yovie jehabut surat terbuka kepada kepala dinas pariwisata provinsi nusa tenggara timur

Surat Terbuka kepada Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Timur

Terkait dengan Lomba Blog Exotic NTT dan Lomba Foto Pariwisata NTT 2018, Yovie Jehabut menulis “Surat Terbuka Kepada Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Timur”.


Kepada

Yth. Bapak Kepala Dinas Pariwisata Nusa Tenggara Timur

di

Kupang

Salam Hormat,

Saya menulis surat terbuka ini sebagai bentuk keresahan yang akut akan apa yang dipertontonkan oleh Dinas Pariwisata NTT yang bapak pimpin dalam kurun waktu dua pekan belakangan.

Di tengah geliat kebangkitan pariwisata kita satu dekade terakhir, jutaan warga NTT mulai menggantung mimpinya setinggi mungkin untuk boleh meraih masa depan yang lebih baik melalui dunia pariwisata. Pariwisata juga digadang-gadang menjadi dewa penyelamat bagi salah satu provinsi termiskin di Indonesia ini.

Sebagai sektor yang memberikan manfaat ganda (multiple effect), tentu saja pariwisata bisa diandalkan mendongkrak perekonomian warga NTT, bukan hanya bagi pelaku usaha pariwisata tetapi juga bagi hampir seluruh lapisan masyarakat.

Harapan terbesar kami warga NTT dalam hal ini ada pada dinas yang bapak pimpin, sebagai penentu arah kebijakan pariwisata kita. Sayangnya, bapak dan dinas yang bapak pimpin mengabaikan mimpi-mimpi kami.

Di era digital saat ini, website Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Timur (http://www.dispar.nttprov.go.id/) yang seharusnya menjadi sumber informasi penting bagi masyarakat, wisatawan, dan pelaku usaha pariwisata, justru tidak diurus. Belum lagi website yang menjadi platform bersama promosi pariwisata NTT (http://www.tourism.nttprov.go.id/) kondisinya lebih memprihatinkan. Keduanya tak lagi bisa diakses.

Saya ingat betul, bagaimana saya termasuk salah satu dari ratusan pegiat pariwisata NTT yang ikut mengkreasi dan memasukkan program-program wisata beserta foto-foto terbaik ke dalam platform itu setahun lalu. Semua pekerjaan itu menjadi sia-sia dan diabaikan serupa angin. Belum lagi skandal pencantuman foto milik orang tanpa ijin yang tidak pernah diselesaikan dengan baik oleh bapak dan dinas yang bapak pimpin.

Kini, di penghujung 2018 ini, Dinas yang bapak pimpin kembali memberikan kado akhir tahun yang getir bagi dunia kreatif dan literasi NTT. Saya ingin membahas itu mulai dari lomba blog dan vlog yang diselenggarakan oleh dinas Pariwisata NTT.

Satu, Lomba Blog

Bapak yang terhormat. Nasib intelektualitas sebuah generasi sangat bergantung pada warisan literasi generasi sebelumnya. Warisan literasi yang baik akan melahirkan generasi yang baik pula. Saya yakin bapak paham betul soal ini. Betapa vitalnya peran literasi membuat kita semua tentu tak bisa main-main dengan hal ini.

Bapak bisa googling tentang kontroversi yang timbul akibat buruknya penjurian lomba blog kemarin. Boleh juga jika bapak sempat silakan bacaa satu dari ulasan itu di “Lomba Blog Exotic NTT dan Juri yang Mengabaikan Kriteria Panitia”.

Perlu saya sampaikan bahwa saya bukan peserta lomba. Sekali lagi bukan peserta lomba! Agar para juri tidak lagi melihat ini sebagai “ketidakpuasan” peserta yang kalah! Ini juga bukan soal uang, sehingga pernyataan seorang juri yang ingin mengembalikan uang honor jurinya ke panitia menjadi pernyataan yang tidak bernilai apa-apa, bahkan kekanak-kanakan. Ini soal nasib literasi kita, pak! Tentang apa yang akan kita wariskan untuk generasi setelah kita!

Bapak semestinya sudah tahu, bahwa dunia blogging saat ini sudah mulai menjadi acuan bagi banyak kebutuhan informasi, belum lagi perlahan telah menjadi gaya hidup generasi milenial. Tidak ngeblog, tidak keren, pak! Dunia blog juga telah mengambil peran penting dalam mengenalkan keunikan dari satu daerah kepada dunia, termasuk tentang NTT.

Mungkin bapak tidak tahu, bahwa di luar sana banyak putra-putri NTT yang benarbenar mencintai dunia blog dan menulis dengan sungguhsungguh di blognya, mengelola blog itu sebaik mungkin dan mencurahkan segala kemampuannya, mencurahkan tenaga, waktu dan bahkan uang untuk menulis blog. Bapak harus tahu, bahwa saat dinas yang bapak pimpin menyelenggarakan lomba blog, mereka menatap layar ponsel dan komputer mereka dengan senyum sumringah, senyum bangga, dan gairah!

Mereka bukan orang-orang mengharapkan peringkat juara apalagi hadiah. Mereka adalah orang-orang yang mau berkarya dengan sepenuh hati. Saat hasil penjurian diumumkan, mereka dan juga kami semua tersadar bahwa, di tangan dinas yang bapak pimpin, semua keringat yang tercucur, semua kesungguhan yang tercurah telah menjadi sampah.

Kami memberontak. Bukan untuk dijadikan pemenang (toh saya bukan peserta), tetapi meminta agar tolong kembalikan keagungan literasi yang telah diinjak-injak itu. Kami ingin memeluknya kembali, merawatnya, dan menjadi pantas untuk diwariskan.

Bapak mungkin dengar dan tahu bahwa ada pemenang yang mengembalikan hadiah dan gelar juaranya karena kecewa pada proses yang buruk. Dalam kasus ini, bapak cuci tangan dan bilang jika itu sepenuhnya wewenang dewan juri.

Baca juga: Surat Terbuka dari Ruteng untuk Najwa Shihab

Yah betul, soal siapa yang menjadi pemenang adalah wewenang dewan juri, tetapi melalui persyaratan lomba, bapak dan dinas yang bapak pimpin telah dengan jelas menjabarkan karya seperti apa yang layak menang.

Jika juri mengabaikan itu, wewenang seperti apakah yang bapak berikan kepada dewan juri, hingga tak mengapa mengabaikan persyaratan yang bapak tetapkan? Ini jelas sangat menyakitkan! Uang rakyat NTT yg dipakai untuk lomba ini harus bermanfaat, pak. Itu uang rakyat yang sebagian besar masih bercokol dengan kemiskinan mereka, dan kami tak rela uang itu menguap karena klausul klasik “keputusan juri tidak bisa diganggu gugat”.

Masalah lain dan yang lebih buruk adalah retaknya hubungan antara para blogger di NTT! Bapak mungkin tidak tahu, bahwa dunia blog telah mempertemukan banyak orang di dunia ini. Bahkan telah berhasil melahirkan banyak perubahan besar bagi dunia di sekitar mereka. Blogging adalah sebuah dunia yang satu sama lainnya dianggap sebagai saudara.

Buruknya proses penjurian lomba yang bapak selenggarakan, telah memporak-porandakan keluarga besar ini. Kontroversi telah melahirkan kubu yang saling hadap-hadapan. Ini jauh lebih menyakitkan dari sekedar mendengar klarifikasi juri yang tidak masuk akal dan terkesan anti kritik. Juga, tak ada permintaan maaf yang tulus! Bapak masih merasa tidak bersalah? Ataukah kami berharap pada orang yang salah?

Dua, Lomba Foto

Bapak yang terhormat. Kisruh lomba blog belum selesai. Hari ini kami disuguhkan lagi oleh kisruh lomba foto yang diselenggarakan sekali lagi oleh dinas yang bapak pimpin. Ini benar-benar menjelaskan mengapa penjurian lomba blog begitu buruk? Jika bapak berkenan silahkan baca kontroversinya “Lima Plus Satu Hal Menarik Terkait Lomba Foto Pariwisata NTT 2018”.

Persoalannya bukan pada siapa yang juara dan tidak. Ini tentang pengabaian yang sangat membahayakan dunia kreatif warga NTT. Semua peserta yang mengikuti lomba ini (sekali lagi, saya bukan peserta lomba!) pasti mengirimkan hasil karya foto terbaiknya! Dunia fotografi bukan sekedar dunia cekrek sana cekrek sini.

Dunia fotografi adalah dunia yang penuh dedikasi dan kesungguhan. Tentang menuangkan sudut pandang dan imajinasi pada tangkapan gambar di lensa kamera. Ini tentang mengabadikan sisi terbaik yang bisa direkam. Sekali lagi, ini tentang rekam keindahan yang akan diwariskan ke generasi mendatang.

Apa jadinya jika dunia yang mulia ini harus hancur lebur di hadapan pengabaian yang entah disengaja atau tidak. Bayangkan saja jika 10 orang dengan karyanya masing-masing, yang dengan sungguh-sungguh dan penuh dedikasi dia ciptakan harus rela menjadi sampah di tangan panitia lomba.

Saya tidak tahu bagaimana menggambarkan betapa menyakitkan kenyataan ini? Bukan hanya bagi peserta yang terabaikan tetapi juga bagi insan fotografi di mana saja berada. Hal yang paling ditakutkan juga pasti bakal terjadi seperti kasus lomba blog, yakni lahirnya sikap pro dan kontra. Runtuhlah juga rumah besar, rumah bersama fotografer NTT! Akan ada perbincangan panas di media sosial, bahkan bisa berujung retak di dunia nyata.

Saya tidak tahu apa yang ada dalam benak bapak sebagai Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Timur, melihat banyaknya kehancuran dan keresahan yang timbul dari pengabaian yang bapak lakukan.

Baca juga: Berkunjung ke Pulau Sumba, di Pantai Rua Om Nanga Bercerita tentang Nihiwatu

Rasanya surat ini terlalu panjang dan sangat menyita waktu bapak jika harus membacanya sampai tuntas. Saya hanya orang-orang yang kalah meski tak menjadi peserta lomba manapun yang diselenggarakan dinas bapak. Saya hanya orang yang kalah menghadapi kedigdayaan bapak dan dinas bapak yang tak pernah tersentuh kritik, hingga pada penghujung kata hanya bilang “siap dicopot dari jabatan”.

Sekali lagi, saya berharap, melalui surat terbuka ini, bapak bisa sedikit menangkap apa yang kami maksudkan. Semoga bapak bisa menangkap keresahan dan kegundahan saya yang bersinggungan dekat dengan dunia yang bapak urus juga dunia blogging dan fotografi yang dilombakan.

Melalui surat terbuka ini pula saya memohon dengan rendah hati, kembalikan literasi yang agung itu pada keagungannya. Kembalikan jiwa travel blogging yang telah dirampas itu kepada tubuhnya agar hidup dan layak diwariskan. Kembalikan juga dunia fotografi kami pada tonggaknya, agar ia tumbuh dan menjadi hidup, untuk merekam keindahan waktu, dan membuatnya abadi.

Mohon maaf jika surat ini dianggap lancang dan tak santun, tetapi beginilah sikap jiwa yang tergores dan terluka.

22 Desember 2018

Salam hormat dari saya yang “Bukan Siapa-siapa”

ttd

Yovie Jehabut

Yovie Jehabut mengelola blog jagarimba.id – tentang alam dan manusia. Bergiat di Flores Exotic Tours dan Flores Cycling. Tulisan lainnya di ranalino.co adalah tentang Kancilan Flores.

Catatan:
Surat Terbuka ini pertama kali ditulis dan disebarkan di akun facebook Yovie Jehabut. Atas izinnya, disiarkan kembali di ranalino.co untuk menjaga (dokumentasi) kesinambungan beberapa narasi terkait polemik lomba yang diselenggarakan Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Timur pada akhir tahun 2018 ini.