empat metode pidato dari impromptu sampai memoriter blog armin bell

Empat Metode Pidato: Impromptu, Ekstemporan, Manuskrip, dan Memoriter

Ada empat metode pidato yakni metode impromptu, ekstemporan, manuskrip, dan memoriter. Setiap metode mengandung kelebihan dan kelemahannya masing-masing.


Pernah menyaksikan orang terkejut ketika namanya dipanggil pembawa acara untuk menyampaikan pidato atau sambutan? Ada dua kemungkinan. Pertama, dia tidak dihubungi sebelumnya; kedua, dia pura-pura. Setelah berhasil mengatasi keterkejutannya, dia maju, mengambil alih pentas, menyampaikan pidato dengan sangat baik.

Apakah ada orang yang bisa seperti itu? Tentu saja ada. Bagaimana dia dapat melakukannya? Ada jam terbang yang banyak. Jam terbang banyak itulah yang membuat MC atau Master of Ceremony tidak ragu memanggilnya dan dia tidak melarikan diri dari kepercayaan itu. Dia mampu berpidato. Impromptu.

Betul! Impromptu adalah satu dari empat metode pidato. Selain impromptu, ada metode pidato ekstemporan, metode pidato manuskrip atau membaca naskah, dan metode pidato menghafal yang dikenal juga dengan istilah memoriter.

Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan. Memoriter tentu saja baik agar interaksi dengan audiens berjalan dalam bentuk eye contact, tetapi memerlukan kemampuan menghafal atau daya ingat yang baik. Tanpa itu, akan ada jeda selama proses pidato berlangsung. Bahkan bukan tidak mungkin akan berujung kekacauan; pesan tidak tersampaikan dengan baik karena beberapa bagian terlupakan.

Tempat dan waktu penggunaan masing-masing metode juga berbeda-beda. Pada acara resmi seperti upacara kenegaraan, tentu metode impromptu tidak bisa dipakai. Metode ekstemporan mungkin cocok digunakan pada kegiatan presentasi produk.

Artinya, siapa saja yang dalam pekerjaannya pasti melakukan kegiatan public speaking bernama pidato (speech), wajib memahami empat metode pidato tadi.

Empat Metode Pidato dan Penjelasannya

Pertama, Impromptu. Metode pidato impromptu membutuhkan banyak latihan yang kemudian membentuk ‘jam terbang’. Karena impromptu adalah pidato yang disampaikan tanpa persiapan, tanpa jam terbang yang cukup, tak ada seorang pun mampu melaksanakan metode ini dengan baik.

BACA JUGA
Information Overload dan Wartawan yang Mati karena Media Sosial

Meski demikian, sesungguhnya impromptu adalah bentuk yang ‘sedikit lebih formal’ dari percakapan harian. Bukankah sebenarnya kita melaksanakan ratusan pidato impromptu setiap hari? Menyampaikan pendapat dalam diskusi, menasihati atau mendongeng untuk anak, memarahi kekasih yang tidak menepati janji, jika disampaikan dalam kalimat-kalimat panjang, itu adalah (sebut saja) cikal bakal pidato impromptu. Yang membedakannya adalah formal dan tidaknya situasi. Pada pidato, ada panggung dan podium. Juga ada pendengar dalam jumlah banyak. Pada situasi kekasih sedang ingkar janji, pendengarnya cuma satu. Dengan demikian, melakukan pidato impromptu sebagai kegiatan formal tentu tidak semudah menggerutui kekasih.

Karena itulah, jam terbang menjadi penting. Ini berhubungan dengan mengatasi rasa gugup saat berhadapan dengan audiens, memahami teknik menggunakan microphone atau pelantang, dan memakai bahasa tubuh yang tepat. Di Ruteng, metode pidato impromptu ini biasa juga disebut pidato todong. Artinya, yang berpidato ditodong begitu saja pada sebuah acara. Mau tidak mau, harus naik panggung.

Baca juga: Waktu Indonesia Timur, Hadiah dari Timur untuk Indonesia Raya

Kedua, Ekstemporan. Metode pidato ekstemporan biasanya dipakai oleh pembicara atau pelaku public speaking yang sudah ahli atau sudah sangat berpengalaman. Yang berpidato biasanya menggunakan metode ini untuk tujuan presentasi produk atau sosialisasi.

Ini setingkat setingkat lebih baik di atas impromptu dari segi waktu persiapan karena pembicara memiliki kesempatan membuat outline atau kerangka pidato: poin-poin yang akan dibicarakan. Keunggulan metode ini terletak pada tingkat interaksi yang baik antara pembicara dengan audiens dan pada saat yang sama materi pidato terjaga oleh kerangka.

Dalam penerapannya, yang menggunakan metode ekstemporan ini dituntut untuk displin. Outline atau kerangka berpikir yang telah dibuat sebelumnya harus dipatuhi. Jika tidak, pidato akan melebar dan cenderung panjang atau bahkan kehilangan isinya sama sekali. Kemampuan bridging atau membangun jembatan percakapan sangatlah diperlukan.

BACA JUGA
Menjadi Blogger Tidak Akan Buat Seseorang Mendadak Keren Bagian Keenam

Ketiga, Manuskrip atau Membaca Naskah. Metode pidato manuskrip atau membaca naskah (menggunakan teks) ini sungguh menyelamatkan. Yang diperlukan hanyalah pemahaman tentang intonasi, stressing pada kata atau kalimat tertentu, serta pengaturan jeda.

Metode manuskrip atau membaca naskah ini biasanya dilakukan untuk menyampaikan pernyataan-pernyataan resmi. Pidato kenegaraan, pidato sambutan peringatan hari besar nasional, penyampaian laporan keuangan, dan hal-hal serupa, sebaiknya dilakukan dengan menggunakan teks. Dalam hal ini, teks telah disiapkan dengan baik–memikirkan peluang multiinterpretasi–dan menggunakan basis data yang baik.

Jika tidak dilakukan sendiri (penyusunan teks dilakukan oleh orang lain) maka penyusun teks atau naskah pidato wajib memikirkan kemampuan bernapas, kapasitas, dan hal-hal teknis lainnya. Dengan demikian, naskah pidato akan tersampaikan (dibaca) dengan baik sehingga tidak menimbulkan tafsir yang berbeda.

Baca juga: Ada Banyak A di Kumpulan Cerpen Perjalanan Mencari Ayam

Pada cukup banyak situasi, pembaca naskah pidato (yang tidak disusunnya sendiri) mengalami kesulitan mengambil jeda, atau membuat stressing yang sesuai dengan maksud naskah. Untuk itu, jika metode ini ingin digunakan, naskah harus diperoleh sehari sebelum kegiatan berpidato.

Metode ini akan berlangsung sangat baik jika naskah disusun sendiri. Tetapi pejabat publik seperti presiden, gubernur, bupati, pimpinan perusahaan, dan lain-lain biasanya tidak memiliki waktu menyusun naskah pidato. Karena itulah, naskah akan disusun oleh orang lain (atau tim). Tim penyusun adalah mereka yang benar-benar mengenal karakter pembaca pidato; sampai pada kesesuaian antara diksi harian (yang biasa dipakai pada percakapan harian) dengan diksi dalam teks.

Keempat, Memoriter. Ini metode menghafal. Para peserta lomba pidato biasanya menggunakan metode memoriter atau menghafal ini. Prosesnya akan cukup panjang. Mulai dari melakukan riset, menulis naskah pidato, menghafalnya, dan menyampaikannya. Ingatan atau memori yang baik akan sangat menentukan keberhasilan penggunaan metode pidato ini.

BACA JUGA
Tamelo, Manusia Pertama di Pegunungan Mandosawu

Metode ini memerlukan konsentrasi yang baik. Pelaku public speaking yang ingin menggunakannya tidak boleh mudah terdistraksi. Fokus menjadi kata kunci agar seluruh pesan tersampaikan.

Pada beberapa kasus, ada pengguna metode memoriter yang menjeda pidatonya sangat panjang karena lupa atau terdistraksi. Ini tentu sangat tidak diharapkan. Barangkali seperti kita yang hendak ‘menembak’ gebetan yang mendadak speechless atau kehilangan kata-kata karena dia tampil lebih cantik dan penuh pesona dari yang kita bayangkan. Akibatnya, kata-kata yang keluar hanya: Ruteng hujan terus, ya? Hmmm… Terus, tembaknya kapan? Kemampuan bridging sangat dibutuhkan pada situasi ini.

Oh, iya. Apakah ada orang yang dapat melakukan empat metode pidato ini dengan baik? Silakan lihat orang-orang di sekitar. Beberapa orang lahir untuk berpidato meski kadang dia tidak melakukan apa yang dia sampaikan berapi-api itu. Iya to?

3 Juli 2018

Salam dari Kedutul, Ruteng

Armin Bell

Gambar dari Kumparan.com.

Bagikan ke:

2 Comments

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *