tidak lama berselang dari ‘perkara’ betapa tidak profesionalnya Dinas Pariwisata Provinsi NTT menyelenggarakan lomba. Lihat Gambar (3) berikut ini.
Gambar (3): Komentar warganet tentang “Pariwisata” NTT |
Tetapi bagian terbanyak di kolom komentar adalah tentang nama peserta yang ikut mengirim karya dan mendapat email balasan dari panitia tetapi tidak tercantum dalam laporan publik. Ada tiga peserta yang muncul di kolom komentar itu yang ‘mengalami nasib serupa’, yakni: Kaka Imank Matara, Melona Printing Kupang, dan Putri Agustina Poerwanti.
Kaka Imank Matara adalah pemilik akun IG: daeng.irman dan merupakan peserta yang pertama kali berbagi informasi tentang ‘kasus nama hilang’ itu kepada saya. Dari penelusuran atas percakapan di kolom komentar tersebut saya mengetahui bahwa SkolMus Enterprise telah mengunggah revisi laporan publik mereka di web sekolahmusa.org, berjudul “REVISI _LAPORAN PUBLIK : PENGORGANISASIAN, PENJURIAN DAN PENDANAAN KEGIATAN LOMBA FOTO BERTEMA PARIWISATA TAHUN 2018”
Lima, Revisi Laporan Publik Dikerjakan Terburu-buru
Saya mengunduh laporan revisi tersebut dan menemukan bahwa panitia menambah daftar nama peserta yang (mungkin) sebelumnya “terselip”. Ada sepuluh nama baru dan semuanya adalah peserta dari kategori UMUM, yakni: Abdullah Muhammad, Alessandro Junior Johanniss, Hendrikus Bantun, Junedi Ginarto Sabuna, Nirmansyah Mansyur Tottong, Paulus Pradatama Raga Come, Putri Agustina Poerwanti, Ricki Koelima, Ridwan Stanley Naimasus, dan Risma Dewi Purwita.
Ada dua soal besar dalam laporan ini. Pertama, panitia tidak mengubah bagian lain dalam laporan tersebut sehingga jumlah peserta dalam laporan tidak berubah. Perhatikan Gambar (4) berikut ini.
Gambar (4): Poin jumlah 165 peserta yang tidak berubah. |
Hal ini menjelaskan bahwa SkolMus Enterprise memang bermasalah besar dalam tata administrasi. Boleh saja rasanya bertanya, bagaimana laporan akhir kegiatan yang menyerap dana besar ini akan mereka buat? Ketelitian administrasi adalah salah satu hal yang harus diperhatikan dalam tata kelola pemerintahan selain bagian transparansi yang sudah diulas di bagian awal.
Kedua, tidak ada penjelasan bahwa revisi ini diunggah karena ada kesalahan pada laporan publik sebelumnya, yang juga berarti bahwa panitia tidak memikirkan ‘kemungkinan’ menulis permintaan maaf atas kesalahan itu. Soal kedua ini tentu saja dapat dianggap sebagai ‘sikap bawaan’ sebagaimana dilakukan pada kisruh sebelumnya terkait lomba blog (bdk. komentar Rusni Tage pada Gambar (3)), meski Sekolah Musa menjelaskan bahwa mereka hanya bertanggung jawab pada pengorganisasian. Saya jelas bermasalah dengan kebiasaan buruk seperti ini. Menyadari kesalahan (dibuktikan dengan merevisi laporan) tetapi tidak berniat menyampaikan permintaan maaf.
Apakah panitia merasa bahwa dengan menambah nama peserta pada revisi yang buruk itu semua persoalan lantas selesai? Tidak semudah itu, Rosalinda. Adab revisi adalah penyertaan alasan dilakukannya revisi serta permintaan maaf atas kesalahan versi pertama. Itu!
Plus Satu, Hal-Hal Penting Lainnya
Bagian ini akan berisi beberapa hal. Salah satunya adalah usaha menjelaskan tentang (jika ada) tudingan ‘cari panggung’ sebagaimana disinggung pada bagian awal di atas. Anggap saja bahwa saya sedang melakukannya. Mencari panggung. Tetapi bukan untuk saya. Panggung saya jelas di sini. Mengelola blog.
Saya justru sedang mencari panggung yang tepat (atau, agar panggung yang tepat) diisi oleh orang-orang yang tepat. Dua lomba bertema pariwisata yang baru saja dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah tontonan sejelas-jelasnya tentang bagaimana keadaan panggung ketika diisi oleh orang-orang yang kurang tepat.
Baca juga: Mimpi-Mimpi yang Menepuk Pundak
Pada kasus lomba blog, ulasan lengkapnya dapat dibaca di beberapa catatan sebelum ini. Pada lomba foto ini, saya tentu tidak dalam kapasitas mengutak-atik kemampuan Sekolah Musa pada dunia fotografi. Yang tidak tepat adalah proses pengorganisasian kegiatan (yang adalah tanggung jawab mereka satu-satunya) yang justru berjalan tidak lancar.
Katakanlah foto milik sepuluh peserta ‘tambahan’ itu juga sudah dinilai oleh Dewan Juri, bagaimana publik bisa percaya ketika proses revisi dilakukan setelah para juara diumumkan? SkolMus Enterprise telah membiarkan peserta menunggu sekian lama hanya untuk menyaksikan bahwa mereka ‘dilupakan’ panitia.
Pada saat yang sama, dan ini selalu membuat saya terheran-heran, betapa sering kita menyaksikan orang-orang melakukan kesalahan, membetulkannya tanpa rasa bersalah setelah mendapat masukan dari pihak lain, tanpa sedikit pun kalimat yang menjelaskan bahwa mereka menyadari kesalahan itu (dan oleh karenanya harus meminta maaf). Astaga! Itu penyelenggara Lomba Foto Pariwisata NTT 208 dorang sehat sehat ka?
Di luar itu semua, pada bagian akhir catatan ini saya ingin ‘menawarkan’ kecurigaan lain. Para peserta ‘tidak terdaftar’ itu telah dimintai kesediaannya melalui surat keterangan agar foto-fotonya dipakai untuk promosi pariwisata NTT. Apakah itu akan membuat Dinas Pariwisata berhak menggunakan foto-foto itu padahal tidak ‘diakui’ pada proses penjurian? Sebagai ‘tawaran’ ini tentu saja baik untuk dipikirkan, mengingat Dinas Pariwisata pernah bermasalah dengan copyright foto beberapa waktu silam.
Akhirnya, selamat kepada para pemenang. Kepada yang email-nya terlewatkan, semoga segera mendapat penjelasan yang memadai. Saya pikir kita harus segera melepas kebiasaan memaklumi kesalahan-kesalahan seperti ini. Dalam niat membangun kecerdasan literasi atau apa pun istilahnya, setiap kebodohan sebaiknya dihentikan pada kesempatan pertama.
–
20 Desember 2018
Salam dari Kedutul, Ruteng
Armin Bell
–
Thumbnail picture: Tangkapan layar IG Daeng Irman; foto yang disertakan dalam Lomba Foto Pariwisata NTT 2018.
Sudah sangat yakin..yakin sekali…! Akan sama buruknya dengan lomba blog. Beginilah jika sebuah perlombaan diselenggarakan oleh orang2 yg selalu bekerja asal2an dalam tugasnya sehari2. Mereka tidak pernah tahu, bahwa ada sekian banyak orang di luar sana yang melakukan pekerjaannya dengan sungguh2, sepenuh hati berkarya, mencurahkan segala kemampuannya, dan berusaha memberikan yang terbaik yg mereka bisa, lalu karya yg penuh dedikasi itu hanya menjadi sampah tak berguna di tangan bedebah2 ini.. sedihhhhhh..sedihhh sekali.. Rasanya mau menangis!
Setuju. Nama saya juga tidak ada. Tapi anenya saya menerima email untuk mengirim surat memberi ijin.Kamarin saya menghubungi admin skomus via IG. Katanya foto saya tidak ada caption.. Sangat disayangkan kenapa dari awal meminta kami untuk membuat surat pernyataan !!!
Ini benar-benar menyedihkan!
Pengorganisasian yang setengah hati.
Semoga segera ada perubahan dalam pengorganisasian lomba-lomba di daerah kita.
Sama.. saya juga mengalami demikian.. email saya di balas, saya juga sudah mengirimkan surat memberi ijin.. tapi nama saya tdk trmasuk sebagai peserta. Setelah konfirmasi via email pertama katanya nama terselip nanti laporannya diperbaiki.. setelah itu di email panitia lagi kalau foto-foto yg dikirimkan di email tdk ada captionnya.. kalo foto tdk ada caption knp email saya di bls dan diminta surat memberi ijin padahal saya tdk termasuk peserta? Aneh bin ajaib..