Pertanyaan ini tidak penting kalau yang kita pikirkan adalah Ahok dan Basuki Tjahaja Purnama adalah orang yang sama; semacam dwitunggal. Tetapi bagaimana kalau dia memutuskan menjadi berbeda?
Bacalah dengan santai seperti kau sedang di pantai dan menikmati angin yang berhembus sepoi-sepoi. Bukan seperti suasana pantai akhir-akhir ini yang sedang tidak bersahabat. Jangankan pantai. Gebetan saja belum tentu bersahabat bulan-bulan begini. Sudah mau Februari, belum ada clue bahwa kau akan menembaknya. Mau sampai kapan? Oooops.
Pokoknya kita tidak sedang di pantai. Tetapi bukan alasan untuk tidak bersantai. Lagipula kalau sedang di pantai, apa kau yakin bahwa Dian Sastro sudah pulang dari sana setelah selesai berteriak-teriak dan sekarang sedang memecahkan gelas biar ramai? Jadi begitu. Bersantai tidak harus di pantai. Di sini juga bisa. Ketika saya sedang menawarkan pertanyaan yang santai ini.
Kita, sebelum Ahok bebas, merindukan Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama? Pertanyaan ini harus dijawab (dalam hati saja) karena dengan demikian kita akan bersiap menerima konsekuensinya. Kalau kita merindukan Ahok sedangkan dia memutuskan menjadi Basuki Tjahaja Purnama, maka barangkali kita akan kecewa.
Baca juga: Dialog Om Rafael: Betapa Kita Merindukan Ahok
Begini. Ahok dirindukan karena pesonanya yang luar biasa ketika memimpin Jakarta, lengkap dengan kata-katanya yang keras (oleh sebagian orang menganggapnya keterlaluan), terutama karena kebijakan-kebijakannya dengan sangat baik mengubah wajah Jakarta. Tetapi oleh karena kata-katanya yang keras itu–lalu suatu ketika keceplosan dan dimanfaatkan oleh Buni Yani–dia masuk penjara.
Kemudian Ahok memutuskan Basuki Tjahaja Purnama sebagai identitasnya yang baru. Dia juga meminta kita semua memanggilnya BTP. Apakah kita yakin bahwa karakter-karakter yang kita rindukan itu masih tetap ada, atau justru dia menjadi pribadi yang sama sekali baru. Misalnya, Ahok yang lugas berubah menjadi Basuki Tjahaja Purnama yang terlalu penuh pertimbangan, apakah kita akan mampu menerimanya atau justru semakin merindukan Ahok?
Sekali lagi, pertanyaan ini tidak penting. Saya unggah saja di Blog Ranalino ini sebagai (bahan) pengingat bahwa perubahan nama biasanya disertai oleh perubahan beberapa kekhasan. Bagaimana kalau kekhasan yang diubah itu justru adalah yang paling kita rindukan?
Ketika Dewa 19 berubah menjadi Dewa kemudian menjadi Dewa 19 kemudian menjadi apa lagi setelahnya, saya bingung. Saya mau Dewa 19 yang pertama yang ada Ari Lasso-nya. Tetapi dia dihilangkan Dhani Ahmad yang kemudian menjadi Ahmad Dhani setelah pernah menjadi Dhani saja. Untunglah dia tidak pernah menjadi Deny Siregar. Halaaaah.
Beberapa tokoh yang namanya pernah berubah juga menjadi orang-orang baru. Sebagian menjadi lebih hebat daripada ketika memakai nama lama, sebagian malah menjadi tidak hebat dan membuat penggemar nama lamanya kecewa. Madiba ke Nelson Mandela, Cassius Marcellus Clay Jr. ke Muhammad Ali, Kla Project ke NuKla ke Kla Project lagi, Peter Pan ke Noah, Ariel ke Luna Maya (eh?), dan lain sebagainya.
Baca juga: Ahok, Kita Bukan Gading Kan?
Maksud saya begini. Keputusan Ahok dikenali sebagai Basuki Tjahaja Purnama tentu bukan tanpa pertimbangan. Maka sebagai penggemar Ahok, kita tidak perlu lantas menjadi penggemar Basuki Tjahaja Purnama pada detik ini juga. Berikan waktu pada BTP untuk membangun karakter barunya. Setelahnya silakan memutuskan masih tetap mengaguminya atau tidak.
Kalau ternyata Basuki Tjahaja Purnama tidak sehebat Ahok, tidak perlu kecewa. Tetapi kalau ternyata dia lebih hebat dari Ahok, jangan pernah bilang “Ahok memang hebat” karena yang hebat sekarang itu namanya Basuki Tjahaja Purnama.
Bisa tangkap? Seharusnya bisa. Kalau tadi kalian mulai membaca ini dengan santai. Seperti di pantai. Tetapi kalau tidak, mungkin pantainya sedang berangin kencang seperti hari-hari terakhir ini.
Sebentar lagi Februari. Ahok, eh, BTP akan segera bertemu kekasihnya yang baru. Kamu apa kabar? Mau ikut Dian Sastro ke pantai setelah memecahkan gelas biar ramai dan mengaduh sampai gaduh? Aduh!
–
26 Januari 2019
Salam dari Kedutul, Ruteng
Armin Bell
Gambar dari Populis.id.