Waktu itu relatif. Ungkapan seperti itu selalu kita dengar. Jika ingin mendapatkan penjelasan tambahan, kita akan mendapat cerita tentang perbandingan, misalnya: waktu menunggu akan terasa lebih lama dari waktu bertemu, meski sama-sama 60 menit.
Tentang Waktu | Foto: Donnie Dnezco |
Waktu itu Lama atau Singkat?
Waktu lima tahun di kursi DPR mungkin akan terasa singkat jika dibandingkan dengan waktu lima bulan berkampanye agar bisa duduk di sana lagi di periode berikutnya. Lima bulan kampanye itu lamanya minta ampun.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); |
Saya lalu teringat pada diri sendiri (untuk tidak menyebut nama orang lain) yang selalu merasa rugi kalau harus berdoa lama sebelum tidur (doa paling lama mungkin hanya dua menit), tetapi selalu merasa rugi (juga) kalau tidak sempat merokok sebelum tidur (satu batang menghabiskan waktu sepuluh menit).
Ah, cuka minyak betul…! Apa itu berarti saya tidak menikmati saat-saat berdoa? Saya tentu saja hendak menyangkal, sebuah penyangkalan yang disangkal pula seketika oleh kenyataan bahwa saya memang merasa berdoa dua menit itu lama.
Tentang menunggu, sekarang November. Sebentar lagi Natal. Yesus hadir. Masa sebelum itu bernama Adventus. Sepertinya harus buat sesuatu agar Natal di Ruteng tidak terasa terlalu lama dinanti, bukan hanya memperbaiki pohon Natal yang hanya butuh waktu sehari tak sampai, tetapi memperbaiki diri sendiri. Mungkin ketika belum selesai kita bekerja memperbaiki diri itu, Natal telah sampai. Lha, kok jadi ngomongin ini?