Dongeng HC Andersen – Tuk Kecil

HC Andersen adalah tokoh penting dalam dongeng dunia. Nama lengkapnya Hans Christian Andersen. Penulis produktif di era 1800-an. Andersen lahir di Odense, 2 April 1805 dan meninggal dunia pada umur 70 tahun di Kopenhagen, Denmark. 

dongeng hc andersen tuk kecil
Hans Christian Andersen | Image: Wikimedia

Dongeng HC Andersen – Tuk Kecil (The Little Tuck)

Meski lebih dikenal karena dongeng, Andersen juga menulis novel, cerpen, dan karya kreatif lainnya mengungkapkan tema yang melampaui usia dan kebangsaan. Dongengnya sendiri diterjemahkan ke dalam lebih dari 125 bahasa, serta menginspirasi lahirnya film, drama, balet, dan film animasi. 
Pada kegiatan Sore Cerita – Dongeng untuk Anak yang diselenggarakan sekali sebulan di Taman Baca LG Corner Ruteng, beberapa dongeng HC Andersen juga dihadirkan. Salah satunya adalah yang berjudul “Tuk Kecil” (Little Tuck, 1847) yang kami tulis ulang lengkap dengan cara menyajikannya. Semoga bermanfaat sebagai panduan menjadi tukang cerita. Selamat menikmati!

Tuk Kecil (Yang Baik Hati)

Dongeng HC Andersen
(Ditulis kembali dalam bentuk baru oleh Armin Bell untuk “Sore Cerita – Dongeng untuk Anak” di LG Corner Ruteng, 24 Mei 2015. Pencerita: Eric “Ujack” Demang. Penyelenggara: Komunitas Saeh Go Lino, Ruteng)
Tuk Kecil! Sebuah nama yang aneh! Namun, itu bukan nama sebenarnya. Anak kecil itu sebenarnya bernama Carl. Hanya saja, ketika dia masih sangat kecil dan belum bisa berbicara dengan jelas, dia sering menyebut dirinya Tuk.

(Pencerita bisa memberikan contoh seorang anak yang sampai besar masih dipanggil dengan nama ketika dia memanggil dirinya sendiri ketika kecil).

Sulit untuk mengatakan mengapa dia menyebut dirinya Tuk, karena sebutan itu sama sekali tidak mirip dengan Carl, tetapi lama kelamaan, orang tuanya pun memanggilnya dengan nama Tuk. 

Suatu hari, Tuk Kecil ditinggalkan sendiri di rumah untuk menjaga adik perempuannya, Gustava, yang jauh lebih muda darinya dan masih bayi. Namun pada saat bersamaan, Tuk Kecil juga perlu mempelajari tugas yang diberikan oleh sekolahnya. Tuk Kecil harus melakukan kedua hal tersebut secara bersamaan.

(Ajak pendengar untuk membayangkan apa yang terjadi kalau seorang anak kecil diminta melakukan dua pekerjaan penting sekaligus. Akan baik jika disertai contoh!).
Tuk Kecil yang sangat sayang terhadap adiknya, mendudukkan saudara perempuannya di pangkuannya, menyanyikan semua lagu yang dia tahu untuk menghibur adiknya, sambil sekali-kali melirik ke buku pelajaran geografi yang diletakkan di sampingnya, karena besok pagi dia diharuskan menghapal nama semua kota di Seeland dan bisa menceritakan kisah tentang kota-kota tersebut di depan kelas.

(Ceritakan tentang keharusan anak-anak sekolah di dunia cerita, mengenal kota-kota yang ada di sekitar mereka. Bandingkan dengan yang mungkin ada di sekolah-sekolah kita di Indonesia. Tanyakan apakah dalam pelajaran Georgrafi di sekolah, mereka diminta untuk menghafal nama, keunikan, kekhasan kota atau kabupaten-kabupaten lain di sekitar mereka?)
Ibunya pulang ke rumah pada akhirnya, dan mengambil Gustava ke dalam pelukannya. Tuk Kecil dengan cepat berlari ke dekat jendela, lalu membuka buku pelajarannya, dia pun membaca dan membaca lagi sampai akhirnya matanya sedikit perih karena saat itu hari sudah mulai gelap. Memang, suasana di dalam rumahnya selama ini gelap gulita jika malam menjelang karena ibunya tidak mampu membeli lilin.
Baca juga: Membaca: Aktivitas Mendulang dan Mendalang Makna

Saat Ibunya mendekat ke jendela, dia melihat sesuatu dan langsung berkata: “Ada wanita tukang cuci yang berjalan menyusuri jalan. Sepertinya dia kesulitan untuk bisa berjalan, kasihan, dan sekarang dia harus membawa ember yang berat dari tempat pompa air. Jadilah anak yang baik, Tuk Kecil, dan larilah melintas jalan untuk membantu wanita malang itu, maukah kamu?”

(Tanyakan pada para pendengar, apa yang akan mereka lakukan jika melihat seorang Ibu berjalan sendiri menenteng bawaan yang berat di sore hari. Dengar jawaban mereka. Misalkan anak-anak sebagian besar tidak peduli, ajak mereka untuk belajar peduli. Sertakan alasan mengapa mereka harus peduli).

Nah, setelah mendengar permintaan Ibunya tadi dan karena Tuk Kecil adalah anak yang sangat baik dan penuh perhatian, dia pun berlari cepat untuk membantu wanita itu mengangkat ember yang cukup berat, mengantarnya ke tempat yang dituju wanita itu lalu pulang.

BACA JUGA
Jakarta oh Jakarta, Bagaimana Kau Berubah?

Ketika dia kembali ke dalam ruangan, hari telah menjadi gelap. Tidak ada lilin yang bisa dinyalakan, sehingga dia tidak bisa belajar lagi. Akhirnya Tuk Kecil pergi ke tempat tidurnya. Di sana dia berbaring memikirkan pelajaran geografi yang sempat dipelajarinya tadi siang sampai sore, tentang kota-kota di Seeland, dan semua yang gurunya pernah jelaskan.

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Dia tidak bisa membaca buku lagi, karena hari telah gelap. Jadi, dia meletakkan buku geografinya di bawah bantalnya, karena ia pernah mendengar seseorang yang mengatakan kepadanya bahwa hal tersebut akan membantunya untuk mengingat pelajarannya, walau pun Tuk Kecil tidak yakin akan kebenaran hal itu.

Di sana dia berbaring dan berpikir keras, sampai tiba-tiba dia merasakan seseorang yang dengan lembut memberinya ciuman selamat tidur kepadanya. Dia pun merasa antara tertidur dan tidak, karena dia seolah-olah melihat wanita tua pencuci baju secara samar-samar, di mana mata wanita tua menatapnya, dan dia pun mendengar wanita itu berkata: “Sangat disayangkan apabila kamu belum berhasil menghapal pelajaranmu besok, Tuk Kecil. Kamu telah membantu saya, sekarang saya akan membantu kamu, dan semoga Tuhan akan menolong kita berdua. 
Seketika itu juga halaman-halaman buku mulai bergemerisik di bawah kepala Tuk Kecil, dan dia pun mendengar sesuatu yang merangkak di bawah bantalnya.

(Kalau dapat, pencerita menirukan bunyinya).
“Keok, keok, keok!” teriak seekor ayam, saat ayam tersebut merayap ke arahnya. “Aku ayam dari kota Kjoge,” katanya. Ayam itu pun kemudian menceritakan berapa banyak penduduk di kota kecil itu, tentang pertempuran yang dulu terjadi di sana, dan hal-hal besar yang pernah terjadi dan layak disebutkan dalam sejarah.

Baca juga: Suara di Titik Nol

Tidak begitu lama, seekor burung melompat naik ke atas tempat tidur Tuk Kecil. Dia adalah burung kakatua dari Kota Praesto. Dia pun menyebutkan jumlah penduduk di Praesto dan menceritakan sejarah kota tersebut kepada Tuk Kecil.

Sekarang, Tuk Kecil tidak lagi berbaring di tempat tidur. Dalam sekejap dia telah berada di atas punggung seekor kuda, dan dia menunggangi kuda tersebut, berpacu dan berpacu kencang!

Seorang kesatria yang memakai helm besi yang gagah, seorang kesatria yang sepertinya berasal dari zaman dulu, memeluk Tuk Kecil dengan erat di atas kuda itu, dan mereka berkuda bersama-sama melalui hutan di kota kuno Vordingborg, yang pada zaman dahulu kala, pernah menjadi kota yang sangat besar dan ramai, di mana di kota tersebut, menara-menara tinggi istana raja menjulang tinggi naik menghadap langit, dan lampu yang terang terlihat berkilauan melalui jendela.

(Ajak pendengar membayangkan istana-istana dalam film-film Disney. Tanyakan apa yang mereka lihat di dalam film tersebut, visualisasikan dengan kata-kata mereka sendiri).

Di dalam istana terdengar musik dan pesta yang riuh. Raja Waldemar terlihat menari bersama seorang wanita bangsawan di lantai dansa. Dalam sekejap, pagi telah tiba, lampu dimatikan, matahari mulai terbit, dan garis-garis besar bangunan terlihat memudar, dan akhirnya tinggal satu menara tinggi saja tetap yang menjadi tanda di mana istana kerajaan itu pernah berdiri.

BACA JUGA
Surat Gembala Prapaskah Paskah 2017 Uskup Ruteng Bagian 2

Kota besar telah menyusut menjadi kota kecil dan miskin. Anak-anak sekolah yang mempelajari sejarahnya, hanya tahu bahwa jumlah penduduk di kota itu sekarang hanya berkisar dua ribu jiwa. 

Tuk Kecil masih berbaring di tempat tidurnya. Dia tidak tahu apakah sedang bermimpi atau tidak, tetapi sekali lagi terasa ada seseorang yang berada di sampingnya. 
“Tuk Kecil! Tuk Kecil!” teriak sebuah suara yang tidak lain berasal dari seorang pelaut muda. “Aku datang untuk menyampaikan kepada kamu, salam hormat dari Korsor. Korsor adalah sebuah kota yang baru, sebuah kota yang ramai, dengan kapal uap yang berlalu-lalang. Pada dahulu kala, orang menyebut kota itu adalah kota yang buruk, tetapi sekarang tidak lagi.”

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Tuk Kecil hanya diam menyimak sementara si Pelaut Muda itu masih bercerita. “Kota Korsor terletak di tepi laut. Di sana masih ada jalan besar yang luas, dan juga taman yang menyenangkan. Di kota ini lahirlah seorang penyair cerdas, dan dari kota ini kapal-kapal bisa melakukan perjalanan ke seluruh dunia. Kota ini penuh dengan aroma parfum dan mawar terindah yang mekar di sekeliling Kota Korsor.”

Tuk Kecil merasa dia bisa mencium harum mawar dan melihat hijau daunnya yang segar. Tetapi tidak berapa lama, daun yang hijau menjadi terlihat menebal dan terlihat tumbuh menjadi dua menara tempat ibadah yang tinggi. Dari sisi bukit yang ditumbuhi rumput, menyemburlah air mancur disertai pelangi, dan didengarnya suara musik mengalun.

Tidak lama kemudian, terlihat seorang raja yang duduk di sampingnya, mengenakan mahkota emas kepalanya yang ditumbuhi rambut yang hitam legam dan panjang. Itu adalah Raja Hroar dari Kota Roskilde. “Jangan lupakan kota kami,” pesan Raja Hroar. 

Kemudian semua lenyap, meskipun ke mana dia pergi, dia tidak tahu. Rasanya serasa membalikkan halaman sebuah buku. Sekarang, di hadapannya berdirilah seorang wanita petani tua dari Kota Soro, kota kecil yang tenang di mana rumput hijau tumbuh subur di mana-mana. Celemek berwarna hijau diletakkan di atas kepala dan punggungnya, dan celemek tersebut terlihat sangat basah, seolah-olah itu telah turun hujan keras. Dia pun menceritakan banyak hal menarik tentang Kota Soro. 
Tiba-tiba dia membungkukkan tubuh dan mengguncang kepalanya seolah-olah dia adalah seekor katak yang akan melompat. “Semuanya basah, selalu basah,” seru si Wanita itu sebelum dia berubah menjadi seekor katak. “Kita harus berpakaian sesuai dengan kondisi cuaca,” katanya.

Tuk Kecil masih diam dan menyimak sambil mendengar penjelasan si Wanita itu: “Dahulu kala, kota kami memiliki ikan yang terbaik, sekarang kota kami penuh dengan anak-anak yang pipinya merah, dan anak-anak tersebut bisa mempelajari kebijaksanaan di kota ini.”

BACA JUGA
Naskah Drama Musikal "Ombeng" (Babak Tiga)
Tak lama kemudian, suara katak terdengar bersahut-sahutan dan seolah-olah ada sesuatu yang berjalan di rawa-rawa dengan sepatu bot yang berat. Suaranya membuat Tuk Kecil pun makin lama makin mengantuk sehingga akhirnya tertidur. Tetapi dalam tidurnya pun, Tuk Kecil bermimpi.

Adik perempuannya, Gustava, dengan matanya yang berwarna biru dan rambutnya yang berwarna kuning keemasan, telah tumbuh menjadi gadis yang tinggi dan sangat cantik. Walaupun adiknya tidak memiliki sayap, namun dia dapat terbang dan membawanya mengangkasa di atas Seeland.

(Sebagai jeda, pencerita bisa mengajak pendengar membayangkan apa yang akan dapat mereka lihat kalau mereka bisa terbang. Gerakan kepakan sayap burung bisa ditiru sebagai bagian dramatisasi kecil. Pendengar diajak juga untuk meniru. JANGAN LUPA MEMBERIKAN PUJIAN KEPADA PENDENGAR YANG BERHASIL MENIRUKAN DENGAN BAIK. Lalu kembali ke cerita).
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

“Apakah kamu mendengar ayam jantan berkokok, Tuk Kecil? Kukkuruyuk! Ayam-ayam beterbangan ke sana kemari di Kota Kjoge, dan di sana kamu akan memiliki peternakan besar, dan kamu sendiri tidak akan menderita kelaparan. Semua ternak itu akan menjadi milikmu! Kamu akan menjadi orang kaya dan bahagia. Rumahmu akan berdiri seperti menara di istana Raja Waldemar,” kata Gustava. 

Gustava yang tengah terbang bersamanya kembali bercerita. “Ketahuilah, bahwa nama baikmu akan menyebar ke seluruh dunia, seperti kapal yang berlayar dari Korsor dan Roskilde. Kamu juga akan berbicara dan menjadi bijaksana seperti Raja Hroar.” 

Pada pagi hari yang cerah, Tuk Kecil terbangun dan dia tidak bisa mengingat mimpinya yang terakhir, tetapi itu tidaklah penting, karena dia tidak melupakan apa yang dirasakannya di semua perjalanan yang di alaminya kemarin malam.
Dengan cepat dia melompat turun dari tempat tidur dan mengambil buku pelajarannya dari bawah bantalnya. Dia pun melanjutkan kembali pelajarannya, dan mengangguk mengerti karena rasanya dia telah mengenal kota-kota tersebut dengan baik.

(Agar anak-anak tidak berharap bahwa mereka bisa mengingat ulang seluruh pelajaran hanya dengan menyimpan buku di bawah bantal dan menunggu mimpi, ingatkan kejadian awal tadi ketika Tuk Kecil menggendong Gustava sambil tetap melihat buku Geografi; juga ketika Ibunya sudah pulang, Tuk Kecil masih sempat membaca buku di dekat jendela. Lesson: Tidak peduli seberapa sibuk dan sedikitnya waktu yang kita punya, kalau digunakan dengan baik, pasti akan berhasil dengan baik)
Tidak beberapa lama kemudian, Wanita tua pencuci baju yang kemarin ditolong olehnya, lewat di depan rumahnya, melongokkan kepalanya di pintu sambil mengangguk ramah dan berkata, “Terima kasih anak yang baik, atas bantuanmu kemarin. Semoga Tuhan mengabulkan semua mimpimu yang terindah!” 
Tuk Kecil sebenarnya tidak mengingat dengan sangat persis mimpi indah bersama adiknya kemarin malam, tetapi itu tidak menjadi masalah karena Tuhan mengetahui segalanya. (Selesai)
Pertanyaan penutup:
  1. Pelajaran apa yang bisa dipetik dari cerita tersebut? 
  2. Bagian mana dalam cerita yang anda anggap paling berkesan? Jelaskan alasannya! 
  3. Bisakah anda menceritakan ulang cerita ini kepada orang lain di rumah? 
  4. Ceritakan tentang kota-kota di sekitar kita (atau satu kota di Indonesia) dan sejarah berdirinya! (Pilihan lain adalah peserta bercerita tentang sejarah atau hikayat yang mereka tahu) 
  5. Ingatkan tentang pentingnya menggunakan waktu dengan bijaksana! 
Selamat mendongeng!
Bagikan ke:

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *