Agama apa yang paling baik? Ini adalah pertanyaan yang tidak boleh ada sebab hanya akan membuat para pemeluknya berkelahi.
Ini sesungguhnya tulisan yang diunggah ulang di blog ini. Sebelumnya telah disiarkan di dua atau tiga blog saya yang lama dan kini hilang. Beberapa perubahan dibuat agar tulisan ini semakin layak dibaca. Syukur-syukur bisa jadi bahan refleksi.
Apa itu agama? Mengapa begitu banyak darah yang tumpah atas namanya? Mengapa orang merasa penting berperang dan membelanya? Apa sebenarnya agama? Benarkah ada agama pembunuh? Kau mungkin punya jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas, tetapi saya jelas tidak punya.
Dulu… mungkin saya bisa menjawab demikian: “Agama adalah institusi yang bergerak di bidang kerohanian, mewartakan kebenaran dan menyiapkan umatnya untuk mempersiapkan diri bagi hidup setelah kematian” Tetapi sekarang, masihkah konsep tersebut relevan terutama setelah banyak orang yang mengaku agamanya yang paling benar dan untuk mensahihkan pandangan tersebut dia membunuh orang lain.
Ayolah….. sejak kapan membunuh itu berhubungan langsung dengan mewartakan kebenaran? Membunuh itu jelas salah bukan? Lalu, di mana mewartakan kebenarannya? Atau sekarang ada agama pembunuh?
Baca juga: Waspada! HIV/AIDS Sudah Sangat Dekat
Baiklah. Saya sepakat setiap kita pasti pernah merasa kalau agama kita yang paling benar. Tetapi sayang, kadang kita bahkan harus diingatkan ‘orang lain’ untuk bisa berbuat benar. Baru-baru ini saya yang nota bene Katolik dari kecil, tiba-tiba diingatkan oleh seorang sahabat agar berdoa Novena ketika sedang menghadapi persoalan. “Biasanya jalan akan dimudahkan,” demikian kata teman saya yang pernah mendengar pengalaman terjawabnya doa novena dari beberapa temannya.
Dan tahukah kalian bahwa yang mengingatkan saya tadi adalah seorang sahabat yang bukan Katolik. Dia seorang muslim–mendengar kisah tentang doa novena yang dikabulkan itu dari teman-temannya yang beragama Katolik. Sumpah! Kalian boleh tertawa, dan tentu saja boleh heran. Kamu bisa bilang: masa sih-kok bisa-ah, gak mungkin-sumpe lo-dan lain-lain, but, that’s the fact.
Sampai di sini saya harus mengulang kembali pertanyaan, “apa itu Agama?” Atau: “Agama siapa yang paling benar?”
Ya, mengapa saya harus bilang agama saya yang paling benar, tetapi saya tidak benar-benar paham tentang inti ajarannya?
Oh, iya.
Jawabannya, mungkin, karena sekarang dia tidak lagi berhubungan dengan perilaku, tetapi lebih sebagai identitas. Maka, tidak ada yang aneh ketika kau memperkenalkan diri dengan:
Nama : Armin
Agama : Katolik
Hobi : Berjudi dan Korupsi
Ya, agama kini adalah penanda identitas, sama seperti:
Nama : Armin
Asal : Flores
Hobi : Berjudi dan Korupsi
Artinya, tidak setiap orang Katolik itu hobinya berjudi dan korupsi = tidak setiap orang Flores itu hobinya berjudi dan korupsi. Padahal menurut hemat saya, kalimatnya harus demikian: Tidak setiap orang Rawuk itu hobinya berjudi dan korupsi, tetapi setiap orang Katolik tidak punya hobi berjudi dan korupsi. \
Tetapi agama barangkali adalah sesuatu yang terlampau ideal untuk orang-orang yang kailnya panjang sejengkal. Yang kailnya panjang sejengkal, berisiknya biasanya minta ampun. Ah, sudahlah…
Salam dari Kompleks Pertokoan, Ruteng
Armin Bell