Bougenville Pada Sebuah Perjalanan

Bulan November 2014 saya berkesempatan mengikuti kegiatan Borobudur Writers and Cultural Festival BWCF 2014. Saya melihat bougenville dalam perjalanan itu. BWCF 2014 diselenggarakan oleh Samana Foundation

bougenville pada sebuah perjalanan
Bersama Ivan Nestorman di Borong, Manggarai Timur | Dok. RanaLino.ID

Bougenville Pada Sebuah Perjalanan 


Bougenville adalah bunga dengan seludang berwarna cerah, disebut juga bunga kertas karena seludang bunganya yang tipis dan membawa ciri-ciri kertas. Nama ilmiah bunga ini adalah bougainvillea

Tampilannya yang cerah dan perawatannya yang mudah membuat bunga ini populer. Di Manggarai, setiap halaman memilikinya pada era 80-an. Maka melihatnya kembali dalam sebuah perjalanan di tempat yang jauh dari Nuca Lale memberi sensasi yang lain.
Sebut saja sensasi itu adalah koma. Sesungguhnya kau membutuhkan koma sebagai jeda dari hari-harimu yang sibuk sebelum tanda titik ditancapkan pada hidupmu oleh sang pemilik. Karena kalimat panjang tanpa jeda akan membosankan dan menjadi sulit dimengerti.
Saya sedang mendengar Christmas Light. Komposisi milik Coldplay. Sekarang adven dan lagu-lagu Natal menjadi musik wajib di Ruteng, kota hujan kami yang dingin. Natal selalu jadi tempat yang baik sebagai jeda setelah setahun bergelut, menari, berkutat, menyanyi dengan sebanyak-banyaknya kerja: kudut cébo agu léwé mosé oné lino, agar hidupmu penuh berkat dan berumur panjang.
Tentang Natal sebagai jeda atas hidup sepanjang tahun, saya lalu ingat tentang jeda yang tidak harus menunggu hidup telah berjalan setahun penuh. Jeda mestilah terjadi kapan saja, juga dalam perjalanan dari Borobudur ke Jogja melewati jalur Sendang Sono.

Jalan berkelok-kelok memberi hening yang panjang sampai Kae Ivan Nestorman melihat bunga bougenville besar di pinggir jalan. Musisi besar ini lalu berceletuk kecil pada saya di sampingnya. Tentang bougenville yang selalu menyita perhatiannya lebih besar dari semua hal yang dapat dilihatnya dalam setiap perjalanan.

Mengapa bougenville dan bukan mawar atau warung kopi atau lelaki tua yang memikul daun kingres untuk ternak sapinya yang juga ada pada bagian perjalanan itu? “Toé baén kolé gé. Entahlah. Tetapi setiap kali lihat bougenville saya pasti lebih serius memperhatikan,” katanya lalu bercerita tentang bougenville masa kecil di Ruteng sampai kisah membeli bougenville besar untuk rumahnya yang baru di Jakarta. Ya, langsung bunga bougenville besar.
Tentu saja tidak boleh disimpulkan bahwa kae Ivan bukan orang tekun sehingga malas memelihara bougenville dari awal. Tidak. Ketekunan adalah hal yang lain dari penyanyi internasional ini.

BACA JUGA
Koalisi Politisi untuk Mereka Sendiri?

Kalau dia tidak tekun, bagaimana dia bisa menjadi musisi besar saat ini? Dia telah menenun sejak lama, tetapi tentang bougenville yang besar dan berbunga indah adalah hal yang sama sekali lain. 

Begitu kira-kira tokoh ini mengambil jeda dalam setiap perjalanan. Bunga bougenville memanggil kenangan masa kecil atau ingatan tentang rumah, sesuatu yang mungkin tak sempat dilakukan ketika sedang bekerja, sedang sibuk, sedang berkarya.

Untuk apa memanggil kenangan menggali ingatan? Anggap saja untuk sebuah kesadaran bahwa siapa pun kau hari ini, saat ini, ketika sedang membaca ini, sebenarnya adalah hasil tenunan yang panjang dan belum selesai.

