wartawan di manggarai timur jual dewan pers blogger ruteng ranalino

Seorang Wartawan di Manggarai Timur Minta Uang Atas Nama Dewan Pers, Bagaimana Posisi Kita?

Agar tulisan tentang wartawan di Manggarai Timur ini dapat dibaca utuh, tulisan ini saya lengkapi dengan tautan-tautan ke media-media.


Ada wartawan di Manggarai Timur. Berinisial KNJ. Dia mengirim SMS kepada seseorang berinisial KJ. Meminta uang sebanyak tujuh juta rupiah. Sebagai kompensasi. Kata kompensasi ini berasal dari teks pesan itu. Menurut wartawan bernama KNJ ini, uang itu akan dipakai untuk memulihkan kepercayaan publik melalui jalur Lonto Leok.

Begini teks lengkap sms itu (saya ambil dari VoxNTT.com ): Sore kaka..hari senin tman2 datang semua di rumah..kaka siap kompensasinya 7 juta. Ini bukan dari saya tapi dari dewan pers untuk pulihkan kepercayaan publik melalui jalur lonto leok yang nantinya semua media manggarai raya akan publikasi itu..tabe.

Yang belum paham tentang Lonto Leok, saya ceritakan saja. Dalam budaya Manggarai, lonto leok adalah semacam forum diskusi (umumnya untuk penyelesaian masalah) yang melibatkan banyak orang yang terkait dengan persoalan yang sedang dibicarakan. Secara harafiah, dua kata tersebut berarti duduk melingkar. Lonto berarti duduk dan leok berarti membentuk/berbentuk lingkaran—bentuk ini bisa jadi mengakomodasi arsitektur Mbaru Niang yang berbentuk lingkaran.

Kata leok di beberapa bagian Manggarai juga berarti mengeroyok. Nah… Eh? Misalnya ada seorang anak yang dipukuli temannya beramai-ramai, tentang dia akan diceritakan begini: “Anak koe hio, leok latay (anak itu dikeroyok orang).” Leok yang berarti mengeroyok, di bagian Manggarai yang lain dikenal dengan istilah telo. Oh, iya. Vokal /e/ pada dua kata tadi dibunyikan seperti kita menyebut ‘meja’ atau ‘desa’. Jangan dibunyikan seperti ‘tempat’ atau ‘besar’ karena berisiko pada kata telo yang akan berarti sesuatu yang lain yang tidak boleh disebut secara semena-mena.

Bagaimana? Sudah paham soal lontok leok? Semoga sudah. Karena sekarang kita akan bergerak ke soal lainnya. Soal nama Dewan Pers yang disebut sebagai pihak yang meminta uang untuk pulihkan kepercayaan publik melalui jalur lonto leok yang nantinya semua media manggarai raya akan publikasi itu.

BACA JUGA
Jurnalistik Dasar: Komunikasi

Baca juga: Media Massa, Slowness-Quickness, dan Khalayak

Ketika membaca berita tersebut, saya langsung menduga bahwa itu wartawan sedang ‘jual nama’. Bahasa lainnya barangkali ‘mencatut nama Dewan Pers’. Dugaan saya terbukti benar karena beberapa saat setelahnya VoxNtt.com menyiarkan berita bantahan Dewan Pers.

Agung Dharmajaya dari Komisi Hukum Dewan Pers menegaskan, lembaganya tidak pernah meminta uang kepada oknum siapa pun. “Sekali lagi, Dewan Pers tidak pernah meminta uang atau imbalan dalam bentuk apapun dalam setiap kegiatan,” tegas Dharmajaya saat dihubungi VoxNtt.com, Senin (07/10/2019) malam. Berita lengkapnya ada di sini. Di berita yang sama, Lasarus Jehamat, Pengamat Sosial dari Universitas Nusa Cendana melihat dua hal penting dalam kasus itu: meminta uang dan mencatut nama dewan pers. Saya pikir saya setuju dengan Pak Lasa dan untuk itu saya harus bilang: Mammamia e. Tir tanggung-tanggung betul im. Dua kesalahan habok sekaligus oleh kakak KNJ ini. Ckckckck!

Tetapi ternyata tidak begitu, Bapa-Mama-Kaka-Ade. Tidak ada itu dua kesalahan. Yang benar adalah, memang ada permintaan uang tujuh juta. Tetapi bukan atas permintaan Dewan Pers, dan juga bukan atas keinginan KNJ untuk memeras KJ. Menurut Ketua Aliansi Jurnalis Online (AJO) Manggarai Timur, Andre Kornasen, bukan begitu ceritanya. Penjelasan Andre Kornasen selengkapnya ada di tautan ini. Saya kutip sebagian, begini:

“Setelah dia omong minta maaf, keluarga mulai hitung begini, ow kalau ini teman-teman pers yang awas ini kasus untuk datang ke sini, terus keluarganya dia, terus oknum guru-guru dari itu sekolah, warga di lingkungan sekitar. Pa’ang olo ngaung musi pe (semua warga dalam satu kampung). Keluarga coba hitung-hitung kalau mau buat itu acara berapa kira-kira, karena hambor pe (perdamaian) orang Manggarai bilang, hambor to untuk upaya damai.”

BACA JUGA
Agnez Mo Begitu, Kita Begini, Tidak Sama

Maksudnya, uang sejumlah tujuh juta yang diminta itu bukan untuk diserahkan ke pihak mana pun tetapi untuk biaya upacara perdamaian. Sekarang kita ada di leok yang pertama atau kedua? Eh? Tentang mengapa KNJ dan KJ harus berdamai, masalahnya adalah karena KNJ merasa diintimidasi oleh KJ saat dia melaksanakan tugas jurnalistiknya. Kameranya dirampas. Sudah bisa paham arahnya?

Baca juga: Information Overload dan Wartawan yang Mati Karena Media Sosial

Begini. KNJ merasa dirugikan dan untuk itu dia akan mengadukan KJ melalui jalur hukum. Barangkali agar jalur hukum ini tidak perlu diambil, jalur lonto leok-lah yang lantas mau ditempuh. Begitu kira-kira. Hanya saja, sampai jadwal yang telah ditentukan, KJ tidak merespons permintaan uang tujuh juta rupiah itu. Sebagai akibatnya, mengutip VoxNtt.com, AJO Manggarai Timur kembali dengan sikap awal untuk membawa persoalan ini ke penegak hukum. Ehhmmm… uhukk… uhukkk… Eh, maaf. Saya agak batuk. Hihihi…

Okay. Kita lanjutkan.

KNJ adalah wartawan di Manggarai Timur yang bekerja di posflores.com. Sayang sekali, di laman media itu tidak dicantumkan susunan pengurus/redaksi media sehingga saya kesulitan untuk menjelaskan posisi KNJ. Jika ternyata saya yang kurang cermat sehingga tidak dapat melihat ‘kotak redaksi’ itu, saya minta maaf. Meski demikian, berdasarkan penelusuran pada berita-berita sebelumnya di VoxNtt.com, dapatlah diduga bahwa KNJ adalah wartawan yang pada berita ini ditulis dengan nama Nardi Jaya. Jika benar, maka, memang benar KNJ adalah wartawan di posflores.com yang menulis berita “Panggung Kreasi SMPK Rosa Mistika Waerana Membuat Penonton Terhipnotis“.

Soalnya adalah, media ini tidak mencantumkan susunan redaksi di laman mereka. Ataukah sengaja disembunyikan? Untuk alasan apa? FYI, saya mengakses media ini via laptop. Padahal salah satu syarat agar dapat disebut media pers resmi adalah mencantumkan nama penanggung jawab serta alamat redaksi secara jelas. Itu ada di poin ke-14 dari 17 syarat lengkap sebuah media diakui sebagai media resmi sebagaimana ditetapkan Dewan Pers dalam Standar Perusahaan Pers.

BACA JUGA
Informasi Lowongan Kerja dengan Syarat-Syarat Ajaib Benar-Benar Ada

Artinya? Mungkinkah media tempat KNJ bekerja adalah media yang oleh tulisan ini disebut sebagai media abal-abal? Jika demikian, seharusnya KJ tidak perlu khawatir diadukan ke ranah hukum jika pengaduannya menggunakan Undang-Undang Pers dan sejenisnya.

Baca juga: Media Massa Daring dan Masalah Akut Bernama Penyuntingan

Kita yang sesungguhnya perlu khawatir. Praktik-praktik permintaan uang, bahkan jika untuk membiayai upacara perdamaian tapi tidak melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan/bersengketa atau tidak dibicarakan dengan baik sehingga untuk itu perlulah dilakukan penagihan dengan mencatut nama institusi lain (barangkali dengan tujuan mengancam) sesungguhnya tidak boleh dibiarkan berkembang biak dan beranak cucu.

Sebagai konsumen media, saya jelas terganggu dengan berita-berita seputar KNJ dan KJ, terlepas dari siapa pun yang nanti akan diketahui sebagai pihak yang salah/keliru.

Saya pikir, wartawan tidak boleh dikasari. Itu pertama. Kedua, wartawan harus memahami kode etik jurnalistik termasuk menghargai keputusan seseorang atau sekelompok orang untuk menolak difoto dan jika benar-benar ingin mendapatkan informasi, harus menguasai teknik peliputan yang baik. Selanjutnya, wartawan harus memahami mekanisme pengurusan masalah sengketa jurnalistik; meminta uang kepada narasumber atau siapa saja bukanlah hal yang elok. Dan jangan lupa, wartawan sebaiknya bekerja di media yang benar-benar resmi agar seluruh nasibnya terjaga.

8 Oktober 2019

Salam dari Kedutul, Ruteng

Armin Bell

Gambar dari wikiHow

Bagikan ke:

8 Comments

  1. SAya fokus ke buku-buku yg ada di foto itu Om. Itu mau dijual atau dipajang utk keperluan foto artikel ini? Kalau dijual saya jga berminat Om. Sepertinya buku2nya menarik.

  2. Hiaaa… buku-bukunya sebagian dijual sebagian bisa dipinjam. Bisa merapat ke Taman Kota Ruteng setiap hari Jumat dan Sabtu. Ada pegiat Literasi Bergerak di sana. Tabe.

  3. Wah wah kacau pers jaman sekarang.. Muncul media baru, tak ada sertifikasi wartawan, lalu mereka menyebut diri mereka pers. Merasa besar lalu menekan pihak lain😂Dewan pers tolong diperketat aturan soal wartawan ini

  4. Tulisan yang bagus sekali pak, tapi utk pembahasan mengenai arti dari Lonto leok terlalu meluas pak mungkin bisa membuat pembaca yg bukan org Manggarai jadinya tidak terfokus pada apa yg dimaksud dari lonto leok dalam berita ini..😁😁

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *