apa hubungan antara kbbi, alkitab itu, dan sepak bola?

KBBI adalah Prolog, Alkitab itu Inti Cerita, Sepak Bola Jadi Epilog

Di Indonesia Timur, menyaksikan tayangan sepak bola di televisi FTA (free to air) adalah kemewahan. Apa hubungannya dengan KBBI, cerita dalam Alkitab itu, dan sepak bola?


Tulisan ini dibuat pada bulan Oktober. Di Indonesia, bulan Oktober diperingati sebagai Bulan Bahasa. Sebuah bulan khusus memuliakan bahasa Indonesia. Sekaligus mengenang peristiwa besar 90 tahun silam. Sumpah Pemuda. 28 Oktober 1928. Waktu dari mana Bahasa Indonesia ini berasal.

Omong soal bahasa Indonesia mau tidak mau berarti membawa KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Sepakat? Jika iya, maka kalian harus percaya bahwa noda atau bercak-bercak putih pada kulit manusia (biasanya berasa gatal kalau berpeluh) itu namanya panau. Bukan panu. Acungkan jari kalau kalian baru tahu sekarang padahal selama ini sering menggosipkan teman kalian yang kulitnya bernoda dan penuh bercak-bercak putih. Kalian juga harus percaya bahwa meski Memes adalah penyanyi terkenal di masa lalu, namun lagunya Terlanjur Sayang yang populer itu sebenarnya salah secara bahasa Indonesia. Bentuk yang benar adalah Telanjur Sayang.

Dalam hal lagu, mungkin karena alasan telanjur sayang tadi, penggemar Ahmad Dhani percaya saja bahwa busur panah itu tajam. Di Roman Picisan, Dhani menulis: tatap matamu bagai busur panah yang kau lepaskan ke jantung hatiku. Oh Dhani yang baik, yang ditembakkan Cupid itu kan (anak) panahnya. Busurnya tetap dia pegang, lho. Kalau dia lepas (lempar) juga, tidak mungkin juga menancap ke jantung. Kenanya ke hidung, dagu, dan dada. Atau dalam kasus tertentu, untuk sebagian orang, bisa kena gigi.

Itu perihal pertama. Melihat dan percaya pada KBBI. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Perihal pertama ini sengaja disampaikan agar kita paham konteks untuk melihat perihal yang lebih penting. Semacam narasi eksposisi (cie cie… istilah ini) untuk melihat kisah tentang perihal melihat dan percaya dalam Alkitab.

Alkitab itu Inti Cerita

Jadi begitu. Tulisan ini sesungguhnya ingin membahas tentang perihal melihat dan percaya yang sedang jadi topik sangat penting di negeri ini. Kita telah mengetahui bagaimana melihat dan percaya ini kemudian memaksa Bapak Prabowo meminta maaf hanya beberapa saat setelah dia mengkritik negara yang dianggapnya melakukan kekerasan pada Ratna Sarumpaet.

BACA JUGA
Kebaikan-Kebaikan yang Ternyata Tidak Terlampau Baik

Lihat juga arus besar warganet sebangsa dan setanah air yang dengan mudah menjadi penyebar ujaran kebencian hanya karena meme. Apakah itu hoax, apakah itu fakta, apakah itu plagiarisme, pokoknya saya datang, saya lihat, saya bagikan.

Baca juga: Cinta yang Terlalu dan Plagiarisme yang Berlalu

Artinya, melihat dan percaya adalah perkara yang pelik. Untuk itulah saya harus menggunakan Alkitab sebagai sumber bacaan. Tetapi atas dasar saya merasa bahwa banyak yang tidak paham apa Alkitab itu, maka saya terpaksa membawa KBBI. Sekali lagi, ini soal konteks. Dan konteks adalah sesuatu yang penting agar kita tidak mudah melakukan justifikasi. Ngomong opo to?

Begini. Menurut KBBI, Alkitab itu adalah kitab suci agama Kristen. Alkitab /Al•ki•tab/ n 1 kitab suci agama Kristen, terdiri atas Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru; 2 Isl Alquran.

Mengapa saya merasa bahwa banyak yang tidak paham apa itu Alkitab? Lha, di DPR sana ada yang keliru yang massal soal agama Kristen dan cara mereka beribadah. sekolah minggu dan katekis mau diatur dalam Undang-Undang Pesantren. Itu karena tidak paham, bukan? Kalau agamanya saja tidak dipahami secara massal, apalagi kitab sucinya. Iya to?

Ada yang mulai kesulitan mengikuti tulisan ini. Horeee. Saya semakin mirip para penulis kenamaan itu berarti. Semakin sulit dipahami semakin baik. #eh? Tetapi agar kerut di keningmu tidak telanjur abadi, saya mulai saja bahasan penting ini.

Dalam Alkitab, ada banyak kisah dalam kerangka melihat dan percaya. Dua di antaranya yang paling dikenal adalah kisah tentang Tomas dan pengalaman Bartimeus. Tomas adalah orang yang menolak percaya bahwa Yesus telah mengalahkan kematian dan bangkit dari kuburNya. Dia tidak percaya, sampai dia melihatnya sendiri. Di akhir cerita, Yesus akhirnya datang dan meminta Tomas mencucukkan jarinya pada lubang bekas paku di telapak tangan Yesus. Tomas menjadi percaya.

BACA JUGA
Daripada Petisi, Lebih Baik Bikin Grup WhatsApp, Mashita!

Bartimeus lain lagi. Dia tidak pernah melihat Yesus. Bartimeus seorang yang buta. Tuna netra. Tetapi dia percaya bahwa Yesus bisa menyembuhkannya. Kejadian berikutnya memang demikian. Bartimeus—setelah tidak mau diam meski telah berusaha didiamkan oleh orang-orang di sekiarnya—akhirnya berhasil minta tolong pada Yesus. Karena dia percaya, Yesus menyembuhkannya. Bartimeus dapat melihat.

Setelah itu? Harusnya Bartimeus menjadi lebih percaya. Tetapi tidak ada lanjutan kisahnya. Nanti saja. Saya bikin di cerpen. Dalam cerpen itu, Bartimeus akan mewartakan kabar gembira Yesus ke mana-mana, kemudian ditangkap dibenci oleh lawan politik Yesus. Bartimeus dilenyapkan ketika naik pesawat ke Amsterdam.

Bagaimana hubungan Tomas dan Bartimeus dengan bangsa dan negara ini? Baik-baik saja. Maksudnya, ribuan Tomas dan Bartimeus ada di sekitar kita. Tentu saja dengan perbedaan-perbedaan di belakangnya.

Pada kisah Pak Prabowo dan Ratna Sarumpaet misalnya, yang berbeda adalah akhir cerita. Setelah melihat dan percaya, Pak Prabowo kemudian sadar bahwa dia telah grasa-grusu. Pada kisah penyebar meme, akhir cerita bisa lebih macam-macam lagi. Paling sering adalah perkelahian. Minimal melawan meme dengan meme.

Pada kisah Memes dan Ahmad Dhani? Nasi sudah jadi bubur. Kita yang sudah telanjur sayang ini diminta untuk percaya saja bahwa busur panah bisa menancap di jantung. Yang perlu dipikirkan adalah mencari jantung yang besar agar busur menancap dengan mantap. Atau mengecilkan busurnya. Atau meminta seluruh dunia sepakat bahwa busur itu tajam dan anak panah itu berbentuk busur. Bisa dicoba. Siapa tahu berhasil. Toh tak ada yang mustahil.

Baca juga: Menjadi Blogger Tidak Akan Buat Seseorang Mendadak Keren (8)

Nah, omong-omong soal mustahil inilah akhirnya kita sampai di percakapan tentang sepak bola. Timnas U-19 akhirnya kalah. Tidak jadi melaju ke putaran final Piala Dunia U-20 di Polandia nanti. Penggemar berat Jokowi mungkin sedikit kecewa. Materi kampanye tambahan lenyap begitu saja di tangan timnas Jepang.

BACA JUGA
Piala Dunia 2022, Qatar dan Messi dan Ronaldo dan Siapa Terbaik?

Tetapi sesungguhnya lebih berat nasib kami di Indonesia Timur. Yang seolah seperti Bartimeus. Tidak melihat namun percaya. Dengan perbedaan di bagian akhir cerita, tentu saja. Tidak persis sama dengan kisah di Alkitab itu.

Siaran sepak bola di televisi free to air kami kami selalu diacak. Alhasil, tak sempatlah kami menyaksikan anak-anak asuh Indra Sjafri itu bermain. Baru saja berniat memiringkan antena parabola atau mencari kode acakan televisi berbayar, terdengar kalimat-kalimat panjang dari anggota rumah penggemar sinetron azab.

Jangan heran kalau saat membaca berita tentang Todd Rivaldo Ferre, wajah yang kami bayangkan adalah Bambang Pamungkas. Atau Kurniawan Dwi Yulianto. Itu masih baik. Saya khawatir, Guru Don, ayah saya itu, justru akan memasang muka Ricky Yacobi ketika mendengar nama Todd.

Sebenarnya, kalau saja ada capres yang berkampanye bahwa siaran-siaran sepak bola akan disiarkan juga di televisi kami, saya yakin mayoritas pemilih akan mencintainya. Tetapi secara politis, jumlah pemilih di kawasan timur Indonesia tidak menggiurkan. Terlalu sedikit. Abaikan saja. Toh beritanya bisa dilihat di media daring. Atau via meme. Sampai kapan keharusan menjadi Bartimeus ini berakhir?

Padahal selain bahasa, para pemuda pada tahun 1928 juga bersumpah tentang tanah air dan bangsa yang satu, Indonesia. Dalam KBBI: Indonesia/In•do•ne•sia/ /Indonésia/ n 1 nama negara kepulauan di Asia Tenggara yang terletak di antara benua Asia dan benua Australia.  Dalam lagu, Indonesia diceritakan sebagai wilayah yang sambung menyambung menjadi satu dari Sabang sampai Merauke.

Atau mungkin hak melihat televisi disesuaikan dengan zona waktu? Lucu juga kalau begitu. Tidak apa-apa. Asal tidak dianggap sebagai bercak-bercak di kulit saja. Tidak baik. Karna (kami) su sayang dengan bangsa ini.

10 November 2018

Salam dari Kedutul, Ruteng

Armin Bell

Gambar dari Ussfeed.com.

Bagikan ke:

One comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *