tsunami dan bencana kemanusiaan di flores maumerelogia iii maria pankratia

Tsunami dan Bencana Kemanusiaan di Flores, Catatan Jelang Maumerelogia III

Maumerelogia akan digelar bulan November mendatang. Ini adalah kali ketiga event di kota Maumere itu digelar. Apa itu Maumerelogia dan bagaimana kegiatan itu akan berlangsung tahun ini?


Oleh: Maria Pankratia

Maumerelogia adalah sebuah event/festival sastra dan teater/seni pertunjukan yang diselenggarakan setiap tahun oleh Komunitas KAHE – Maumere.

Maumerelogia pertama kali digelar pada tahun 2016, melibatkan komunitas-komunitas teater yang ada di Maumere dan didukung oleh Coloteme Art Movement – Kupang. Tahun 2017, pada perhelatannya yang kedua, Maumerelogia juga melibatkan kelompok-kelompok teater pelajar, bekerjasama dengan Koalisi Seni Indonesia (KSI) dan Peace Woman Across The Globe (PWAG) yang menyelenggarakan Temu Seni Flores.

Dalam dua perhelatan sebelumnya, Maumerelogia tidak hanya berisi pentas teater dan sastra. Di dalamnya juga dihadirkan diskusi-diskusi seputar masalah sosial yang didekati dengan medium teater/sastra dan kesenian pada umumnya, beberapa serial workshop, dan diskusi-diskusi pasca-pementasan.

Berawal dari tujuan sederhana, yaitu untuk menciptakan ruang dan medan (uji coba) bagi kreasi serta apresiasi sastra dan teater di kota Maumere, Maumerelogia kini secara sadar dibangun sebagai medium produksi pengetahuan, ekspresi argumentasi politis sebagai respons terhadap isu-isu sosial yang ada, terjadi, dan dialami dalam tubuh masyarakat kota Maumere, dan NTT pada umumnya. Isu-isu sosial ini juga kemudian diproyeksikan dan direfleksikan dalam konstelasi yang lebih luas, yaitu dengan situasi terkini Indonesia.

Serius sekali ya? Tak apa, sesekali kita harus memikirkan dunia ini lebih serius, kasihan yang akan hidup setelah kita nanti. Iya kan?

Memasuki tahun ketiga, Maumerelogia III rencananya akan berlangsung pada tanggal 2 – 4 November (Diskusi dan Launching Buku), dilanjutkan 9 – 10 November 2018 (Festival Teater). Beberapa agenda kegiatan yang telah disiapkan antara lain, pameran foto dan gambar, launching dan diskusi buku, pemutaran film dokumenter, serta pentas teater yang akan melibatkan banyak tim dari sekolah/kampus di kota Maumere.

BACA JUGA
Travelling Light dan Kekasih dalam Ransel

Mengusung tema Tsunami! Tsunami!, festival tahunan Maumerelogia III mencoba meneruskan proyek kesenian pada Desember 2017 yang lalu. Saat itu, Komunitas KAHE bekerjasama dengan Teater Garasi Yogyakarta menggelar kegiatan dengan tajuk M 7.8 SR: Pameran, Diskusi, dan Pertunjukan (Refleksi Tsunami di Maumere dalam Memori, Perubahan, dan Ancaman). M 7.8 SR merujuk pada kekuatan guncangan gempa yang terjadi kala itu.

Baca juga: Cukup Sudah Bagi-Bagi Buku Gratis, Maria!

Kegiatan ini merupakan presentasi dari rangkaian pertemuan, sharing, workshop, dan eksperimentasi terhadap proses penciptaan bersama (collaborative creation) yang berlangsung kurang lebih selama empat bulan dan menjadi bagian dari program AntarRagam. Hal ini juga menjadi salah satu cara dalam melihat kembali peristiwa bencana alam tsunami Flores 1992 yang kian dilupakan.

Tema tersebut dipilih, didasari oleh kegelisahan paraseniman yang terlibat, terhadap peristiwa tsunami sekaligus menjadi refleksi bahwa peristiwa bencana tersebut adalah teropong untuk melihat keadaan Flores, khususnya Maumere masa kini dan potensi-potensi ancamannya di masa depan.

Isu-isu masa kini yang kemudian disoroti secara khusus oleh KAHE antara lain mengenai privatisasi ruang publik, krisis ekologi, human trafficking, dan fenomena media massa. Tsunami sekarang punya banyak wajah. Dia bukan hanya sebuah bencana alam, melainkan juga bencana kemanusiaan.

Oh yah, jika kawan-kawan berpikir bahwa isu ini sengaja diangkat karena situasi Indonesia saat ini yang darurat bencana, kami boleh bilang: itu KELIRU! Inisiatif KAHE untuk membuat sebuah karya seni dengan tema tsunami  sebenarnya sudah ada sejak tahun 2015.

Tsunami  adalah sebuah upaya mengenang dan merefleksikan kembali peristiwa bencana alam dahsyat yang terjadi di Flores (khususnya Maumere) pada 12 Desember 1992, yang menelan berjuta korban jiwa, kerusakan materi, dan berpengaruh bagi jalannya sistem ekonomi, politik, dan kebudayaan. (Tahun 2017, bencana alam ini berusia 25 tahun).

BACA JUGA
Menuju Flores Bebas Rabies (Bagian 2): Mapitara, Ahu Noran Koe ’On?

Dalam Maumerelogia III, isu tersebut ditawarkan kepada kelompok-kelompok penampil, penonton, dan partisipan, untuk melakukan pendekatan lewat disiplin dan karya masing-masing.

Baca juga: Membaca Norwegian Wood, Mendengar Dongeng Murakami dan Kritiknya bagi Aktivis

Beberapa komunitas seni berbasis sekolah formal telah menyatakan kesediaannya untuk tampil pada Maumerelogia III. Sebut saja, SMA Negeri II Maumere, SMAS John Paul II Maumere, juga perguruan tinggi Universitas Nusa Nipa, IKIP Muhammadiyah Maumere dan STFK Ledalero. Tak hanya itu, beberapa seniman dan kelompok seni dari wilayah Nusa Tenggara Timur lainnya, seperti Kupang dan Labuan Bajo, juga telah menyatakan siap untuk berpartisipasi.

Adapun buku yang akan di-launching merupakan buku pertama yang merangkum semua tulisan para seniman KAHE dan para penulis undangan yang diminta untuk terlibat pada antologi bersama. Dengan tetap mengusung tema tsunami, penerbitan buku ini difasilitasi oleh Garasi Performance Institute Yogyakarta yang turut terlibat sejak M 7,8 SR pada 2017 lalu.

Peluncuran buku ini akan diwarnai dengan diskusi bersama beberapa narasumber pilihan. Cakupan isinya berkutat pada isu atau fenomena sosial yang saat ini marak berkembang.

Buku lainnya yang juga akan didiskusikan adalah Perjalanan Mencari Ayam karya pemilik blog ini, yeah Armin Bell. Tentang beliau, langsung saja obok-obok isi blog ini. (Ini bukan pesan sponsor lah yah, meskipun kelihatannya begitu, hihihi).

Diskusi yang akan digelar nantinya, tidak hanya sebatas pada buku-buku yang dibedah. Tetapi, juga berusaha membicarakan isu-isu relevan demi merespon peristiwa-peristiwa yang tengah berlangsung di Indonesia. Tragedi gempa Lombok, Situbondo, serta tsunami di Palu, Donggala dan Sigi juga tak luput dibicarakan nantinya. Meskipun yang diperbincangkan adalah tsunami Flores dua puluh enam tahun silam, fenomena alam masa kini tentu jadi kegelisahan bersama kita semua.

BACA JUGA
Molas Rigit, Keriting Berbahaya, dan Rambut Rebonding Jelang Natal di Ruteng

Selain pentas teater dan diskusi buku, Maumerelogia III juga melibatkan seniman lainnya di Maumere untuk berkarya merespons isu yang sama. Ada Komunitas Huruf Kecil dan Gurang Garit Art yang siap melakukan live sketch dan pameran lukisan, juga kelompok musik Anak Cabang yang selalu menawarkan sudut pandang lain dalam bermusik.

Selain itu, beberapa film dokumenter siap diputar dan diperbincangkan. Sutradara film “RumahTerakhir” Thyke Syukur dari Labuan Bajo telah mengkonfirmasi kehadirannya pada acara kali ini. “Rumah Terakhir” adalah salah satu dokumenter terpilih dalam Final Pitching Forum Project Change 2015.

Lokasi pusat penyelenggaraan Maumerelogia III nantinya akan berlangsung di area pantai Lokaria, tepatnya di halaman Biggong Tedang Kopi. Sedangkan diskusi buku dan pemutaran film akan dilaksanakan di beberapa tempat, seperti kampus STFK Ledalero dan Universitas Nusa Nipa.

Sebagai penutup dan ajakan bagi kawula muda sekalian, generasi milenial yang selalu oke dalam berpikir maupun juga bertindak, kita mau bilang: ini bukan hanya acara komunitas KAHE, melainkan acara kita semua. KAHE membuka diri kepada siapa saja untuk terlibat dan bekerjasama dalam menyukseskan acara ini. Mari kita bersama-sama menghidupkan geliat kesenian, terutama teater. Bukan hanya di Maumere atau Flores tetapi juga di seluruh Nusa Tenggara Timur. Epang Gawan.

13 Oktober 2018

Ami Noran,

Maria Pankratia | Tim Publikasi Maumerelogia III – KOMUNITAS KAHE

Bagikan ke:

3 Comments

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *