Kita tersesat. Rasanya begitu. Bayangkan saja, protes atas keputusan juri yang mengabaikan kriteria panitia Lomba Blog Exotic NTT dianggap sebagai bentuk ketidakrelaan karena ‘kami tidak juara’.
Sesat pikir digunakan untuk menjelaskan situasi kerancuan pikir yang diakibatkan oleh ketidakdisiplinan pelaku nalar dalam menyusun data dan konsep. Ini bisa disengaja, bisa juga tidak. Fallacy. Demikian sesat pikir ini dalam bahasa lain. Sesat pikir adalah: kekeliruan dalam proses penalaran berupa penarikan kesimpulan-kesimpulan dengan langkah-langkah yang tidak sah karena dilanggarnya kaidah-kaidah logika.
Contoh dalam situasi skandal Lomba Blog Exotic NTT adalah sebagai berikut:
Fakta 1: Rusni Tage protes karena pemenang lomba blog tidak memenuhi kriteria jumlah kata minimal kata yang disyaratkan panitia.
Fakta 2: Karya Rusni Tage yang diikutkan dalam lomba blog tersebut tidak meraih juara.
Kesimpulan: Rusni protes karena karyanya tidak jadi juara lomba blog.
Silogisme tersebut merupakan sesat pikir dalam pengambilan kesimpulan. Kekeliruan utama terjadi karena ‘alasan’ Rusni melakukan protes tidak disertakan dalam proses penarikan kesimpulan. Beberapa istilah yang akan sering ditemui terkait sesat pikir ini adalah: logical fallacy, formal fallacy, fallacy, falasi, verbal fallacy, dan lain-lain.
Tulisan ini tidak akan membahas soal pengertian dan contoh-contoh falasi secara lebih terperinci. Silakan googling, ada banyak penjelasan mudah dimengerti terkait hal ini. Yang sedang ingin saya bagi adalah beberapa situasi di seputar Lomba Blog Exotic NTT yang dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata Provinsi NTT di akhir tahun 2018 ini.
Baca juga: Mimpi-Mimpi yang Menepuk Pundak
Beberapa di antaranya mungkin dapat terhubung dengan sesat pikir dan beberapa lain adalah usaha menjawab pertanyaan-pertanyaan agar kita tidak tersesat terlampau jauh. Saya merangkumnya dalam: Lima Topik Diskusi Terkait Lomba Blog Exotic NTT, seperti berikut ini:
Satu: Apa yang Salah dari Keputusan Juri Tentang Pemenang #LombaBlog_ExoticNTT?
Ada dua kesalahan dasar yang untuk menemukannya kita bahkan tidak perlu berpikir terlampau rumit atau melakukan riset yang mahal. Cukup pasang kriteria yang diumumkan panitia dan lihat karya yang diumumkan juri sebagai pemenang.
Yang akan ditemukan adalah:
- Pemenang pertama dan kedua tidak memenuhi standar jumlah kata minimal (1.000) yang ditetapkan panitia.
- Dua orang jurnalis/wartawan menjadi pemenang pada lomba blog yang pada salah satu persyaratannya adalah: Kompetisi tidak berlaku bagi ASN Dinas Pariwisata Prov. NTT dan Wartawan Senior Media Cetak, Elektronik, juga Media Online. Berita tentang wartawan yang jadi juara lomba blog itu dapat dilihat di tautan ini.
Bahwa beberapa saat setelah protes mencuat, panitia menyiarkan apa yang mereka tulis sebagai surat pernyataan dewan juri yang di dalamnya berisi penjelasan tentang faktor-faktor lain yang dipakai sehingga standar jumlah kata diabaikan, saya anggap sebagai ‘langkah panik’. Surat itu menuai risakan dari warganet dan dihapus hanya beberapa saat setelah diunggah.
Dua: Mengapa Ikut #LombaBlog_ExoticNTT?
Pertanyaan ini (rasanya) ditujukan pada beberapa blogger dan penulis yang oleh sebagian orang dianggap sudah ‘besar’ dan karenanya tidak perlu ‘merendahkan diri’ dengan mengikuti lomba blog yang digelar Dinas Pariwisata Provinsi NTT. Saya agak malas mengutak-atik ‘dasar’ pertanyaan ini dan memilih menjawab pertanyaan ini secara normatif saja.
Mengapa ikut lomba blog ini? Karena para peserta (merasa) memenuhi persyaratan seperti: WNI dan berdomisili di NTT (dibuktikan dengan kartu identitas), memiliki blog, memiliki akun media sosial untuk membagi tautan, dan bukan wartawan/ASN di Dinas Pariwisata Provinsi NTT. Yang harus ditanyai seperti ini adalah para wartawan itu yang akhirnya keluar sebagai pemenang. Mengapa ikut? Padahal Anda wartawan (dan tulisan kalian tidak memenuhi kriteria baik tata bahasa maupun jumlah kata).
Alasan lain yang tidak kalah pentingnya di balik keputusan mengikuti lomba blog ini adalah karena iven seperti ini harus disambut gembira. Dinas Pariwisata NTT akhirnya memahami kekuatan blog dan blogger dalam membantu usaha promosi pariwisata. Sebagai blogger yang tinggal di Ruteng, saya merasa wajib turut serta.
Ini pesta para blogger dan menjadi gerbang yang baik untuk masuk dan ‘menjelaskan’ tentang blog sebagai alternatif lain penyampai pesan ketika perusahaan pers cenderung bermain di isu yang seragam atau terlampau diatur oleh kepentingan pemilik modal. Alokasi anggaran sebesar itu hendaklah disambut oleh blogger-blogger NTT agar uang negara tidak terbuang percuma.
Tiga: Apakah Tanpa Lomba Blog Exotic NTT Para Blogger Tidak Akan Menulis ‘Pariwisata NTT’?
Pertanyaan ini muncul karena para peserta ‘dicurigai’ sebagai orang-orang mata duitan yang langsung mengutak-atik tempat wisata di daerahnya, menulis tentangnya, dan berharap bisa dapat uang hadiah. Pertanyaan seperti ini hanya bisa dijawab dengan pertanyaan juga: Mengapa kebodohan itu kalian pelihara?
Begini. Sebagai blogger di NTT, tugas kami adalah menulis tentang NTT dalam bahasa ‘orang dalam’. Ada tanggung jawab moral itu dan telah dijalankan sekian lama. Pariwisata NTT adalah salah satu bagian yang biasanya kami tulis. Di luar itu, semua tentang NTT berusaha diangkat oleh para blogger dari provinsi ini agar NTT tidak dilihat dan diceritakan oleh orang lain dalam kacamata eksotisme. Maka hentikan kebodohan yang menjadi dasar munculnya pertanyaan itu di situ.
Bahkan sebelum memutuskan mengikuti lomba ini, kata exotic yang dicantumkan panitia sebagai judul lomba ini kami diskusikan. Mengapa kita harus melihat kampung kita sendiri sebagai sesuatu yang eksotis? Tetapi toh kami ikut juga lomba itu dan berharap akan menjadi gerbang baik untuk ruang diskusi lebih luas; agar kita tidak lagi menjual eksotisme (ketika eksostisme masih dipandang sebagai ‘yang tertinggal’).
Empat: Apa yang Diharapkan Setelah Protes?
Kebodohan ini berhenti. Ya. Harapannya demikian. Beberapa narasi juri dan panitia yang muncul setelah protes soal skandal blog ini ramai dibicarakan di media memperlihatkan ketidaksiapan serta keinginan untuk saling lempar tanggung jawab. Yang panitia merasa itu adalah keputusan juri, yang juri merasa bahwa mereka memiliki pertimbangan lain sehingga mengabaikan kriteria yang ditetapkan panitia. Bahkan, babak lanjutannya sampai pada kepasrahan yang justru lucu. Ada yang rela non-job jika terbukti bersalah, ada yang mau mengembalikan honor yang sudah diterimanya, dan lain-lain. Lucu sekali.
Bukan itu yang diinginkan oleh protes-protes ini. Yang paling penting adalah ada pengakuan bahwa telah ada kesalahan besar dalam seluruh proses ini. Bahwa panitia dan juri (seperti) tidak tahu apa yang sedang mereka kerjakan padahal konsekuensinya adalah terserapnya uang negara di akhir tahun anggaran. Kondisi seperti ini harus dihentikan. Kita tidak lagi harus diam dan menerima saja ‘kekeliruan’ pemanfaatan keuangan negara ini dengan pemakluman.
Bahwa yang telah terjadi, terjadilah, saya kira bisa saja diterima. Tetapi seharusnya setelah protes ini, panitia-juri-tim hore-admin-dan siapa saja yang terlibat dalam #LombaBlog_ExoticNTT ini bertemu. Merumuskan narasi pertanggungjawaban yang dapat diterima publik. Jika tidak berhasil menyusunnya, permintaan maaf adalah narasi lain yang bisa dipakai.
Baca juga: Kritik Tak Pernah Sepedas Kripik
Begini. Kalau hanya dengan ‘non-job’ atau ‘mengembalikan honor’ maka persoalan ini kita anggap selesai, saya hanya mau cerita bahwa ribuan ASN di Indonesia ini sedang menunggu SK Pemecatan. Mereka adalah ASN yang (dianggap) terlibat dalam kasus korupsi dan telah: 1). menjalani hukuman fisik (penjara/bui), 2). mengembalikan kerugian negara. Ya. Mereka sudah menjalani dua ‘siksaan’ itu. Tetapi mereka akan tetap dipecat.
Lalu kita semua harus menerima pernyataan siap non-job dan mengembalikan honor itu sebagai sikap ksatria? Butuh lebih dari itu, Fergusso. Belajarlah meminta maaf dan berhenti saling tuding.
Lima: Apakah Jika Juri Taat Kriteria Maka Blog Para Peserta yang Protes Pasti Menang?
Ini adalah lanjutan dari sesat pikir yang dibahas pada bagian awal. Pertanyaan yang muncul karena menduga bahwa peserta yang protes merasa karyanya lebih layak menang. Karena tidak menang, mereka lalu mengajukan protes. Pertanyaan ini seharusnya tidak perlu dijawab. Mengapa? Karena gelombang protes tidak hanya datang dari peserta tetapi dari publik yang melihat dengan jelas pelanggaran yang terjadi.
Tetapi kalau toh harus dijawab–dengan mengabaikan falasi penyebab munculnya pertanyaan ini–maka jawabannya adalah: belum tentu. Bisa jadi, tidak ada satupun karya yang masuk yang memenuhi kriteria. Apa yang harus dilakukan pada situasi itu?
Beberapa tahun silam saya menjadi juri lomba pembuatan tagline untuk salah satu kampanye di Manggarai. Ketika mengumumkan hasilnya, saya dan rekan juri yang lain menyampaikan bahwa tidak ada yang meraih juara pertama pada lomba tersebut. Peserta terbaik hanya mampu mencapai standar juara kedua. Peserta dan panitia menerima keputusan tersebut karena kami menyampaikan pertimbangan yang masuk akal.
Seingat saya, pada satu atau dua kali gelaran lomba menulis novel yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta, posisi juara satu juga kosong. Karya terbaik hanya layak untuk meraih juara dua. Beberapa lomba lain juga begitu. Kadang juri harus bersikap/mengambil keputusan ‘tidak biasa’ seperti itu. Kalau kita benar-benar tahu apa yang kita kerjakan. Agar tidak tersesat jauh sekali.
Semoga catatan ini membantu kita memahami diskusi tentang lomba blog exotic NTT ini dengan baik. Saya sungguh paham bahwa kita kadang tersesat. Tetapi jangan jauh-jauh. Agar kau tidak kesulitan menemukan jalan pulang pada kewarasan. Demikian.
–
12 Desember 2018
Salam dari Kedutul, Ruteng
Armin Bell
Blogger Ruteng
Kalau tidak paham lagi dengan ini tulisan mungkin harus dibuatkan peta konsep atau bagan atau kolom atau infografis… Kalau tidak paham juga.. entahlah
Kalau tidak juga paham berarti tersesatnya jauh sekali.
Itu seperti ada permainan orang dalam, wartawan sudah di tegaskan tidak boleh ikut malah ikut dan di menangkan. Seperti ada skenario tertentu. Coba yang ngejuriin sudah berpengalaman dalam dunia lomba blog nasional, mungkin akan lebih adil. Salam dari blogger pejuang lomba blog https://kangamir.com
Nah, itu dia Kang Amir. Berhubung ini yang jadi hadiah adalah uang negara maka yang seperti ini harus dibongkar. Biar pemberantasan korupsinya jalan. Salam sukses, Kang Amir. Semangat.