Si kecil susah makan? Kita pasti pernah dengar cerita mama dan papa tentang anak-anak mereka. Apa yang sebaiknya dilakukan?
Oleh: Maria Pankratia
Yang ingin saya bagikan di sini tak lebih dari pengalaman bersama anak seorang teman yang agak rewel dan susah makan. Saya kemudian merefleksikan itu dengan beberapa kebiasaan dan masalah yang pernah saya lewati di tahun-tahun silam.
Makan dan minum adalah kebutuhan utama manusia, tentu saja. Kalau Slank bilang, makan gak makan asal ngumpul? Hmmm …. Untuk saya pribadi, kalau bisa sambil makan sambil ngumpul. Sebab, makan sendiri ternyata sungguh menyedihkan.
Bayangkan, sambil menyuap nasi, sayur, dan lauk itu, tak ada siapa-siapa di hadapanmu atau di sekitarmu. Sunyi. Kecuali bunyi kunyahanmu sendiri. Dari sekian juta umat manusia di dunia ini, semalang-malangnya seseorang, haruslah dia berjamaah dengan yang lain, dalam hal makan khususnya.
Saya punya pengalaman dengan tiga orang yang saya kenal sejauh ini, salah satunya adalah diri saya sendiri. Jika kebetulan lapar mendera dan harus melewati situasi tersebut seorang diri, maka televisi atau laptop atau hape adalah media yang paling bisa diandalkan. Menyantap makananmu sembari menonton tayangan tertentu seperti reality show, film atau video klip lagu dari artis favorit, ternyata cukup membantu untuk menghabiskan jatah makanan di piring.
Mungkin kalian pernah terjebak pada masa ketika makan adalah aktivitas yang melelahkan. Sangat bosan. Kita harus makan sehari tiga kali–idealnya begitu. Akan baik jika kita cukup menelan sebutir pil atau kapsul lalu merasa kenyang dan bisa melakukan aktivitas lain tanpa tergganggu dengan kewajiba makan yang harus dipenuhi atau menu apa yang paling cocok untuk bobot tubuh yang terus saja meningkat.
Demikian juga dengan anak-anak yang pada mulanya mungkin tak paham: Mengapa mereka harus makan tiga kali sehari? Bermain saja sudah sangat melelahkan, lalu harus makan? Maka tak jarang, kita kesulitan ketika menganjurkan si kecil untuk menghabiskan makanannya. Si kecil susah makan.
Beberapa orang tua yang saya kenal sangat kreatif. Cara-cara seperti menerbangkan sendok berisi makanan di atas kepala sang anak, yang akhirnya mendarat di dalam mulut si kecil, ternyata cukup jitu. Atau, jika orang tua terlalu lelah dan membiarkan pengasuh yang turun tangan, maka terjadilah adegan kejar-kejaran heboh antara si kecil dan tante pengasuh, demi makanan yang harus bersarang di dalam perut si kecil.
Baca juga: Mendidik Anak Menjadi Juara atau Menjadi Baik?
Cara lain yang cukup mengerikan saya kira adalah dengan membentak atau mengancam si kecil dengan hal-hal menakutkan sehingga ia terpaksa menerima makanan tersebut masuk ke dalam mulutnya. Saya mendapati kejadian ini beberapa kali. Orang tua maupun pengasuh mungkin sudah hilang kesabaran menghadapi si kecil.
Saya takutnya, hal ini akan bertahan hingga nanti si kecil tumbuh besar, apa pun yang hendak dilakukan, bukan karena kehendak tulus dari dalam diri tetapi disebabkan syarat tertentu. Atau dalam kasus tertentu (terpaksa melakukan sesuatu) karena takut akan terjadi hal yang tak diinginkan, yang belum tentu akan kejadian. Bahasa kerennya paranoid. Ah saya berlebihan!
Anak Butuh Teman
Sekali waktu, saya dan kawan saya sedang duduk bercerita di ruang tamu. Dia yang baru pulang kerja dan saya yang seharian menghabiskan waktu di rumah berbagi cerita. Kawan saya telah mempunyai dua orang anak, yang sulung sudah berumur tiga tahun dan sangat mencintai koleksi mobil-mobilannya. Akibatnya si sulung kadang mengabaikan makan siang yang sudah disiapkan pengasuh. Kondisi malas makan ini telah berlangsung lama dan terkadang menjadi seperti teror bagi pengasuhnya karena harus menghadapi sikap sang anak yang suka melawan.
Namun yang terjadi malam itu di luar dugaan kami semua. Saya, kawan saya, dan sang pengasuh. Kawan saya membawa piring makannya ke ruang tamu. Ada nasi, sayur, dan ikan goreng. Ia kemudian duduk dan mulai makan sambil bercerita. Saya pun demikian. Dengan piring makanan saya.
Tiba-tiba sang anak mendekat, meminta ikut makan. Kawan saya menyuapinya, satu, dua hingga akhirnya lebih dari lima sendok. Kawan saya sampai harus menambah nasi, sayur, dan lauknya karena belum merasa kenyang.
Kejadian ini bukan hanya sekali. Pada malam berikutnya hal yang sama terjadi lagi. Di malam yang keempat, kawan saya memutuskan agar sang anak diberikan piring makan sendiri lalu duduk dan makan bersama-sama dengan kami. Ini kejadian luar biasa bukan? Khusus untuk para orang tua yang kadang bingung dan harus memberi vitamin atau suplemen yang bagaimana supaya anaknya punya semangat makan.
Demikian. Jika si kecil susah makan, coba panggil kawan-kawannya di sekitar rumah. Mungkin dia butuh teman. Biarkan mereka makan bersama. Atau, biasakan memiliki meja makan di rumah. Makan bersama di meja makan atau ruang keluarga, mungkin memberikan kekuatan baru bagi sang anak dalam memandang makanan dan kebersamaan. (*)
–
6 Februari 2019
Maria Pankratia. Tinggal di Ruteng. Bergiat di Klub Buku Petra.
Gambar dari Orami.id.