Saya lahir di Oepura Kupang, menghabiskan masa kecil di Pateng, sekarang tinggal di Ruteng dan memperkenalkan diri sebagai Blogger Ruteng. Sebagai blogger saya senang berbagi cerita perjalanan. Kali ini, ke tempat lahir beta.
![]() |
Di tanah tempat lahir beta, Oepura Kupang |
Oepura Kupang, Tempat Lahir Beta
Mungkin terbayang seperti nasi padang bagi seorang anak yang harus selalu sabar melihat daun singkong yang digarap bening pada suatu makan siang di kardol mereka. Fyi, kardol adalah ruangan penghubung antara rumah besar dan dapur.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); |
Tetapi tak pernah ada yang menduga cara semesta bekerja. Beberapa tahun silam, saya dapat kesempatan melihat Oepura.
Bidan Etty yang membantu Muder Yuliana pada hari saya lahir, menemani perjalanan napak tilas saya ketika itu. Betapa saya terharu tetapi juga kecewa karena tidak sempat membuat dokumentasi. Kapan kesempatan seperti itu datang lagi?
Ternyata pada bulan Oktober 2016 silam. Perlu waktu tigapuluh empat tahun lamanya untuk bisa membuat dokumentasi dalam bentuk gambar, bahwa seorang lelaki tak kan pernah lupa tanah tumpah darahnya. Tak ada pohon kalo yang bisa menjadi penunjuk jejak, tetapi saya mendengar kuni saya berbisik mesra, menyapa, dan menebar haru. Saya melihat karang di tanah itu. Mungkin ketika belajar bicara, saya menyebut mereka ‘kayang’.
Baca juga: Tuhan Menambal Ban Saya
Saya senang bisa minum kopi bersama Bidan Etty yang membantu kelahiran saya, bersama Om Zakarias Angkasa, suaminya yang setia dan hebat. Tuhan pasti sedang menyiapkan kejutan manis untuk orang-orang sebaik kalian ketika saya menulis catatan kecil ini. Kita akan bertemu lagi dengan cerita yang tak pernah habis.
Pada perjalanan yang sama, saya sempat mampi ke Rumah Sasando. Melihat Jack Pah memainkan alat musik itu dan menikmati kesenangan yang lebih. Sungguh.
[youtube https://www.youtube.com/watch?v=VgyeJohrdMM]
- Neka Hemong Kuni agu Kalo, adalah ungkapan Manggarai tentang kearifan personal untuk selalu mengingat tanah kelahiran. Ungkapan ini juga didengar dalam versi lain, Neka Oke Kuni agu Kalo.
- Kuni adalah plasenta. Di Manggarai, plasenta dipercaya sebagai Kakak, yang hidup bersama bayi di dalam rahim Ibu. Ketika persalinan, kakak akan dikubur dengan doa dan harapan.
- Kalo adalah pohon dadap. Pada generasi dahulu, di tempat kuni dikuburkan, sebuah kalo harus ditanam sebagai penanda. Dari sanalah ungkapan Manggarai Neka Oke Kuni agu Kalo itu berasal.