Di Lewotolok, ada ritual pesta kacang. Utan Wun Lolon namanya. Warisan leluhur ini dijaga sampai saat ini.
Oleh: Zafry Taran Lamataro
Secara administrasi pemerintahan, kampung adat Lewotolok yang ada di kaki Ile Lewotolok adalah bagian dari Desa Amakaka, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata. Tetapi Lewotolok itu sendiri merupakan rumpun desa-desa yang ada di sekitar kaki gunung itu (Lewotolok Lewo Belen).
Pada zaman dahulu Lewotolok memiliki beragam kebudayaan. Beberapa di antaranya dilestarikan dengan baik dan hidup sampai saat ini. Sebagai contoh, orang-orang Lewotolok sampai saat ini memiliki ketaatan terhadap Lera wulan tana ekan, lewo tana rian wetan, sukuekan umalango, nuba nara kokerbale (Sang Ilahi, wujud tertinggi yang diyakini sebagai sang pemberi kehidupan, kampung halaman atau tempat tinggal, rumah adat suku beserta isinya (leluhur dalam suku yang telah meninggal), tempat memberi sesajen kepada leluhur).
Ketaatan-ketaatan itu tercermin dalam dalam kehidupan sehari-hari (way of life) dan tampak dalam berbagai tradisi dan ritus; mulai dari peristiwa kelahiran, perkawinan, hingga kematian. Tradisi dan ritus-ritus tersebut lahir dalam peradaban leluhur dari setiap suku lango (suku besar).
Beberapa ritus yang ‘hidup’ di Lewotolok sampai saat ini, di antaranya:
Utan wun lolon, sawar orok. Utan wun lolon adalah ritus ucapan syukur atas hail panen serta nilai-nilai kehidupan lainnya dalam masyarakat Lewotolok, sedangkan sawar orok adalah ritus makan jagung ketika pertama kali dipanen oleh kepala-kepala suku.
Pao boe ama opo koda kwokot. Ini yakni ritus memberi makan atau sesajen kepada leluhur nenek moyang.
Tewu hode, nawo dopeng ama opo koda kewokot. Ritus ini berhubungan dengan menjemput dan mengantar leluhur dalam suatu upacara adat.
Ohong lau dai. Ohong lau dai adalah ritus menerima kelahiran anak. Biasanya dilakukan beberapa hari setelah kelahiran.
Koda baya ha ana, tetek bang nawo kebarek. Ini adalah ritus perkawinan orang-orang Lewotolok. Mulai dari peminangan sampai pada mengantar anak gadis ke rumah mempelai laki-laki.
Maten murung, hebo nebo, kayo maten. Ritus kematian. Ritus ini bertujuan ‘memastikan’ bahwa orang yang meninggal dunia bisa sampai ke alamnya (kewokot).
Tula mei nawa, tapan holoy, tewu hode alang kiring. Ritus ini dilakukan untuk mempersatukan kembali tali persaudaraan dua suku akibat pembunuhan yang telah dilakukan nenek moyang pada masa lalu.
Lou bao, lebek luba, butek teluk, tobung tahik. Ini adalah ritus memanggil hujan atau mendatangkan hujan ketika hujan tak kunjung turun pada musim hujan.
Selain itu, masih banyak ritus lain yang dipelihara, dijalankan dengan penuh tanggung jawab, dan menjadi bagian dari seluruh sendi kehidupan orang-orang Lewotolok.
Baca juga: Di Langa Bajawa, Orang Muda Meramu Masa Depan Wisata Desa
Catatan ini secara khusus akan membahas tentang utan wun lolon atau ritual pesta kacang. Ritual ini secara umum dilihat sebagai bentuk ucapan syukur atas rezeki selama satu tahun. Namun sesungguhnya, utan wun lolon lebih dari itu. Segala unsur nilai-nilai kehidupan ada di dalamnya.
Utan Wun Lolon di Lewotolok
Saya beruntung karena tahun 2018 kemarin bisa mengikutinya. Ini merupakan kali kedua saya menjadi bagian dari ritual tersebut, setelah kali pertama pada tahun 2014 silam.
Tanggal 18 September 2018, saya berangkat dari kota Kupang menuju Kabupaten Lembata menggunakan KMP Ile Labalekan. Enam belas jam perjalanan terasa singkat, merindukan momen kumpul-kumpul bersama keluarga besar mengalahkan segala penat dan mabuk perjalanan.
Ya. Sebagai anak muda Lewotolok saya sangat merindukan ini; momen berkumpul bersama seluruh keluarga besar—sebagian menjadikan ini sebagai ajang mencari jodoh. Namanya juga anak muda. Tiba di rumah, Ibu menjadi orang pertama yang saya cari. Dia satu-satunya orang tuaku saat ini setelah kematian Ayah. Ibu memeluk erat, menangis bahagia. Empat tahun kami tidak bertemu. Itu rentang waktu yang lama untuk ukuran Ibu dan anak.
Setelah melepas rindu, Ibu mengajakku makan dan beristirahat. Waktu-waktu itu saya pakai untuk bertanya tentang ritual utan wun lolon yang akan segera dilaksanakan.
“Tiga hari lagi ritual ini akan dimulai,” kata Ibu. Lalu mengalirlah cerita tentang ritual ini, mulai dari orang-orang yang terlibat, penentuan waktu, sampai pada tahapan-tahapannya.
Baca juga: Orang Manggarai Harus Tahu PEKOSAMARAGA
Utan Wun Lolon merupakan ritual tahunan masyarakat Lewotolok yang menghuni tiga kampung yakni Amakaka, Tanjung Batu dan Waowala. Orang-orang Lewotolok sendiri merupakan gabungan dari enam suku besar yakni Lamataro, Ladopurap, Sabaleku, Langobelen, Langoday, dan Lewohokol.
Ritual ini dilaksanakan setiap tahun bisa pada awal bulan September atau minggu terakhir bulan September. Penentuan hari H ritual ini dilakukan oleh Kepala Suku Sabaleku berdasarkan perhitungan bulan Kabisat atau orang Lewotolok menyebutnya dengan wulan lei tou, lei rua, dan seterusnya.
Ada beberapa tahapan pada ritual ini, yakni:
- Luat watan/welu wua malu;
- Rekan belait;
- Haban Nakal;
- Lusi pai atau lusi gere lewo;
- Dorak kedopel;
- Pao nuba lewo weran dan lewo lein;
- Utan tak;
- Uwe tak;
- Nawo lusi
- Nawo dopeng ama opo koda kewokot;
Cerita lengkap tentang tahapan-tahapan utan wun lolon akan hadir pada bagian kedua (terakhir) catatan ini.
Tarian-tarian Adat Lewotolok
Selama proses ritual Utan Wun Lolon berlangsung, masyarakat Lewotolok melaksanakan sole oha hamang basa atau tari-tarian adat Lewotolok.
Tari-tarian adat ini terdiri dari:
- Oha. Oha merupakan tarian adat berbentuk lingkaran yang diselingi syair-syair berbalas. Oha, dulunya merupakan ajang anak muda Lewotolok mencari jodoh.
- Lian. Tarian ini mirip dengan oha hanya saja syair maupun sastra-sastra lisan yang di lantunkan berupa teka-teki yang menggambarkan utang-piutang nenek moyang dahulu. Biasanya satu lantunan teka-teki sastra lisan bisa menghabiskan satu malam untuk menjawab, ada juga yang tidak bisa di jawab hingga di lanjutkan tahun berikutnya pada momen ritual utan wun lolon.
- Hedung. Merupakan tarian perang masayarakat Lewotolok, sehingga alat-alat tarinya berupa parang, tombak dan dopi (sebilah papan) yang di pegang saat menari.
- Ketaong. Ketoang merupakan tarian silat kampong. Tarian ini biasanya diperankan oleh laki-laki.
- Sileken. Tarian dilakukan oleh dua orang. Masing-masing penari memegang rotan untuk saling memukul betis pasangan.
Sole oha hamang basa atau segala jenis tari-tarian ini dilaksanakan di namang kampung adat Lewotolok. Namang adalah sebuah area luas, terletak di tengah kampung. (bersambung)
–
16 Januari 2019
Zafry Taran Lamataro. Nama lengkapnya adalah Siprianus Taran Lamataro. Putra Lewotolok, sekarang menetap di Kota Kupang. Zafry mengelola blog lamatarotaran.blogspot.com.