Saya suka Sting. Ya, Sting yang pentolan The Police itu. The Police yang menjadi grup pengusung new wave pertama yang sukses secara komersil. Sting adalah vokalis dan pemain bass di kelompok itu.
Sting
Nonton Sting itu Seru
Begitu hebatnya Sting maka menyaksikan penampilannya secara live adalah sebuah karunia. Saya hafal beberapa lagunya, saya senang dengan Moon Over Bourbon, dan saya menghormati seluruh proses pencariannya di panggung musik internasional.
Panggung Mata Elang International Stadium benar-benar hebat. Tata lampu yang luar biasa menjadi semakin istimewa dengan penampilan Sting dan kawan-kawannya hari itu. Saya tiba satu jam sebelum konser dimulai. Berdesak-desakan sekian lama, saya lolos dengan sempurna dan membaur dengan sekian ribu penggemar pentolan The Police ini. Ancol cerah sore itu, Sabtu 15 Desember 2012, menjadi hari yang tidak akan pernah terlupakan.
Bagaimana tidak? Saya tiba di sini setelah perjalanan rahasia dari Ruteng. Transit setengah jam di Ngurah Rai, menjelang siang Batavia Air menghantar saya ke Bandara Sukarno Hatta. Tiba sekitar jam 15.30 WIB, saya habiskan waktu di bandara.
Konser baru dimulai jam delapan malam, saya masih punya banyak waktu untuk rehat, menelfon istri, ngobrol sejenak dengan anak dan bilang, “Besok malam papa pulang, Rana jangan nakal em. Bapa pasti bawa ole-ole!” Dia jawab, Baik-baik!, lalu nyanyi: O mama O papa, tapan Nana tetola, ini Nana tuda besal, ini dadi olang pital….
Baiklah. Tidak banyak yang tahu bahwa saya ikut nonton Sting di konser Back To Bass ini. Hanya istri dan anak yang saya pamiti di Ruteng. Mereka setuju, terutama karena ini adalah kesempatan langka setelah selama ini saya memaksa mereka menikmati Sting dan teriak-teriak waktu nyanyi I Was Brought To My Senses dan lagu-lagu lainnya. Maka beginilah sekarang.
Jam 16.00 WITA saya berangkat dari bandara dengan taxi menuju Ancol. Entah karena macet, atau memang sopir taksinya sengaja karena tahu saya tidak sering datang ke Jakarta sehingga tidak akan protes soal lamanya perjalanan dan dia bisa dapat bayaran ratusan ribu sore itu, saya baru tiba di Ancol jam tujuh malam.
Tidak banyak yang tahu bahwa saya nekat menjebol tabungan saya untuk tiket pesawat dan tiket konser yang dua-duanya mahal. Saya dapat tiket konser kelas termurah: Rp. 850.000,- setelah berbelanja online. Bayangkan, angka sebesar kurang sedikit dari UMR Propinsi NTT itu menjadi yang termurah. Well, pantas-pantas saja sih, karena ini Sting dan dia hebat dan saya penggemar beratnya.
Di antrian masuk saya sempat melihat adik ipar saya Elna dengan beberapa temannya asyik ngobrol sambil tunjuk-tunjuk tiket. Iya deh dirimu punya tiket, saya juga, kata saya dalam hati.Kami semua yang bertiket berhasil masuk dengan selamat. Berhubung yang konser adalah Sting sehingga kekacauan seperti yang saya lihat pada konser-konser lainnya tidak terlihat. Saya menduga ini karena para penggemar Sting memang rata-rata orang baik.
Jam 08.40 WIB, konser dimulai.
Damn! Sting keren! Sumpah! Terutama karena lagu pertama yang dia nyanyikan adalah lagu favorit saya dan saya hafal setengah mati liriknya: If I Ever Lose My Faith In You yang saya tahu sebagai salah satu lagu yang muncul di Album The Best Of Sting And The Police. Saya langsung kirim SMS ke istri saya: Maaaaaa…. Sting nyanyi itu lagu yang kemarin saya dengan Rana goyang-goyang! Love You. Beberapa saat kemudian datang balasan: If I Ever Lose My Faith In You? Wah… selamat em su bisa nonton Sting live. Love you too. Take care Pa.
Ini benar-benar hebat. Saya nonton Sting. Yeaaah! Hari itu dia ditemani lima pengiringnya yang saya kenal sebagai Dominic Miller pada gitar; David Sancious di keyboard; Vinnie Colaiuta sebagai penggebuk drum; pemain biola Peter Tickell; serta penyanyi latar Jo Lawry. Mereka sering bersama Sting di beberapa konser. Mirip Sting, mereka mengenakan kostum berunsur gelap. Soal performa mereka juga sama dengan Sting. Menggelora. Saya suka si Peter pemain biola itu.
Hampir sepanjang konser ia berdiri di belakang, bersebelahan dengan Jo Lawry. Namun di beberapa lagu seperti Driven Tears, Tickell maju ke barisan depan. Ia bermain solo dengan begitu liar. Ia sampai berulang kali membungkukkan badan hingga rambut pirangnya terurai ke depan muka. Saking semangat menggesek beberapa tali penggesek biolanya putus. Tapi Tickell pantang surut. Ia terus menggesekkan biolanya hingga membuat penonton melongo. Kagum.
Saya mau cerita itu ke istri saya via SMS ketika dari samping ada yang memanggil saya.
“Kae Armin datang nonton juga tadi ka?” tanyanya. Saya menoleh… O la la… Dia anak Ruteng, saya lupa namanya tapi kami sering bertemu di kompleks pertokoan.
“Haeh… iya e… kau datang juga tadi ka?” tanya saya heran bercampur kagum, ternyata saya tidak sendirian dari Ruteng yang nekat datang ke Ancol ini.
“Iya, Kae. Kbetulan lewat tadi terus langsung mampir. Ini acara apa kae?” tanyanya lugu dan saya hampir pingsan. Anak ini kebetulan lewat dan akhirnya bisa nonton Sting? What the heck! Ini manusia dari mana bisa secara ajaib ada di sini?
Saya sikut dia dengan keras. Dia kesakitan dan seperti mau menangis. Benar, dia menangis. Tapi kenapa suara tangisannya mirip Rana? Saya menoleh lagi, dan ASTAGAAAA. Ada Rana. Dia sedang menangis dengan mata terpejam sambil bilang, “Tamba tutu Nana, tamba tutu Nana…”My God. Dot susunya sudah kosong dan dia masih mau minum.
Mana Sting? Tidak ada di sini ternyata. Saya di kamar, tertidur, dan mimpi nonton Sting. Sekarang jam dua dini hari di Ruteng, saya bangun mengambil dot kosong itu lalu melakukan rutinitas dinihari seperti biasa; putar susu buat anak. Istri saya tampak lelap, ada sungging senyum di wajahnya. Mudah-mudahan bukan karena mimpi nonton konser seperti saya. Dan terutama bukan mimpi nonton dangdut koplo. Meski mimpi, itu adalah bantingan selera yang terlampau luar biasa. Sampai di sini cerita saya hari ini. Neka rabo sudah mengganggu.
Salam
Armin Bell
Ruteng, Flores
Catatan:
Postingan ini sebelumnya adalah catatan di facebook dan kabarnya banyak yang tertipu. Mere berpikir saya benar-benar ikut nonton Back to Bass. Well, saya sebenarnya benar-benar mau nonton tetapi apa daya uang tak sampai. Di-repost di blog untuk kepentingan dokumentasi.
Beberapa kisah di atas adalah benar karena saya baca dari sini: http://www.tempo.co/read/news/2012/12/16/113448504/Violinis-Konser-Sting-Bermain-Liar
Mohon maaf jika ada yang di paragraf awal sudah protes: Kenapa Armin tir kasitau kalau dia ke Jakarta? Piss.
Hahahahhahahaha…saya tersedak di alinea terakhir bang! Mantap bana!
Hahaha… maapken 😀
Meskipun senang musik, kalau disuruh lihat di panggung, malas banget Bang! Lagian harganya juga tidak murah
Hehehehe… wah klo saya, liat live itu rasanya gimanaaaa gitu. Tapi ya itu tadi, sering ga bisanya gara-gara duit lagi kosong hahaha
hahahha….bikin penasaran judulnya. ini toh yang pa armin ajar selama ini? hahahha…follow kae. susiloreynald.wordpress.com
Hahahaha… itu sudah hahaha… siiiip