Candra Segau: Tidak Ada Manusia yang Sempurna

RanaLino.ID kembali menghadirkan kisah tentang orang-orang inspiratif. Kali ini ada cerita tentang Candra, seorang penyandang disabilitas tuna daksa yakni kelainan pada sistem otot dan rangka. Saat ini Candra bersekolah di sekolah inklusif SMAK Setia Bakti Ruteng.

candra segau tidak ada manusia yang sempurna
Candra Segau usai menyaksikan pementasan “Ombeng” di Ruteng | Foto: FB Candra

Candra Segau: Tidak Ada Manusia yang Sempurna

Pengantar

Candra menulis sendiri kisahnya nya untuk RanaLino.ID dengan harapan dapat menjadi inspirasi bagi siapa saja; keterbatasan sumber daya (fisik, ekonomi, dll) bukan halangan untuk bersosialisasi, berkarya. Candra menderita cerebral palsy yang sedikit menghambat kegiatan fisiknya (masalah pada koordinasi tangan dan kaki) tetapi relasi sosialnya berjalan dengan baik.

Sejauh yang saya lihat, dia telah melampaui beberapa hambatan pribadi dan memandang dirinya saat ini dengan cara yang sangat baik. Dia menulis lagu, dan dibantu teman-teman OMK Lumen Gratiae membuat video klip lagu ciptaannya tersebut–diunggah ke facebook dan youtube, dan dengan percaya diri tampil di depan umum, menyanyikan lagu ciptaannya sendiri.

Saya mengenal Candra melalui beberapa perjumpaan. Pertama, ketika menjadi MC di sebuah kegiatan dan pada kegiatan tersebut SMAK Setia Bakti mempersembahkan sebuah pentas seni. Candra ada di tim pentas seni tersebut sebagai salah seorang penabuh gendang.

Kedua, ketika saya mendampingi kaum muda OMK Lumen Gratiae Katedral Ruteng dalam sebuah kegiatan pelatihan kepemimpinan. Candra bergabung di OMK LG dan menjadi anggota aktif sampai saat ini.

Perjumpaan selanjutnya terjadi di ruang interaksi kami sebagai keluarga besar OMK Lumen Gratiae Katedral Ruteng. Tahun 2016 saya menyutradarai tablo Kisah Sengsara di Paroki Katedral di Paroki Katedral Ruteng. Candra menjadi salah seorang aktornya; menjadi anak lelaki Simon dari Kirene. Candra bermain baik ketika itu.

Ketika kami membuat Drama Musikal Ombeng, Candra selalu hadir menyaksikan kami berlatih dan dengan antusias menonton tiga kali pementasan kami di Ruteng. Sampai sekarang Candra menjadi bagian dari hidup kami semua di Ruteng.

Baca juga: Drama Musikal Ombeng itu Bagaimana?

Rana mengenalnya dengan baik dan kerap bercerita tentang Candra ketika melihat anak lain yang juga mengalami situasi yang sama. Rana tidak bermasalah berinteraksi dengan Candra, dan saya sangat mengagumi itu; di usia Rana, saya barangkali akan sulit berinteraksi dengan para penyandang disabilitas–jika tidak berusaha menjauh, mereka akan cenderung mengolok-olok.

Meski beberapa literatur menjelaskan bahwa masalah yang sering dihadapi oleh penyandang disabilitas seperti Candra adalah kondisi emosi yang tidak stabil karena ‘kesulitan’ menerima keadaan dirinya, gejala tersebut tidak lagi terlihat dalam keseharian Candra.

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Situasi lingkungan yang menerimanya dengan baik–tidak menunjukkan sikap iba yang berlebihan, membantu sebanyak yang dibutuhkan Candra, tidak mengolok-olok–sangat membantu relasi sosial Candra serta caranya melihat diri dan lingkungannya. Tetapi bukan berarti bahwa Candra sama sekali tidak pernah mengalami situasi sulit yang berhubungan dengan keterbatasan fisiknya itu. (Armin Bell)

Simak cerita Candra berikut ini!

Nama saya Candra Segau. Nama panggilan saya: Candra. Saya berjenis kelamin laki-laki dan lahir pada tanggal 24 November 1997. Ibu saya bernama Maria Ima Segau, seorang ibu rumah tangga yang baik. Saya anak pertama dari tiga bersaudara.

Adik saya yang perempuan, kini sekolah di kelas IX, dan yang bungsu, laki-laki, masih SMP kelas VIII. Kalau sedang berkumpul, kami pasti berisik banget dan sering berantem. Meskipun kami sering berantem, tetapi sesungguhnya lebih banyak hal menyenangkan yang kami lalui bersama.

Saya mulai masuk SD umur 7 tahun. Saya dimasukkan di SLB TENDA  yang lumayan jauh dari rumah. Yang saya ingat, waktu saya masih SD, saya berusaha menjadi anak yang baik dan rajin. Satu hal yang tak mungkin saya lupakan yaitu saya dihina, diejek dan direndahkan oleh teman saya tetapi semuanya itu saya menghadapi dengan setulus hati.

Seringkali saya putus asa menghadapi ejekan-ejekan dari teman-teman, tetapi saya serahkan semuanya itu kepada Tuhan dengan rajin berdoa memohon perlindungan Tuhan. Saya sering mengikuti Misa penyembuhan setiap hari Kamis dengan meminta ijin di Kepala Sekolah, mengikuti Doa Kerahiman, dan Adorasi.

Setelah lulus dari SLB TENDA, saya melanjutkan ke SLB Karya Murni. Saya sekolah di SLB Karya Murni hanya satu tahun tapi kemudian atas saran kepala sekolah SLB karya Murni kemudian saya di pindahkan ke SMP Negeri 2 Langke Rembong.

Selama saya bersekolah di SMP N 2 Ruteng ternyata saya mengalami pengalaman yang sangat pahit juga terutama pada saat saya berada di kelas IX, walaupun tidak semua anggota kelas yang mengejek saya namun ada sebagian orang yang sering mengejek saya dan sampai saat ini saya tidak bisa melupakannya.

Saya berkata manusia tidak ada yang sempurna, semuanya memiliki kelebihan dan ada kekurangannya mungkin bagi saya sendiri banyak kekurangannya.

Tuhan menciptakan saya seperti ini dan saya menerimanya dengan setulus hati dan saya juga berdoa untuk mereka yang telah menghina saya agar diberi pengampunan Tuhan. 

Setelah mendengar pengalaman waktu SMP, sekarang saya menceritakan pengalaman saat SMA sekarang ini. Saya masuk SMAK Setia Bakti Ruteng pada tahun 2014, saya masuk ke SMAK Setia Bakti Ruteng di samping atas kemauan sendiri dan juga didorong oleh salah seorang guru yang juga mengajar di SMAK Setia Bakti yang bernama Bapak Simin Wangku.

Ada banyak hal yang saya alami semenjak sekolah di SMAK Setia Bakti Ruteng, termasuk akhirnya saya bisa membuat lagu yang berjudul “Sahabat”. Saya membuat lagu “Sahabat” karena saya mengingat teman-teman yang telah membantu saya di saat aku susah, setiap kali saya ada masalah ada seorang perempuan yang membantu saya yang bernama Maria Evania Karak; bagaimana dia menasihati saya, kadang dia membantu saya menulis selama saya kelas X dan kelas XI. Saya merasa sedih karena ketika kami naik ke kelas XII kami berpisah.

Klik di sini untuk mendengar “Sahabat” karya Candra Segau di Youtube

Bagian yang kurang menyenangkan bagi saya ketika berada di kelas XII adalah di mana ada seorang anak perempuan yang sering menjelekkan saya dan mengatakan “Biar kau mati saja!” Ketika saya mendengar ucapannya itu, dalam hati saya berkata: “Tuhan ampunilah dia sebab dia tidak tahu apa yang dia perbuat. Hanya Engkau saja yang tahu.”

Baca juga: Ombeng itu Berarti Menari kah?

Di luar kegiatan sekolah saya juga aktif dalam kegiatan OMK Lumen Gratiae Katedral Ruteng, di mana teman-teman OMK menerima saya apa adanya dengan keadaan saya seperti ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada moderator Romo Lian Angkur yang telah menerima saya, menjadi anggota OMK. Demikianlah kisah singkat saya, Tuhan memberkati kita semua. Amin. (*)

Keterangan: 

  1. Tuna Daksa: berasal dari kata “Tuna“ yang berarti rugi, kurang dan“daksa“ berarti tubuh. Tuna daksa berarti suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot, dan sendi dalam fungsinya yang normal.
  2. Cerebral Palsy (CP) merupakan kerusakan atau kelumpuhan di otak yang menyebabkan gangguan postur dan gangguan fungsi pada bagian tubuh. Bisa dikatakan juga Cerebral Palsy adalah istilah umum untuk sekelompok gangguan yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk bergerak. Pasien Cerebral Palsy (CP) cenderung memiliki gangguan motorik (gerak), seperti lemahnya otot tubuh, kekakuan, kelambanan, kelainan, kejang, dan susah menjaga keseimbangan. Cerebral Palsy (CP) juga dapat mempengaruhi keterampilan motorik halus, keterampilan motorik kasar dan fungsi motorik oral.
Bagikan ke:

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *