Saya mulai dari Chairil Anwar sang penyair besar itu, lalu berpindah ke Rosihan Anwar tokoh besar dalam jurnalisme Indonesia, kemudian Desy Anwar perempuan hebat yang telah lama menjadi bagian dari industri televisi Indonesia, dan berakhir di Joko Anwar sutradara muda yang memukau lewat film Kala yang juga kerap disebut sebagai garansi film-film komersil berkualitas tinggi dari negeri ini.
Lihatlah empat orang itu, sama-sama menutup nama mereka dengan Anwar dan sama-sama menghadirkan sensasi hebat dari karya kreatif masing-masing.
Saya lalu ingat William Shakespeare, penulis lakon terkenal Romeo and Juliet. Saya mengenangnya bukan karena ingin menambahkan kata Anwar di belakang namanya, tetapi karena dia pernah bilang sesuatu tentang nama. Apalah arti sebuah nama? Begitu orang Inggris ini bertanya di suatu masa.
Shakespeare jelas tidak pernah ke Indonesia, sebuah negara di mana kesadaran akan pemberian nama menjadi sebuah keutamaan. Tempat di mana, para orang tua berlomba memberi nama yang indah pada anak-anak mereka, lalu setiap nama diusahakan berarti sesuatu yang hebat.
Teman saya, orang Manggarai berencana memberi nama anak lelakinya: Rangga. Di kampung kami Rangga berarti tanduk. Di sini tanduk ada lambang kejantanan, tanduk kerbau juga menjadi mahkota bubungan rumah adat. Selain karena nama Rangga itu membangkitkan ingatan kolektif pada Nicolas Saputra yang ganteng itu di film AADC, nama Rangga juga ‘enak’ disebutkan.
Lebih dari itu, teman saya berharap anaknya akan tumbuh menjadi pria hebat, karena
Rangga adalah nama yang jantan. Sayang, sampai dua tahun menikah, mereka belum dikarunai keturunan.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); |
Tentang Anwar, saya seperti melihat ada hubungan antara nama dengan nasib baik. Anwar konon berasal dari bahasa Arab yang berarti Cahaya. Dan lihatlah Chairil Anwar telah menjadi cahaya bagi penyair-penyair di generasi setelahnya. Rosihan Anwar pun menjadi orang hebat. Desy Anwar dan Joko Anwar jelas mengambil tempat sendiri pada hati saya terutama karya-karya mereka.
Baca juga: Jauh di Atas HujanTetapi benarkah nama Anwar berarti garansi nasib baik? Saya ragu. Anwar Fuadi adalah tokoh publik yang memakai nama yang sama, tetapi mengapa tidak berhasil menjadi orang hebat di mata saya? Terakhir, kabar tentangnya hanya gosip aneh tentang kemungkinan dia mendapatkan harta karun bernilai tak ternilai. Selebihnya, Anwar Fuadi hanya bintang sinetron dengan akting yang tidak sangat hebat. Mungkinkah karena Anwar diletakkan sebagai kata pertama dan bukannya terakhir seperti tokoh lainnya?
Saya lalu hendak setuju pada Shakespeare: Apalah arti sebuah nama? Tetapi belum sampai pada titik ‘setuju’ itu, saya tiba-tiba ingat Robertus Bellarminus, nama Santo Pelindung saya. Dalam “Ensiklopedi Orang Kudus”, Robertus Bellarminus disebut sebagai Teofilus; sastrawan tentang Tuhan.
Ada sedikitnya dua orang yang saya kenal memakai nama ini sebagai nama baptis, saya dan seorang teman lain; kami sama-sama suka menulis dan sepertinya menyukai karya sastra. Apa iya, saya bisa menulis karena memakai nama itu? Lalu benarkah semua orang yang memakai nama Robertus Bellarminus bisa menulis? Jawabannya akan menjadi sangat panjang bahkan mungkin penuh perdebatan.
Saya mengenal Anwar yang lain ketika masih kecil. Flori Anwar. Sebenarnya nama itu adalah bentuk singkat dari Florianus Waro. Tetapi apakah kata Anwar yang berarti cahaya itu menjadi tidak bertuah di kasus ini? Perspektiflah yang bisa menjawab dengan baik. Bahwa Anwar si Flori itu bisa saja telah menjadi cahaya untuk keluarganya saat ini; keluarga kecilnya. Lalu kalau si Anwar gagal menjadi cahaya, apakah penamaannya telah gagal? Saya pikir tidak.
Bagi saya, nama hanya akan berarti sesuatu ketika yang menyandangnya melakukan sesuatu yang berarti. Maka ketika Angelina Sondakh tersandung perkara korupsi dan kini ditahan, saya tidak lantas merasa dikhianati meski saya tahu, Angelina berasal dari bahasa Portugis yang berarti Penyampai Pesan Tuhan.
Baca juga: Tuhan Menambal Ban SayaKalau toh ada yang merasa dikhianati, mestilah itu orang tua Angie yang telah susah payah memberinya nama dan berharap suatu saat akan menjadi penyampai kabar baik dari Tuhan. Tetapi harusnya juga tidak merasa terkhianati andai selama ini tidak sempat menjelaskan arti itu pada putri mereka.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); |
Sampai di sini saya berpikir, sungguh tidak adil memberi nama pada siapapun dengan ekspektasi berlebih tanpa diikuti dengan penjelasan yang cukup tentang mengapa nama itu kita berikan padanya.
Memberi arti pada nama adalah sepenuhnya hak si penyandang nama bukan sang pemberi. Seperti Kahlil Gibran pernah bilang, anak-anak itu panah dan orang tua adalah busur.
Ke mana anak panah menancap tidak lagi sepenuhnya urusan busur. Chairil Anwar pernah mengingatkan kita untuk memberi nama pada tulang-belulang berserakan karena mereka -tulang-tulang itu- telah mati. Lalu, bagaimana dengan nama anak dan harapan orang tua?
Sepertinya memaknai nama adalah tugas orang-orang hidup. Ah, Shakespeare. Entah apa yang kau pikirkan (lagi) saat ini tentang nama “^_^/
Ruteng – Flores, 8 Mei 2012