lomba blog excotic ntt dan juri yang mengangkangi kriteria sendiri blogger ntt ranalino

Lomba Blog Exotic NTT dan Juri yang Mengabaikan Kriteria Panitia

Saya berangkat tidur terlampau sedu dan terbangun jam sebelas malam karena lapar. Notifikasi facebook banyak sekali. Tentang lomba blog Exotic NTT yang ‘gagal’ itu.


Sebelum mengunggah tulisan ini ke ranalino.co, yang pertama saya lakukan adalah menghapus beberapa tagar yang saya tambahkan pada tulisan yang saya ikutkan pada lomba blog yang sedang saya bahas ini. Tulisan itu ada di tautan ini.

Ada dua alasan saya menghapus tagar itu.

Pertama, tagar itu ditambahkan ketika saya berniat mengirim tulisan lama tersebut ke panitia lomba. Salah satu persyaratan lomba adalah menyertakan tagar-tagar dimaksud di akhir tulisan. Artinya, agar tulisan tersebut lolos persyaratan dasar, saya harus menyertakannya. Saya menghapusnya (lagi) sebagai pernyataan bahwa tulisan itu saya tarik dari lomba tersebut. Kedua, setelah dipikir-pikir, tagar sebenarnya tidak ‘terlalu berarti’ untuk blog. Tagar baru bermanfaat di media sosial seperti facebook, twitter, IG, dan lain-lain; digunakan sebagai (sebut saja) tautan untuk memeriksa percakapan pada topik yang ditagarkan. Tentang tagar dan sejarahnya dapat dibaca di tautan ini.

Juri Mengabaikan Kriteria Panitia

Kata ‘mengabaikan’ mungkin kurang tepat. Hanya saja, saya tidak menemukan kata yang lebih tepat dan lebih nyaman digunakan.

Begini ceritanya. Ketika pengumuman para juara Lomba Blog Exotic NTT itu disiarkan, dua pemenang pertama adalah mereka yang tulisannya tidak memenuhi syarat ‘minimal kata’ dan syarat ‘penyertaan tagar’ pada share yang diumumkan penyelenggara. Rusni Tage melakukan penelusuran dan menemukan hasil bahwa blog post yang meraih juara pertama ‘hanya’ berisi 520 kata dari 1.000 kata yang disyaratkan. Yang berhasil meraih juara dua hanya berisi 629 kata. Bagaimana dengan pemenang ketiga? Hmmm… saya tidak tega membahasnya di sini. Benar kata Rusni, tulisan itu memang tidak layak dipakai sebagai media promosi pariwisata. Tulisan itu (mengutip Rusni) dibuka dengan ALAY DAN TIDAK JELAS. Saya sendiri melihatnya sebagai tulisan yang tidak akan mampu bersaing di mesin pencari (search engine).

Kenapa mesin pencari dibawa-bawa? KARENA INI LOMBA BLOG, GUYS! Dan tujuannya adalah promosi pariwisata. Memenangkan kata kunci di mesin pencari itu hukumnya wajib bagi seorang blogger. Tulisan seburuk itu, dengan tanda baca titik [.] yang bertebaran secara berlebihan di akhir kalimat adalah salah satu sinyal bahwa blog itu akan diabaikan search engine. Kecuali kalau bloggernya adalah jagoan search console dan lain sebagainya.

Tetapi soal mesin pencari ini barangkali terlampau teknis. Juri mungkin tidak mau repot dengan urusan-urusan seperti ini. “Mesin pencari? Makhluk apa itu?” Barangkali mereka sedang berpikir demikian. Tetapi untuk yang ingin serius ngeblog, bisa baca beberapa bahasan tentang dasar-dasarnya di seri menjadi blogger di ranalino.co ini. Tentang juri yang tidak mau repot dengan tata penulisan yang baik dan benar, saya juga tidak berniat mengutak-atiknya. Ini mungkin soal kepengrajinan. Yang mau tahu tentang kepengrajinan ini, silakan baca pertanggungjawaban juri lomba novel DKJ tahun 2018. Hal ini dibahas dengan bagus sekali.

BACA JUGA
Lima (Plus Beberapa) Hal Pasca-Final Euro 2020

Soal saya adalah bagaimana mungkin naskah yang tidak memenuhi standar minimal kata itu ikut dinilai? Jadi pemenang pula. Juara satu dan dua pula. Memenangkan uang berjuta-juta. Uang yang disiapkan negara untuk sesuatu yang diperkirakan akan menambah devisa. Astaga! Saya tentu saja tidak bermasalah dengan blog para pemenang. Bukan salah mereka kalau mereka akhirnya menang. Mereka hanya orang-orang yang seperti kami, mengirim tulisan dan siap menerima hasil, sepanjang hasil itu tidak mengangkangi syarat yang telah disiarkan penyelenggara. Saya bahkan mengenal beberapa pemenang secara pribadi. Mereka memang senang menulis. Ada beberapa cerpen dan tulisan lain mereka yang pernah saya baca.

Artinya, tulisan ini dibuat tidak dalam tujuan mengolok-olok karya para pemenang. Sama sekali tidak. Tulisan ini semata-mata ingin mengingatkan para juri bahwa apa yang mereka buat itu salah. Jahat. Memenangkan blog yang tidak berhasil melampaui standar kata minimal yang disyaratkan itu adalah kebodohan besar untuk sebuah lomba yang total hadiahnya puluhan juta rupiah.

Maka hasil itu dikritik. Melalui akun facebooknya, Rusni Tage memaparkan hasil penelurusannya. Maria Pankratia ikut membaginya dalam bentuk ‘status baru’. Daaaaan… mereka dilaporkan. Facebook, dengan kebijakannya yang tidak bisa digugat itu, menghapus status dua teman saya itu dengan alasan: Melanggar Standar Komunitas Kami. What? Well, tim facebook memang akan melakukan hal seperti itu jika unggahan kita DILAPORKAN oleh orang lain. Sampai di sini, paham? Dua status yang mengkritisi hasil penilaian Lomba Blog Exotic NTT itu telah DILAPORKAN oleh pengguna facebook yang lain. Siapa yang tega melaporkan status-status mencerahkan seperti itu? Saya menduga, yang melakukannya adalah mereka yang menolak dicerahkan.

Guys, tayang yang harus dilaporkan itu adalah yang benar-benar tidak pantas. Child abuse, hate speech, hoax, dan sejenisnya. Kritik itu wajar. Untuk apa dilaporkan? Sakit kalian ini!

Baca juga: Kritik Tak Pernah Sepedas Kripik

BACA JUGA
Menteri Muhadjir Membuat Narasi Baru Melawan Protes NTT, Kita Berkelahi

Please, Dude! Kalian tidak perlu secemas itu menghadapi kritik. Kalau kalian begitu, sekarang kami yang harus cemas. Ketika sebagian besar anak muda sedang berjuang dengan caranya masing-masing meningkatkan kecerdasan literasi di NTT tercinta ini, kalian malah dengan buruk mempertontonkan tembok pertahanan diri dengan cara yang memalukan. Kenapa tidak menulis naskah pertanggungjawaban saja? Itu akan membantu peserta lomba untuk paham cerita di balik pengumuman itu!

Saya Peserta Lomba

Ya. Saya ikut Lomba Blog Exotic NTT itu. Mengikutkan tulisan lama. Mengapa saya ikut? Karena saya melihat bahwa ini adalah perhelatan yang baik. Sebagai orang yang sudah lama menekuni dunia blogging, saya pikir saya harus ambil bagian dalam apa yang saya sebut sebagai Pesta bagi para blogger NTT. Tetapi saya sedang tidak punya bahan tulisan baru. Makanya saya kirim tulisan lama. Kepada Maria, yang saat itu sudah mengirim tulisannya, saya bilang: “Kalau kau menang, kau akan puas karena bersaing dengan banyak blogger bagus.” Saat itu saya sudah melihat tulisan Rusni Tage yang disertakannya dalam lomba. Tulisan yang bagus. Juga blog post yang dibagikan Eka Putra Nggalu.

Pokoknya begitu. Rata-rata yang sudah saya baca blognya adalah mereka yang menulis dengan baik (teknik penulisan, kepatuhan EYD, kemampuan narasi) dan memenuhi persyaratan minimal kata. Saya bahkan harus bekerja keras ‘menambah bahan’ agar tulisan saya lolos syarat dasar. Tetapi tentu saja saya tidak menang. Saya ‘hanya’ menulis tentang peluang para investor melibatkan (tumbuh bersama) masyarakat lokal dalam pengelolaan destinasi wisata di NTT. Seperti apa yang dilakukan oleh Nihi Sumba Island. Ada kritik-kritiknya begitu. Tulisan seperti itu umumnya jarang menang. Apalagi kalau tujuan penyelenggara adalah promosi destinasi wisata baru.

Maka ketika mengirimnya ke alamat surel panitia, kepada Maria yang sedang jadi anakkos di rumah kami, saya bilang: “Kau bisa menang, Maria. Bersaing dengan Rusni dan Eka.” Dalam hati saya berharap dia bisa menang Lomba Blog Excotic NTT ini supaya bisa dapat uang banyak dan belikan saya sebotol minuman mahal. Kemenangan besar membutuhkan perayaan besar apalagi jika diraih dengan benar.

Juri Segala Hal

Saya menduga, para juri menilai blog-blog ini dari foto-foto yang disertakan dalam tulisan. Ini tentu saja agak berbeda dengan apa yang saya pahami sebagai kekuatan utama blog. Sejauh yang saya tahu, blog pada umumnya berisi kata-kata. Kekuatannya adalah pada narasi. Teks. Kalimat-kalimat. Jika yang pertama kali dilihat adalah foto-foto, bukankah Dinas Pariwisata NTT selaku penyelenggara lomba juga menggelar lomba foto pariwisata pada waktu yang sama? Maksud saya, jika juri memang lebih jago melihat foto dan tidak punya kemampuan menilai tulisan, seharusnya mereka menjadi juri lomba foto.

BACA JUGA
Oepura Kupang Tempat Lahir Beta

Tetapi barangkali mereka juga menjuri lomba foto. Toh, selain lomba blog, tiga juri tersebut adalah juga penilai di lomba vlog. Ya. Tiga juri yang sama. Telah ‘berhasil’ mengumumkan pemenang untuk dua lomba yang berbeda. Blog dan vlog. Bagaimana mereka bisa menjaga kualitas penilaiannya pada dua tipe lomba yang sama sekali berbeda? Hanya mereka dan panitia yang tahu.

Penutup

Sekali lagi, tulisan ini tidak sedang bermaksud mengolok-olok karya pemenang Lomba Blog Excotic NTT. Mereka telah mengirim materi lomba, dinilai, dan menang. Yang menilai adalah para juri, dan yang mengumumkannya adalah panitia/penyelenggara lomba. Tetapi mereka sebaiknya bersedih karena telah menang padahal tulisan mereka tidak memenuhi syarat-syarat dasar.

Peserta lomba yang lain seharusnya menjadikan situasi ini sebagai diskusi serius. Situasi ini maksudnya: 1) pemenang yang tidak memenuhi syarat, 2) panitia/juri yang antikritik sehingga merasa terganggu dengan kritik di facebook. Harus didiskusikan atau kita membiarkan kebodohan serupa ini berlanjut.

Saya bahkan tidak berniat mengutak-atik soal EYD dan PUEBI dalam ulasan ini. Rasanya percuma. Untuk mendebat karya yang menang berdasarkan kepantasan bahasa Indonesia, kita harus telah ‘bersih’ dari syarat utama. Itu level yang berbeda. Bagaimana kita bisa naik level kalau di level satu saja kita sudah game over? Kalau yang menang adalah blogger seperti Maria, Rusni, Eka, dan beberapa peserta lain, catatan saya akan ada di level itu.

Semoga Pak Gubernur berkenan membaca tulisan ini dan melihat ulang penggunaan uang negara pada lomba yang hasilnya menyedihkan ini. Untuk yang antikritik, pesannya cuma satu: Berhenti! Dan saya harus segera tidur. Masih setengah sadar. Begitulah blogger. Menulis di blog kapan saja ide itu datang. Kalau buruk, siap dikritik, besok disunting lagi.

Oh, iya. Saya heran. Bagaimana mungkin penyelenggara abai terhadap kriteria yang telah mereka tetapkan? Idealnya, naskah yang masuk ke juri adalah naskah yang sudah lolos kriteria. Karena jika tidak, kita harus berani mengakui bahwa lombablog_exoticntt ini gagal!

8 Desember 2018

Salam dari Kedutul, Ruteng

Armin Bell

Gambar dari Republika.co.id.

Bagikan ke:

10 Comments

  1. Wah baru tau ini, awalnya mau ngikut tapi ga jadi-jadi nulisnya. Thanks Kak infonya, salam kenal dan tetap semangat menulis dengan hati 🙂

  2. Menurut saya kesalahan ini lumayan fatal ya,dulu ketika saya jadi panitia lomba blog kampus, semua tulisan diperiksa dulu oleh panitia, apakah sudah memenuhi kriteria atau belum, jika sudah, artikel yang lolos seleksi baru diserahkan ke juri.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *