Kisah Koperasi Kredit dimulai dari abad ke-19. Seorang Walikota di Jerman mengajak orang-orang yang ditolong harus juga menolong orang lain.
30 Januari 2020
Banyak sekali orang baik di muka bumi ini yang ingin menolong orang-orang yang berkesusahan. Mereka melakukannya dalam banyak cara. Memberi bantuan langsung, menulis kata-kata penghiburan, juga berdoa/mendoakan mereka yang sedang menderita.
Friedrich Wilhelm Raiffeisen memilih jalan lain. Jalan yang hingga kini dilakukan oleh banyak orang di seluruh dunia: koperasi kredit. Raiffeisen adalah Walikota Flammersfield. Itu di Jerman.
Pada abad ke-19. Negeri itu sedang dilanda krisis ekonomi sebab badai salju sedang melanda seluruh negeri. Para petani tak dapat bekerja, tanaman-tanaman tak menghasilkan, penduduk kelaparan. Orang-orang kaya di tempat itu memancing di air keruh. Meminjamkan uang dengan bunga sangat tinggi. Banyak orang terjerat hutang, banyak barang milik mereka disita para lintah darat, dan banyak soal yang datang setelahnya, termasuk Revolusi Industri.
Ya. Revolusi Industri datang tak jauh setelah masa sulit itu. Pekerjaan yang sebelumnya dilakukan manusia, diambil alih oleh mesin-mesin. Banyak pekerja terkena PHK. Jerman dilanda masalah pengangguran secara besar-besaran.
Sang Walikota merasa prihatin dan ingin menolong kaum miskin. Ia mengundang orang-orang kaya untuk menggalang bantuan. Ia berhasil mengumpulkan uang dan roti kemudian dibagikan kepada kaum miskin, tetapi kita tahu derma tak memecahkan masalah kemiskinan. Kita, seperti juga Raiffeisen paham betul, kemiskinan adalah akibat dari cara berpikir yang keliru. Penggunaan uang tak terkontrol dan tak sedikit penerima derma memboroskan uangnya agar dapat segera minta derma lagi. Para dermawan lalu menjadi tak berminat lagi membantu.
Baca juga: Selesaikan Sekolahmu, Tidak Semua Orang Seberuntung Bill Gates
Raiffeisen tak putus asa. Ia mengambil cara lain. Mengumpulkan roti dari pabrik-pabrik roti di Jerman untuk dibagi-bagikan kepada para buruh dan petani miskin. Usaha yang juga tak menyelesaikan masalah; hari ini diberi roti, besok sudah habis, begitu seterusnya.
“Bagaimana ini?” Kira-kira begitu Raiffeisen berpikir sebelum akhirnya tiba pada sebuah kesimpulan: “Kesulitan si miskin hanya dapat diatasi oleh si miskin itu sendiri. Si miskin harus mengumpulkan uang secara bersama-sama dan kemudian meminjamkan kepada sesama mereka juga. Pinjaman harus digunakan untuk tujuan yang produktif yang memberikan penghasilan. Jaminan pinjaman adalah watak si peminjam.”
Apakah kesimpulan Raiffeisen ini terdengar tidak asing? Jika demikian, maka kalian telah tahu tentang Koperasi Kredit atau Credit Union (CU). Ya. Untuk mewujudkan impiannya soal si miskin menolong si miskin itu, Raiffeisen bersama kaum buruh dan petani miskin akhirnya membentuk koperasi bernama Credit Union (CU): kumpulan orang-orang yang saling percaya.
Dari Credit Union yang dibangun oleh Raiffeisen ke petani miskin dan kaum buruh yang akhirnya hidup baik di Jerman, kini Koperasi Kredit telah menyebar ke seluruh dunia. Di Ruteng, sudah ada lebih dari tiga koperasi kredit dan kami sekeluarga bergabung/menjadi anggota dua di antaranya. Kopdit Florette dan KSP Kopdit Mawar Moe. Saya mau cerita soal yang terakhir ini.
Koperasi Kredit Mawar Moe
Koperasi ini didirikan oleh Ibu Maria Moe (semoga beristirahat dalam kedamaian abadi) bertahun-tahun silam, sebagai wadah bagi beberapa perempuan penenun yang ada dalam dampingannya. Kini, anggota koperasi ini telah mencapai angka 3.000-an. Sebuah perjalanan yang hebat.
Saya bergabung, menjadi anggotanya, sejak tahun 2010. Tahun itu saya menikah, dan kau tahu, rumah tangga baru memerlukan tempat tidur baru, lemari baru, rice cooker baru, dll.
Bersama istri, yang telah lebih dahulu menjadi anggota, saya ke kantor koperasi Mawar. Mendaftar menjadi anggota. Juga membuka rekening pendidikan untuk anak kami yang masih dalam kandungan. Juga mulai berbincang-bincang tentang peluang meminjam.
Singkat cerita, KSP Kodit Mawar Moe menjadi bagian penting dalam perjalanan rumah tangga kami. Iya, kami pinjam uang di sana, membayar cicilan (kadang tidak lancar), menyetor tabungan pendidikan Rana dan Lino, hadir pada RAT, ikut pendidikan anggota, dan lain sebagainya. “Kalau tidak ada ini koperasi, kita pasti sesak napas,” kata saya pada istri ketika kami tiba di masa-masa sulit.
Dulu, alasan menjadi anggota koperasi sederhana saja. Agar bisa pinjam uang. Sekarang? Setelah bertahun-tahun bergabung, saya akhirnya tahu, bergabung di KSP Kopdit Mawar Moe membuat saya tiba di babak hidup yang lain: bertambahnya jumlah keluarga. Ya. Keluarga. Sebab koperasi berprinsip dari-oleh-untuk anggota. Maksudnya? Yang saya pinjam adalah uang anggota lain dan seseorang (yang bukan bank) yang meminjamkanmu uang adalah keluargamu sendiri, bukan?
Setelah sekian lama menjadi anggotanya, saya masuk di bursa pengurus. Lalu terpilih. Menjadi Sekretaris. Bersama pengurus baru–Ucique Jehaun juga ada di komposisi itu–kami teruskan apa yang telah dirancang oleh pengurus sebelumnya. Termasuk membangun gedung kantor sendiri setelah sekian lama menumpang di rumah Ibu Maria Moe.
Baca juga: Belajar dari Danhil Aznar, Kerja Tidak Harus Sesuai Ijazah
Membaca cerita tentang Raiffeisen dan berkaca pada pengalaman sekian lama bergabung di koperasi, saya semakin yakin bahwa ini adalah wadah yang paling tepat bagi seseorang yang ingin menolong orang lain sekaligus mendapat pertolongan mereka. Di koperasi, kita berjejaring dengan semakin banyak orang: saling membantu (dalam kesulitan keuangan). Ada ungkapan begini: mbolot daku caca le meu, mbolot de meu caca laku (kalian membantu mengurai kesulitanku, kesulitanmu akan saya urai/bantu). Baik sekali, bukan?
Hmmm… Agak sulit tentu saja membayangkan kebaikan seperti ini jika kita belum pernah merasakan langsung manfaatnya. Dan, agar bisa merasakannya, kita harus jadi anggotanya. Ya. Menjadi anggota Koperasi Kredit Mawar Moe. Syaratnya mudah saja. Terutama karena koperasi ini dijalankan oleh pihak manajemen yang profesional nan ramah. Yang tidak semata bekerja di garis ‘anda nasabah kami pemilik uang’, tetapi lebih dari itu, mereka bekerja karena ‘kita keluarga’.
–
Salam dari Kedutul, Ruteng
Armin Bell
–
Kisah Friedrich Wilhelm Raiffeisen saya olah dari Wikipedia. Ilustrasi dari Raiffeisen Magazin.
Terima kasih sudah berbagi Kae. .Oiiiaa, main2 ke Kopkardios juga Kae. Dekat2 sa dengan Kae. . Hehehe. .Ca weras pande beka; ca mongko pande do. .
Ashiaaaap….
mantap…semangat Raifeisen mengajarkan spirit menolong diri sendiri,,bantua sekecil apapaun merendahkan martabat manusia itu sendiri
terima kasih sudah mampir baca