catatan pasca-final euro 2020 armin bell

Lima (Plus Beberapa) Hal Pasca-Final Euro 2020

Sepak bola pulang ke Inggris? Nanti. Pasti! Belum sekarang. Sebab sekarang yang ingin saya ceritakan adalah hal-hal pasca-final Euro 2020.


19 Juli 2021

Menulis catatan sepak bola tentu tidak bisa rileks ketika tim yang kau dukung tidak berhasil menang. Semakin buruk sebab peristiwa itu terjadi saat kau dan seluruh teman sefrekuensi, dan orang-orang terdekat tim itu yakni di negeri asalnya, begitu merdu dan penuh vibra plus improvisasi menyanyikan football is coming home. Lengkap dengan suara dua, suara tiga, dan suara empat, sebab kau, seperti saya, adalah orang Flores yang senang ‘bagi suara’ dalam momen nyanyi bersama. Duh …

Piala Eropa 2020, yang diselenggarakan tahun 2021, adalah langkah terbaik Timnas Inggris sejauh 1966-2021. Gareth Southgate mematahkan banyak sekali mitos, yang paling besar adalah bahwa Inggris bukan tim yang dapat tampil di partai final. Mitos itu gugur sebab Harry Kane, dkk., yang memulangkan Jerman dan bermain full energy di partai semifinal kontra Denmark, lolos ke final. Sontak ‘football is coming home‘ bergema, bergema, bergemaaa… Penggemar macam kami ini lantas tersungkur di hadapan lirik Bang Haji Rhoma yang lainnya: begadang boleh sajaaaa… kalau ada England-nya.

Football is coming home, it’s coming home, dan ungkapan sejenisnya, yang kemudian menjadi kalimat olok-olok (ckckckck…) adalah pengingat ke semesta raya bahwa sepak bola modern yang membuat kalian rela begadang dan (maaf Bang Haji) berjudi itu berasal dari Inggris. Ya! Dari Inggris; seperti The Beatles, Coldplay, dan Bahasa Inggris yang kalian kagumi itu.

Sudah lama sekali sejak Inggris menemukan sepak bola modern dan memegang piala terakhir mereka, posisi puncak di pentas sepak bola dunia dan Eropa tidak lagi terjangkau–terakhir itu pas dinosaurus dorang masih hidup, begitu salah satu olok-oloknya.

BACA JUGA
Main Bola Paskah

Baca juga: Nonton Bola di Indonesia Bisa Bikin Kita Lelah

Maka, ini kali, tak ada lagi yang mencari cinta di antara tiang-tiang, eh, maksudnya tak ada lagi penggemar Inggris yang tidak ikut meneriakkan it’s coming home. Teriakan yang baru hilang perlahan pada babak kedua partai final Euro 2020 yang berlangsung tahun 2021. Dan, kau tahu akhir kisah ini:

1. It’s not coming home, yet!

Penting sekali kata yet itu. Sebab Inggris masih akan berlaga di banyak laga, dan Saka yang jadi korban olok-olokan rasis itu masih 19 tahun, dan Philips dan Shaw dan Mount dan Maguire dan sebagian besar skuad tahun ini sedang on fire; piala dunia sebentar lagi. Argentina yang juara Piala Amerika Latin itu masih bertumpu pada Di Maria, Messi, dan nama-nama lama to? Ah… iyaaa… Italia tentu saja kuat sekali. Tapi Gareth Southgate sudah mengakui kesalahannya menunjuk pemain muda jadi eksekutor adu penalti; dia belajar banyak sekali tahun ini–dia tahu sumber kelirunya (satu-satunya hal yang membantumu menjadi lebih baik sebab mereka yang selalu ngotot bilang “apa salahku?” tidak akan pernah tahu bagaimana memulai sesuatu yang baru dan hebat, cie cieee).

2. Migrasi penggemar itu nyata!

Itu sungguh-sungguh terjadi, Guys. Polanya masih tradisional. Yang di babak sebelumnya dikalahkan Italia dan Inggris, di partai final mendadak meneriakkan Inggris dan Italia harga mati. Pasca-final Euro 2020 itu urusan lain. Pokoknya, saat final teriakannya lebih kencang sebab ketika kalah mereka tidak sempat berteriak sekencang itu oleh karena malu; sesak di dada harus dilepas ke laut bersama foto mantan yang disobek jadi serpih-serpih kecil, halaaaah…

BACA JUGA
Lomba Blog Exotic NTT dan Kita yang Tersesat Jauh

Baca juga: Kita adalah Komentator Sepak Bola Bagian Pertama dan Bagian Kedua

Menarik bahwa di dinding medsos kita, teman-teman kita yang tersayang dorang itu, yang sebelumnya memuja timnas Jerman dengan segera menahbiskan dirinya sendiri sebagai anak Gli Azzuri sejak dulu kala melambai-lambai nyiur di pantai berbisik-bisik raja kelana. Hisssh … Btw, soal migrasi ini, ada juga yang polanya modern. Melalui jalur bernama ‘siapa tahu kali ini bisa menang’. Hiks… Judi, gengs. Judi lagi. Mabuk? Setelah kalah, bisa jadi. Macam Hooligan yang di Wembley itu. Tapi kita tidak sampai pukul orang, to?

3. Tak ada koperasi hari ini?

Maksudnya, 12 Juli adalah Hari Koperasi Nasional. Tetapi percakapan tentangnya lenyap begitu saja pasca-final Euro 2020. Semua omong bola. Sebagai anggota koperasi, saya jelas bersedih. Tetapi tidak lama. Sebab sepak bola juga pada prinsipnya sama seperti koperasi: bekerja sama, tolong menolong. Saat kau jatuh, aku ada untuk membantu, saat Saka tertunduk lesu, ada Shaw dan Southgate yang memeluk; di pihak lain sekelompok orang berlaku seperti burung dan babi di Angry Bird hihihi.

Mental saling membantu, sebagaimana dasar gerakan perkoperasian, haruslah ada di sepak bola. Agar, meskipun percakapan tentang koperasi hilang pada hari Senin kemarin, rohnya tetap terasa di lapangan hijau. Maksaaa….

4. Ada yang salah, kakak!

Sudah jelas seharusnya bahwa football is coming home itu merujuk pada sejarah. Inggris adalah tuan rumah sepak bola modern. Bahwa tahun ini tidak jadi pulang itu sepak bola, tidak berarti bahwa kau bisa bilang football is coming Rome. Itu sudah keliru, baik secara struktur (kau tidak menambahkan to setelah coming; lebih baik lagi kalau kau bilang football is going to Rome) maupun secara sejarah.

BACA JUGA
Albert Einstein Jatuh Cinta pada Pramuria

Baca juga: Om Rafael Tanggapi Sepak Bola Menyerang

Gladiator dan pizza barangkali lebih cocok untuk frasa coming to Rome. Dan, tentu saja kalian menyederhanakan seluruh Italia dengan hanya menyebut Roma. Hissssh… Mungkin kalian itu orang yang hanya melihat Flores sebagai Labuan Bajo tah… Sempit. Jangan bikin kesalahan begitu lagi ka. Akibatnya kan pembangunan infrastruktur di Flores juga jadi tidak merata, eh?

5. Kapan kita lepas masker?

Euro 2020 terpaksa terjadi pada tahun 2021. Karena pandemi tentu saja. Dan tahun ini, tak ada masker menutup hidung-mulut-dagu David Beckham dan Pangeran William sekeluarga. Pesta-pesta di jalanan Italia penuh manusia tanpa masker. Kita?

Jangan tiru-tiru. Pandemi sedang tinggi-tingginya. Mungkin pasca-final Euro 2020 sudah bisa. Sekarang? Jalanan mungkin sepi tapi rumah sakit dan ruang-ruang isolasi sedang penuh-penuhnya. Pakai itu masker. Begadang tak lagi boleh sebab imun busa turun. Kau bisa terserang kapan saja; Covid-19 menyebar lebih cepat dari kemampuan lari Sterling. Bahkan jika kau penggemar Argentina dan Italia, kesenanganmu tak harus dirayakan dengan buka masker.

Baca juga: Main Bola Paskah

Kita masih di ruang yang sulit. Paramedis semakin lelah–mereka penggemar bola yang kehilangan waktu nongkrong di depan Piala Argentina dan Piala Eropa–sebab kau merasa bahwa kau kebal dan boleh jalan-jalan tanpa masker dan kumpul-kumpul karaoke. Please, dude! Patuhi prokes sepatuh-patuhnya. Suatu saat kau akan menang. Kalau ternyata kalah? Kita sudah berjuang, Nyo. Sebaik-baiknya. Sekuat-kuatnya.

Terakhir, selamat kepada seluruh penggemar Timnas Italia. Sampai jumpa di Piala Dunia 2022; sepak bola akan pulang dari Qatar ke tanah asalnya.

Salam dari Kedutul, Ruteng

Armin Bell

Bagikan ke:

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *