Dakota Fanning dan Rueng Melawan Negara

Orang-orang hebat selalu lahir dari pergumulan yang besar. Itu yang saya tangkap dari banyak cerita yang saya nikmati selama ini. Siapa yang akan mengenang Petrus kalau dia tidak disalibkan dengan kepala ke bawah di Roma? 

dakota fanning dan rueng melawan negara
Ruteng, Manggarai | Foto: Armin Bell

Dakota Fanning dan Rueng Melawan Negara

Catatan ini tidak membahas kisah martir pertama itu. Rasanya sudah terlalu banyak buku yang membahas tentang bagaimana Petrus dan pergumulannya sebagai jemaat pertama. Lalu ini kisah tentang apa? 
Tiga belas tahun silam, Dakota Fanning bertemu Sean Penn dan bermain bersama dalam film tentang orang dengan keterbelakangan mental: “I am Sam”. Fanning menjadi Lucy, gadis kecil berusia tujuh tahun yang harus hidup dengan Sam, ayahnya yang memiliki keterbelakangan mental sehingga kerja otaknya setara anak tujuh tahun. 
Sebagai negara, Amerika Serikat berkepentingan menjaga Lucy terutama agar dia mendapat pendidikan dan pengetahuan yang baik; sesuatu yang oleh pemerintah dianggap tak akan bisa diperolehnya dari ayahnya sendiri. Sungguh negara yang baik. Tentu saja bukan hanya Amerika. 

Semua negara di dunia sesungguhnya berada pada bingkai pikir yang sama, mengupayakan yang terbaik untuk seluruh penghuninya. Indonesia bahkan mencantumkannya dalam Undang-undang Dasar. Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara

Sam diyakini sebagai orang yang dapat membuat Lucy telantar. Bagaimana seorang anak berusia tujuh tahun bisa mendapatkan perhatian yang baik dari orang lain yang juga berusia tujuh tahun? Dengan menerjemahkan secara bebas undang-undang dasar negeri ini, ketika dua orang berusia tujuh tahun hidup berdua saja di tengah negeri yang bergerak maju, mestilah mereka akan telantar. 
Baca juga: Hakuna Matata dan Puisi-puisi Lainnya

BACA JUGA
Harga Manusia Ditentukan Bersama

Maka jika tidak bisa keduanya, salah seorang dari mereka harus diselamatkan.Mengacu pada peraturan besar lainnya tentang penyelamatan bencana, yang jadi prioritas untuk diselamatkan adalah perempuan dan anak-anak. Lucy memenuhi dua kriteria itu dengan sempurna. Seorang perempuan yang masih kanak-kanak. Pemerintah bilang: Biarkanlah anak-anak itu datang padaku karena merekalah yang akan mengatur bangsa ini kemudian

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Peta pikir yang dipakai adalah jika anak-anak mendapatkan perhatian yang baik, masa depan bangsa akan baik. Amerika menunjukkan itu pada film dan negara-negara lain dan Indonesia mestilah demikian meski tak sempat membuat film. Mungkin karena para sineas negeri ini kesulitan membahasakan undang-undang dalam pola sinematografi yang baik, atau bisa juga karena produser merasa tidak akan balik modal. 

Soal kemudian muncul. Lucy justru merasa telantar saat tak bersama ayahnya. Ayahnya juga telantar. Dua orang ‘tujuh tahun’ telantar dan memutuskan melawan negara melalui pengadilan. Sebagai ayah, Sam merasa dapat memberikan perhatian yang dibutuhkan anak perempuannya–sesuatu yang sangat diragukan negara, dan sebagai anak Lucy merasa orang tua asuh yang disiapkan negara tidak cukup baik. 
Ada lubang yang kosong dalam dirinya yang jika dibiarkan maka akan membuat seumur hidupnya, Lucy akan melakukan pencarian (entah bagaimanapun caranya, dikhawatirkan akan negatif) untuk menutupi lubang yang kosong itu,” kata seorang saksi di pengadilan: saksi yang mendukung ayah beranak itu. 
O iya, di Amerika setiap pengacara terkenal dibayar mahal tetapi beberapa di antara mereka dengan alasan yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri siap menangani beberapa kasus dengan pro bono, for free, gratis: demi sesama manusia. 
Demikianlah Sam dan Lucy mendapat bantuan pengacara hebat yang dengan hebatnya bilang ini di pengadilan, di hadapan hakim dan jaksa penuntut umum: “Kadar IQ seseorang sama sekali tidak berhubungan dengan kemampuannya mencintai.” Ini seperti pertanyaan terbuka kepada dunia: apakah engkau akan cukup mencintai? Jika cukup, sesungguhnya satu atau semua orang boleh bersandar padamu. 
Seorang suci pernah bilang: bagi dunia kau hanya seseorang, tetapi bagi seseorang kau adalah dunianya. Begini, Sam dan Lucy adalah seseorang bagi negara. Sam sebagai pribadi yang memiliki keterbelakangan mental dan Lucy sebagai pribadi yang lucu yang harus diselamatkan. Hanya saja negara absen berpikir bahwa dunia Lucy adalah Sam sama seperti Lucy adalah dunia Sam, sama seperti Lucy adalah dunianya sendiri, sama seperti Sam adalah dunianya sendiri. Merdeka! Mengambil seseorang dari yang lainnya sama seperti mencuri dunia dari padanya. Apakah kita tanpa dunia? 
Saya pikir kasus Sam dan Lucy melawan negara adalah pertunjukan tentang perspektif. Tentang sudut pandang. Tentang cara melihat. Betapa kebenaran umum sesungguhnya tidak harus dipaksa masuk untuk diterima sebagai kebenaran pribadi. “Saya tidak mau punya ayah lain selain kamu!” Kata Lucy kepada Sam. Negara harus mendengar itu! 
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
BACA JUGA
Dari Buku ke Tabungan

Lucy menunjukkan kemerdekaannya sebagai pribadi, seperti juga Rueng dalam legenda “Loke Nggerang” yang dikenal luas oleh orang Manggarai yang membiarkan dirinya mati daripada harus menikah dengan raja yang tidak dicintainya.

Pembacaan atas kisah ini tentu saja tidak menempatkan Lucy dan Rueng sisi korban negara. Lucy secara merdeka memilih untuk tinggal bersama ayahnya yang setahun kemudian akan menjadi lebih bodoh darinya. Rueng juga secara merdeka memilih membiarkan kulit perutnya menjadi gendang. 

Bagi kita, yang mereka lakukan adalah sebuah kebodohan. Tetapi benarkah kita tidak bodoh ketika membiarkan orang lain akan menderita seumur hidupnya hanya karena kita berpikir bahwa kita telah melakukan yang baik untuknya? Maksud saya, apakah Lucy akan bahagia jika dipelihara oleh negara melalui orangtua asuh dan apakah Rueng akan bahagia jika menikah dengan raja? 
Sam memberikan cinta yang cukup untuk Lucy, raja tidak memberikan cinta yang cukup untuk Rueng. Mungkin sebaiknya ada redefinisi bagi mereka tentang cinta yang memerdekakan. Sting bernyanyi: If you love someone, set them free. Kalau pemerintah mencintai masyarakatnya, bukankah seharusnya semua masyarakat merasa merdeka? Karena jika tidak, Dakota Fanning dan Rueng melawan negara. Astagaaaa! 
Tentang I am Sam, film itu benar-benar memukau, a must seen. Lagu-lagu karya The Beatles bertebaran di sana dan saya terpukau. Satu scene bahkan menembak salah satu cover album fenomenal milik band asal Liverpool itu: Abbey Road. Ada lagu I Want You (She’s so Heavy) di album itu. Sean Penn memberi nama Lucy pada Dakota Fanning karena lagu Lucy in the sky with diamonds. Ah…
Salam
Armin Bell
Ruteng, Flores
Maret 2014

PS: Perspektif kisah Loke Nggerang sebagai perayaan kemerdekaan perempuan saya dapat dari obrolan dengan Marcelus Ungkang, Dosen Sastra STKIP St. Paulus Ruteng.

BACA JUGA
Kapan Merdeka Ini Selesai, Pertanyaan Romo Mangun dalam "Burung-burung Manyar"
Bagikan ke:

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *