Suara di Titik Nol dan puisi-puisi lainnya berikut ini ditulis pada situasi yang berbeda. Agak sulit bagi saya menentukan benang apa yang membuat puisi-puisi ini dianggap bertalian.
![]() |
No Caption Needed |
Puisi-Puisi Armin Bell
Suara di Titik Nol
Kepada Last Hindie
Inilah waktu menebah dada menyembah bumi
Untuk segala kata yang telah kugubah menjadi bunyi
Meski tak semerdu paduan suara surgawi
Kata telah membawaku sejauh ini
Sejauh hati ke mana pergi
Inilah saat bersimpuh kaki mendengar angin
Untuk kata baru yang meruak menembus dingin
Meski tak sebanyak kudengar kemarin
Kurangkai bahasakan ingin
Agar tak sendiri nikmati dingin
Kurindu seuntai kata dari bibir yang lama terkatup, hingga
Jantung berdegup, aku mengecup
Rindu 1
Hujan telah berhenti
Rindu yang datang bersama tetesnya yang pertama tidak kunjung pergi
Mungkin sampai nanti
Sampai kau kembali
Atau sampai hujan datang lagi
Rindu 2
Merpati telah lama tak mampir di jendela
Sejak kau berhenti menulis surat
Dia pernah datang sebelum senja
Pergi lagi saat ku bertanya tentang surat
Merpati telah lama tak mampir di jendela
Kapan kau kembali menulis surat?
Apa saja, asal merpati datang lagi
Rindu 3
Kutampar saja hujan rindumu kembali
Jendela kututup lagi
Untuk apa datang kalau hanya menebar dingin
Besok kuharap kau datang melalui pintu
Bawakan juga baju hangat yang kau janjikan dahulu
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); |
Penghitung Rindu
Senja setelah lebat hujan
Kau pernah menghitung gerimis?
Itu rindu
Tak terbilang
Mari meski berjarak
Bersama menadah tangan pada rinai-rinai
Dingin itu sejukkan rindu
Tak terbilang
Sebagai gerimis
Senja setelah lebat hujan
Puisi-puisi Armin Bell
#PuisiRindu #BloggerRuteng #NolKilometer