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Saya suka lapangan sepak bola. Rumah kami di masa kecil adalah rumah panggung dari papan di pinggir lapangan sepak bola. Maka dalam setiap melihat lapangan sepak bola dan anak-anak yang bermain di sepanjang perjalanan, saya mengenang masa kecil saya lengkap dengan orangtua, kakak-kakak dan para sahabat.

Begitu saja ingat saja tentang mereka bahkan tanpa harus menunggu masanya berdoa. Saya beruntung cukup sering menikmati perjalanan darat sepanjang usia saya dan lapangan sepak bola selalu menjadi seperti Ivan Nestorman dan bougenville.

“Ini Sendang Sono,” kata Om Bona Beding di sebuah pertigaan menunjuk ke arah atas. Saya ingat Mgr. Soegija dan kisah tentang Katolik di tanah itu dan berterimakasih kepada Om Bona pemilik Penerbitan Lamalera yang mengundang saya untuk ikut dalam perhelatan Borobudur Writers and Cultural Festival 2014.

Kami dalam perjalanan pulang, saya dan kae Ivan di kursi belakang, Om Bona menyetir dan seorang ibu yang baik kerabat Kae Ivan dan Om Bona di kursi depan. Kami berempat saja dan berbagi banyak sekali cerita.

Saya masih ingat kisah itu dengan baik ketika menulis ini dan Coldplay dengan lampu natalnya masih mengalun sampai paragraf ini.
Saya ingat sebentar lagi Natal. Betapa telah banyak hal yang telah terjadi pada tahun ini atas hidup saya. Salah satunya adalah kisah tentang bougenville dan lapangan sepak bola tadi. Lalu, apakah setiap orang perlu memikirkan tentang jeda yang remeh seperti bunga dan lapangan? Mungkin tidak.

Atau tidak perlu ada jeda setiap hari tetapi setahun sekali barangkali menjadi penting. Untuk itu kira-kira Natal hadir. Untuk jeda yang tidak sempat kita ambil dari bunga-bunga di lapangan pinggir jalan sepanjang tahun. 


Those Christmas lights, light up the street, maybe they’ll bring her back to me, then all my troubles will be gone, Oh Christmas lights, keep shining on…
Natal adalah kesempatan berkumpul dan berbagi keceriaan, kata Febry ‘Djiboel’ Djenadut adik perempuan saya. Dia tidak punya bougenville atau lapangan sepak bola. Hanya ada bonsai tetapi tidak cukup menyita perhatiannya dalam setiap perjalanan; mungkin karena dia sering tidur jika bepergian. Tetapi selalu ada Natal, kesempatan jeda semua umat.
Tentang berkumpul tentu saja tidak menjadi sesederhana pertemuan fisik atau muka ke muka saja. Ada banyak hal yang dikumpulkan pada masa-masa jeda, juga tentang mereka yang telah pergi. Kita mengenang saja dahulu, baru setelahnya berdoa.

BACA JUGA
Tokoh Utama Senang Bernyanyi

Baca juga: Balada Jalan Salib Maria

Saya ingat Lumini Alwy Petronela, saudari kami yang telah pergi beberapa tahun silam menghadap Tuhannya sendiri. Setiap Natal dia selalu sibuk dengan tugas-tugas liturgi di gereja. Suaranya bagus, dia dirigen yang baik. Natal ini dia tidak hadir tetapi kenangan tentangnya selalu mampir.

Demikianlah cara saya diingatkan untuk berdoa tentang mereka: orang-orang yang ada dalam tenunan hidup saya sampai hari ini. Tidak perlu berkecil hati kalau kau tidak sempat berdoa untuk orang-orang tercinta, mungkin selama ini kau lupa bahwa hidup butuh cukup banyak koma sebelum titik. Natal ini adalah koma yang universal.

Pakai saja dulu lalu di tahun baru nanti mulai menenun lagi. Baik saja rasanya kalau kita ingat bahwa kita bisa menempatkan koma di mana saja kalau kita mau. Koma: tempat yang baik sebagai jeda dan membiarkan bougenville pada sebuah perjalanan membawamu ke masa kecil atau ke rumah tempat para kekasih menanti.

Salam
Armin Bell
Ruteng, Flores
Bagikan ke:

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *