Pertanyaan pentingkah memberi maaf tidak dapat diajukan kepada orang yang sedang marah. Atau barangkali, orang yang sedang marah tidak boleh diajak bicara soal apa pun. Mereka akan tetap marah-marah hadeeeh…
Adegan di Drama Musikal Ombeng “Memberi Maaf” | Foto: Frans Joseph
Manusia adalah makhluk sosial, dengan konsekuensi logis bahwa setiap hal yang diciptakan seharusnya mempetimbangkan kepentingan orang lain agar tak ada yang merasa tersakiti atau disisihkan atau teralienasi.
Sulit memang, karena kerap beberapa hal sengaja atau tidak malah membuat pihak lain merasa tersakiti. Dalam logika yang dibalik, tak jarang kita berada dalam posisi tersakiti. Pada situasi inilah kita berada pada pilihan memberi maaf atau tidak.
Baca juga: Agama Apa Saja adalah Agama yang Baik
Maaf adalah kata ajaib yang muncul dari kesadaran pentingnya memperbaiki situasi agar semua kembali berjalan normal. Tanpa kata ini, maka yang tercipta adalah musuh. Padahal manusia adalah makhluk sosial yang jika mempunyai musuh maka akan mempersempit ruang gerak.
Apa indahnya menjadi makhluk sosial tanpa ruang gerak yang bebas? Dan kita lalu termangu di sudut ruangan, menggigit sandaran kursi yang menampilkan kenangan ketika kita hidup tanpa musuh. Sedih e aeh.
Tetapi harus diaku, memberi maaf bukan soal yang mudah. Kerap kita berlindung pada kalimat ‘jika tak ingin punya musuh, jangan sakiti orang lain’. Maka kitapun merasa sah untuk tidak memberi maaf; kau telah menyakitiku dan itu membuatku luka; sah!
Tak ada yang salah dengan keputusan itu. Semua menyadari, situasi tersulit manusia adalah ketika dia harus berbuat baik dengan orang yang telah menyakitinya, dan karenanya pilihan paling nyaman adalah melupakannya atau dalam terminologi saya: memusuhi.
Maka, kita pun berjalan nyaman dengan itu, melupakan (baca: memusuhi) orang yang bersalah kepada kita dan memulai hidup baru tanpa dia. Lalu, siapkah kita ketika situasi serupa berbalik kepada kita? Artinya, siapkah kita dimusuhi karena orang lain tidak bisa memaafkan kita?
Baca juga: Seni itu Band Melayu?
Beberapa mungkin siap, tetapi sebagian besar saya yakin sulit. Alasannya sederhana, “Saya sudah meminta maaf, dan berikan maaf itu agar kita bisa seperti semula lagi”, demikian pikir kita. Akankah sesederhana itu bagi dia?