Gadis Desa Kupu-Kupu. Selamat menikmati!
Solilokui | Foto: Armin Bell |
Gadis Desa Kupu-Kupu
Oleh: Armin Bell
Kaukah itu manisku
Datang padaku dalam rupa kupu-kupu putih
Atau aku terlampau
Merindu
Ini tanyaku padamu bidadari pencuri hati yang pernah kulihat di setapak di pinggir kali saat bergegas kau pulang di ujung hari. Senja kala itu. Tak merona merah tertutup kabut tak bertepi. Usailah kini ritualmu itu, mencuci dan mandi.
Jangan menuduh. Aku tak mengintip. Engkau pasti selesai mandi–wangi tubuhmu segar dan aku sibuk dengan dadaku yang bergetar. Kutahu engkau pasti tadi mencuci sebelum mandi, karena siapakah yang mencuci setelah mandi kecuali kain yang kau pakai untuk mandi? Junjungan keranjang di atas kepala dengan ragam pakaian basah meneteskan beberapa titik air di wajah bersih. Ah pesona yang putih.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); |
Angin lembut menyapa tegunku saat kau berlalu. Angin dari kibas tubuhmu. Rambutmu tak bergerak, hanya meletak pasrah pada punggung, mereka basah; rambut dan tubuhmu, dan aku suka. Jangan tanya mengapa.
Baca juga: Ketika Badai Berlalu
Beberapa hal terasa lebih indah pada sebagian orang: bunyi hujan pada tanah yang temanku suka, bintang pada langit bagi temanku yang lain, bau aspal seusai hujan yang menyerap kagum sahabatku, begitulah aku dengan rambut dan tubuhmu yang basah.
Kau berlalu. Tak kulihat lagi sejak hari itu meski telah berulang ini kucoba menunggu di setapak menuju kali itu menjelang senja saat kukira itulah waktumu mencuci dan mandi. Kuhanya bertemu setapak kosong dan sunyi. Dan aku merindu seabadi ini meski kemudian kudengar cerita pemuda dari seberang kali telah membawamu menyeberang dan bahagialah kau.
Pagi ini
Kaukah itu manisku
Datang padaku dalam rupa kupu-kupu putih
Atau aku terlampau
Merindu
Suatu hari di kali mati
Blogger Ruteng
Cerpen ini disiarkan pertama kali di Kompasiana, saya lupa nama event-nya.