Dongeng Brothers Grimm – Tujuh Burung Gagak

Di LG Corner Ruteng, beberapa dongeng hebat milik Brothers Grimm telah diceritakan. Dalam penelusuran tentang Jacob dan Wilhem ini saya menemukan bahwa setiap kisah yang mereka ciptakan adalah kisah yang kelam dan cenderung kejam. Ketika mendongengkannya kembali, kami berusaha ‘melembutkannya’ tanpa menghilangkan alur asli. 

Tentang Brothers Grimm

Usaha melembutkan cerita yang cenderung kejam milik Grimm Bersaudara ini harus kami lakukan karena para pendengar kami di kegiatan “Sore Cerita – Dongeng untuk Anak” di LG Corner Ruteng adalah anak-anak.

Kami tentu saja akan diserang rasa bersalah seandainya para pendengar kami pulang dengan ketakutan yang luar biasa, atau kengerian yang hebat, yang membuat mereka lalu membenci dongeng; padahal dongeng adalah sesuatu yang harus dirindukan, kegiatan yang menyenangkan, bekal yang hebat.

Dongeng Brothers Grimm (Jacob dan Wilhelm Grimm) “Tujuh Burung Gagak” ini adalah dongeng yang pertama kali kami tuturkan di hadapan para pendengar kecintaan kami di LG Corner Ruteng pada bulan Januari 2015 silam. Tidak terasa, kegiatan yang diselenggarakan oleh Komunitas Saeh Go Lino bersama PPA Katedral Ruteng ini telah berjalan hampir dua tahun.
Banyak pengalaman menyenangkan selama kegiatan ini berjalan. Banyak pertanyaan bagaimana mendongeng pada sekumpulan anak dan mereka menjadi betah dan merindukan pertemuan berikut? Salah satu jawaban yang bisa kami sampaikan adalah: Jangan pernah membiarkan pendengar kita pasif. Ajak mereka terlibat! 
Tentu saja, keterampilan pendongeng adalah yang utama dan Komunitas Saeh Go Lino beruntung memiliki pendongeng yang aktor (atau aktor yang pendongeng?). Tugas saya hanya menyiapkan bahan dan aktor teater andalan kami Erick “Ujack” Demang menyempurnkannya. Berikut dongeng Brothers Grimm berjudul Tujuh Burung Gagak. Lengkap dengan minitutorial tentang bagaimana menuturkan dongeng. Yuk, simak. Siapa tahu bermanfaat.

dongeng brothers grimm tujuh burung gagak
Ilustrasi

Dongeng Brothers Grimm

Tujuh Burung Gagak

(Ditulis dalam bentuk baru oleh Armin Bell berdasarkan interpretasi pendongeng Komunitas Saeh Go Lino Erick “Ujack’ Demang)

Dahulu kala, hiduplah sepasang suami istri memiliki tujuh orang anak laki-laki. Mereka saling menyayangi dan hidup bahagia. Meski demikian, sang Ayah tetap merindukan kehadiran seorang anak perempuan.

(Di bagian ini, pencerita bisa mengambil contoh dari situasi lokal tentang beberapa orangtua yang merasa bahwa hidup mereka belum lengkap kalau hanya punya anak perempuan, atau hanya punya anak laki-laki saja. Tetapi ingatkan juga bahwa sebenarnya laki-laki atau perempuan sama saja). 

Kerinduan yang besar itu akhirnya terjawab ketika pada suatu waktu istrinya memberitahu bahwa dirinya hamil dan akhirnya melahirkan seorang anak perempuan. Laki-laki tersebut sangat gembira, tetapi anak perempuan yang baru lahir itu sangat kecil dan sering sakit.
BACA JUGA
"Angkatlah Batu Itu!", Renungan Tobat RD Lian Angkur

Karenanya cintanya yang besar, laki-laki itu berusaha mencari pengobatan yang tepat agar anak perempuannya bisa tumbuh sehat dan normal. Dia lalu berjalan jauh menemui seorang Tabib

(Catatan: Banyak anak yang belum mengenal arti kata Tabib. Tanyakan terlebih dahulu, jika mereka tidak mengerti maka perlu dijelaskan arti kata tersebut. Cara paling mudah adalah mencari padanannya dengan seseorang/profesi yang mereka kenal, ex: dokter, dll. Hal ini juga berlaku pada kata-kata yang tidak familiar lainnya).

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Tabib tersebut kemudian memberitahukan cara pengobatannya: Bayi perempuan itu harus dimandikan dengan menggunakan air yang dari sebuah sumur ajaib. Hanya dengan cara itu, anak perempuannya bisa sembuh.

Sang ayah lalu pulang dengan harapan anak perempuannya dapat segera sembuh. Ketika sampai di rumah, dia menyuruh salah seorang anak laki-lakinya untuk mengambil air dari sumur yang disarankan oleh Tabib tadi dengan sebuah kendi.

Enam orang anak laki-laki lainnya ingin ikut untuk mengambil air dan masing-masing anak laki-laki itu sangat ingin untuk mendapatkan air tersebut terlebih dahulu karena rasa sayangnya terhadap adik perempuan satu-satunya. 

Mereka tiba di sumur, dan semua berusaha menjadi orang yang mengisi kendi. Karena terlampau bersemangat merebut kendi, kendi tersebut jatuh ke dalam sumur.

(Beri sedikit jeda, silent air. Penting untuk meninggalkan kesan sedih, tegang, dll).

Ketujuh anak laki-laki tersebut hanya terdiam dan tidak tahu harus melakukan apa untuk mengambil kendi yang jatuh. Mereka juga tidak menemukan benda lain yang dapat dipakai untuk mengisi air. Mereka membayangkan Ayah mereka akan sangat marah dan karenanya mereka tidak berani pulang.

Di rumah, Ayah mereka yang sudah menunggu lama menjadi hilang kesabarannya dan berkata, “Mereka pasti lupa karena bermain-main, anak nakal!” Karena takut anak perempuannya bertambah sakit, dia lalu berteriak marah, “Saya berharap anak laki-lakiku semua berubah menjadi burung gagak.”

(Catatan: Ketika menuturkan kalimat langsung, nada suara sebaiknya diubah).

Saat kata itu keluar dari mulutnya, dia mendengar kepakan sayap yang terbang di udara. Sang Ayah lalu keluar dan melihat tujuh ekor burung gagak hitam terbang menjauh. Dia lalu menjadi sangat menyesal karena mengeluarkan kata-kata kutukan dan tidak tahu bagaimana membatalkan kutukan itu.

Tetapi… walaupun kehilangan tujuh orang anak laki-lakinya, pasangan suami istri itu masih mendapatkan penghiburan karena kesehatan anak perempuannya berangsur-angsur membaik dan akhirnya anak perempuan tersebut tumbuh menjadi gadis yang cantik. 

Gadis itu tidak pernah mengetahui bahwa dia mempunyai tujuh orang kakak laki-laki karena orangtuanya tidak pernah memberitahu dia, sampai suatu hari secara tidak sengaja gadis tersebut mendengar percakapan beberapa orang, “Gadis tersebut memang sangat cantik, tetapi gadis tersebut harus disalahkan karena mengakibatkan nasib buruk pada ketujuh saudaranya.”

Gadis itu menjadi sangat sedih dan bertanya kepada orangtuanya tentang ketujuh saudaranya. Akhirnya orangtuanya menceritakan semua kejadian yang menimpa ketujuh saudara gadis itu.

BACA JUGA
Haruki Murakami and Words We Don't Know on His "Norwegian Wood"

(Pada bagian ini, pencerita bisa memberikan kesempatan kepada pendengar untuk menceritakan secara ringkas nasib tujuh anak laki-laki tadi, untuk mengukur daya serap atas bagian cerita yang sudah dituturkan).

Sang Gadis menjadi sangat sedih dan bertekad untuk mencari ketujuh saudaranya secara diam-diam. Dia tidak membawa banyak bekal. Hanya sedikit roti untuk menahan lapar, air untuk menahan haus, cincin kecil milik orangtuanya, dan sebuah pisau.

Baca juga: Pelajaran Cahaya dan Dua Puisi Lain

Gadis tersebut berjalan terus, terus sampai ke ujung dunia. Dia menemui matahari, tetapi matahari terlalu panas, lalu dia kemudian menemui bulan, tetapi bulan terlalu dingin, lalu dia menemui bintang-bintang yang ramah kepadanya. Dia menemui bintang fajar.

(Di Manggarai sebutan untuk bintang fajar adalah Ntala Gewang. Jelaskan juga dalam bahasa daerah masing-masing tentang ini dan selanjutnya terjemahan itu dipakai dalam cerita). 


(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Ntala Gewang tersebut memberikan dia sebuah tulang ayam dan berkata, “Gunakan tulang ini sebagai kunci untuk membuka gunung yang terbuat dari kaca. Di sana kamu akan menemukan saudara-saudaramu.”

Gadis tersebut kemudian mengambil tulang tersebut, menyimpannya dengan hati-hati di pakaiannya dan pergi ke arah gunung yang di tunjuk oleh Ntala Gewang. Ketika dia telah tiba di gunung tersebut, dia baru sadar bahwa tulang untuk membuka kunci gerbang gunung telah hilang.

(Beri jeda, silent air, biarkan pendengar menebak apa yang mungkin terjadi setelahnya. Bisa lakukan interaksi untuk mengetahui kemungkinan yang mereka pikirkan. Beberapa kemungkinan bisa dipakai sebagai bagian tuturan. Misalnya: mencari ranting, memahat kunci dari batu, mengetuk pintu, dll). 

Tetapi semua cara tidak berhasil. Gadis tersebut menangis tetapi tidak putus asa. Dia tetap berharap bisa membuka gunung kaca itu agar bisa berjumpa dengan tujuh saudaranya. Dia lalu ingat bahwa kunci yang diberikan Ntala Gewang tersebut dari tulang.

BACA JUGA
Mengunjungi Jakarta itu Baik

Karena dia sangat berharap untuk menolong ketujuh saudaranya, dan karena cintanya yang besar, si Gadis mengambil sebilah pisau (silent air) memotong jari kelingkingnya (silent air), memahatnya menyerupai kunci dan mencoba membuka pintu gunung kaca di depannya.

Pintu tersebut kemudian terbuka dan si Gadis dapat masuk ke dalam, di mana seorang kerdil menemuinya.

Baca juga: Saya, Media Massa dan Foto Tanpa Caption

“Anakku, apa yang kamu cari?” Tanya orang kerdil itu.
“Saya mencari tujuh saudaraku, tujuh burung gagak.” balas sang Gadis.
Orang kerdil tersebut lalu berkata, “Tuanku belum pulang ke rumah, jika kamu ingin menemuinya, silahkan masuk dan kamu boleh menunggunya di sini.”

Lalu orang kerdil tersebut menyiapkan makan siang pada tujuh piring kecil untuk ketujuh saudara laki-laki sang Gadis yang telah menjadi burung gagak. Karena lapar, sang Gadis mengambil dan memakan sedikit makanan yang ada pada tiap-tiap piring dan minum sedikit dari tiap-tiap gelas kecil yang ada. Tetapi pada gelas yang terakhir, dia menjatuhkan cincin milik orangtuanya.

Tiba-tiba dia mendengar kepakan sayap burung di udara, dan saat itu orang kerdil itu berkata, “Sekarang, Tuanku sudah datang. Kamu, bersembunyilah di balik pintu itu dan baru dapat menemui Tuanku setelah makan.”

Saat ketujuh burung gagak akan mulai makan, mereka menyadari bahwa seseorang telah memakan sedikit makanan dari piring mereka.

“Siapa yang telah memakan makananku, dan meminum minumanku?” kata salah satunya. Tak ada jawaban. Saat burung gagak yang terakhir minum dari gelasnya, sebuah cincin masuk ke mulutnya dan ketika itu tiba-tiba dia dapat berkata-kata.

(Bisa tanya kepada pendengar mengapa itu bisa terjadi. Pencerita TIDAK BOLEH menyampaikan kesimpulan atau hasil interpretasinya sendiri).

“Diberkatilah kita, saudara perempuan kita yang tersayang mungkin ada di sini, inilah saatnya kita bisa terbebas dari kutukan,” kata burung gagak itu sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan.

Mendengar itu, si Gadis keluar dari persembunyiannya dan pada saat yang sama ketujuh burung gagak berubah kembali menjadi manusia. Mereka berpelukan dan pulang bersama ke rumah mereka dengan bahagia. (Selesai)

Ps: Beberapa diskusi kecil bisa dibangun setelah dongeng Brothers Grimm ini selesai dituturkan, termasuk pesan moral yang diperoleh pendengar (jika dianggap penting). Jika diceritakan sebagai bed time story, pastikan pencerita tidak lebih dahulu tertidur. Salam dari Ruteng.
Bagikan ke:

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *