hadiah-hadiah tak tepat waktu blogger ruteng ranalino armin bell

Hadiah-Hadiah Tiba (Tak) Tepat Waktu

Saya lupa. Hanya itu alasan kenapa saya sering terlambat menyampaikan ucapan pada hari-hari yang penting. Tidak juga memberi hadiah-hadiah. Itu mencemaskan.


Ruteng, 28 Agustus 2019

Saya kira begitu. Seperti anak-anak sekolah yang bangun terlambat dan berangkat sekolah dengan cemas, hadiah-hadiah yang tiba setelah perayaan selesai barangkali akan datang setelah cemas. Seperti hari ini. Kue ulang tahun belum bisa diambil pada jam seharusnya kue itu datang. Yang cemas tentu saja bukan kue itu tetapi saya. Sesungguhnya bukan kue datang tak tepat waktu. Saya terlambat memesan. Semestinya kemarin. Pada tanggal 27 Agustus. Agar pada pukul 00.00 tanggal 28 Agustus 2019, lilin 38 dinyalakan dan lagu Selamat Ulang Tahun kami nyanyikan. Untuk Celestin. Dia berulang tahun.

Tetapi saya lupa. Dan karena dalam setiap kelupaan harus ada yang disalahkan, maka saya menyalahkan ‘kesibukan’ (saya menolak menyalahkan faktor usia sebab saya belum setua itu juga). Saya memang sibuk. Lumayan sibuk. Agak sibuk. Ah, sesungguhnya tidak sesibuk itu juga. Tetapi toh tetap saja kesibukan harus disalahkan karena tidak ada pihak lain lagi yang harus menerima tuduhan keji dari seorang lelaki yang melupakan hari ulang tahun istrinya.

Baca juga: Paskah di Ruteng, Seorang Perempuan Memakai Gincu yang Lembut

“Pa, mai dulu de,” panggilnya dari kamar sedang saya mengurus kuitansi-kuitansi pagi tadi karena pemasok bahan-bahan bangunan datang pagi-pagi sekali. “Iya, Ma,” jawab saya lalu bergegas ke kamar. Dia sudah cantik dengan seragam hitam putih karena hari ini hari Rabu dan dia harus segera ke Puskesmas.

“Saya ulang tahun,” katanya. Matanya berkaca-kaca. Barangkali terharu bahwa dia tetap sehat di usia yang baru, tetapi saya pikir itu karena dia sedih sebab suaminya lupa menyampaikan ucapan yang dipikirkannya akan ada sejak pukul 00.00 tadi malam sejak dia berdoa syukur atau tadi pagi ketika membangunkan saya.

BACA JUGA
Mendidik Anak Menjadi Juara atau Menjadi Baik?

Saya kaget bukan main. Bukan kaget karena dia ulang tahun. Semua orang pasti punya hari ulang tahun. Tetapi saya kaget bahwa setelah sekian tahun berjuang tampil sebagai lelaki yang hebat di depannya, saya tiba-tiba menjadi buruk sekali justru di hari di mana seseorang harus mengawalinya dengan senyum paling ceria. Saya merasa buruk dan tidak bisa pura-pura. Juga tidak bisa omong apa-apa dan berjuang mengatasi kecanggungan saya yang bodoh itu dengan memeluknya. Agar dia tak melihat wajah saya yang menjadi aneh.

“Saya minta maaf, Ma. Selamat ulang tahun,” bisik saya kemudian. Lalu memikirkan akan memesan kue. Akan terlambat dari jadwal biasanya yakni pada pukul 00.00 Wita tetapi selalu lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali bukan? Terima kasih kepada siapa pun yang menemukan kalimat itu pertama kali. Kami barangkali masih bisa selamat dengan hadiah-hadiah yang terlambat, to?

Saya ingat, tahun ini memang hubungan saya dengan hadiah-hadiah memang seringkali tak tepat waktu. Juli kemarin, ketika usia pernikahan kami bertambah, hadiah yang semula saya rencanakan sebagai kejutan justru datang beberapa hari kemudian. Saya juga terlambat menyadari ulang tahun sendiri tahun ini dan baru sadar ketika pasukan Saeh Go Lino, atas kerja sama yang baik dengan Celestin dan Kaka Rana datang tengah malam dan membawa kue 39. Aduh. Kita bisa apa selain minta maaf?

Baca juga: Menjadi Lelaki Tanpa Kata

Saya ke toko kue favorit kami sekeluarga. Pesan kue. “Mau tulis bagaimana, Kak? Untuk Istri Tercinta?” tanya pramuniaga di sana. Saya menggeleng. Meminjam pensilnya dan menulis: CELESTIN.

Tentu saja dia adalah istri saya tercinta, tetapi kue itu bukan dari suami untuk istri. Dari semua orang yang mencintainya, yang memandangnya sebagai Celestin yang baik dan mengharapkan semua tetap terbaik untuknya selamanya. Dan terutama, kue itu untuknya, sebagai manusia yang utuh dan merdeka; bukan dalam embel-embel tugas-tugasnya yang lain.

BACA JUGA
Lima Film Anak Paling Sering Tayang di Rumah Kami, Ada Cats and Peachtopia

Karena itulah, ketika diminta memilih bentuk kue, saya serahkan pada mereka di toko kue itu. Sebagai seniman, mereka pasti tahu, apa yang tepat untuk seorang perempuan yang berulang tahun pada hari ini. Bukankah seorang seniman tattoo yang hebat merajah punggung kita bukan karena permintaan tetapi karena dia tahu gambar apa yang tepat untuk tubuh kita?

Kami saling berjanji, saya dan si pramuniaga itu, kue akan diambil pukul tiga. Semoga tidak terlambat.

Hanya saja, (sekali lagi) terlambat selalu lebih baik daripada tidak sama sekali. Termasuk bahwa akhirnya, melalui WA, saya akhirnya mengirim pesan permintaan maaf (bukan karena lupa hari ulang tahunnya) yang terlambat atas banyak hal buruk yang saya lakukan yang telah menyakitkan hatinya. Bukankah sehebat-hebatnya cinta selalu ada saat di mana kita pernah berlaku buruk pada kekasih kita?

Baca juga: Mengunjungi Jakarta itu Baik

Dia balas. Bahwa itu bukan masalah. Bahwa dia senang sekali hari ini. Bahwa Tuhan baik sekali. Bahwa dia sudah minta kado dari Dia agar semua yang dia pikir telah jadi berkat baginya, terutama Miku (begitu dia memanggil saya, dan Rana serta beberapa orang lain juga pernah ikut memanggil saya begitu karena mereka tidak tahu bahwa Miku itu berasal dari suamiku), mendapat kepenuhan berkat seperti yang dia dapatkan selama ini.

Saya senang. Lalu sedih ketika membayangkan bahwa tahun berikutnya saya terpaksa harus share tulisan ini lagi karena (sekali lagi menuduh) kesibukan sebagai penyebab lupa. Tetapi sesungguhnya, barangkali pada situasi tertentu, yang terlambat itu justru yang terbaik. Seperti saya yang terlambat mengenalnya, perempuan yang kini jadi istri saya itu, karena sesungguhnya itulah waktu yang tepat; segala sesuatu indah pada waktunya, hadiah-hadiah yang terlambat juga demikian.

BACA JUGA
Kapan Ayah Bahagia?

Selamat ulang tahun, Ma!

Salam dari Kedutul, Ruteng

Armin Bell

Bagikan ke:

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *