pengalaman membaca kumpulan cerpen perjalanan mencari ayam 1 marsel ruben payong blogger ruteng

Pengalaman Membaca Buku Cerpen Perjalanan Mencari Ayam (Bagian 1)

Mulai hari ini, ranalino.co akan membagi catatan yang berisi resepsi para pembaca buku kumpulan cerpen Perjalanan Mencari Ayam (Dusun Flobamora, 2018).


Ruteng, 19 Agustus 2018

Beberapa tulisan awal adalah hasil pengalaman membaca yang dibagi pertama kali saat bincang buku di LG Corner, Sabtu, 11 Agustus 2018 silam. Bagian pertama ini adalah pembacaan Marsel R. Payong.

Membaca Cerpen Perjalanan Mencari Ayam dan Radiogram dalam Konteks Ruang dan Waktu

Oleh: Marsel R. Payong

Pengantar

Komentar singkat ini tidak memadai. Pertama, saya sendiri hanyalah seorang peminat sastra. Karena itu frame of reference saya hanya sebatas peminat dan pembaca. Tidak lebih dari itu. Kedua, tilikan yang objektif untuk sebuah karya sastra harus didasarkan pada hasil permenungan dan refleksi dalam dan panjang, dan ada ruang dialog antara pembaca dan pengarang melalui karyanya.

Tapi saya senang karena, tugas saya hanya sebagai pembaca, memberikan komentar sebatas pembaca. Ada yang akan melengkapi dengan tilikan yang dalam dari sudut pandang sastra itu sendiri maupun dari sudut pandang ilmu. (Catatan ed.: Dalam versi pertama asli tulisan ini, Marsel Payong menyebut nama Marcelus Ungkang dan Yuliana Jetia Moon, keduanya Dosen di PBSI STKIP St. Paulus Ruteng, yang juga membacakan komentarnya pada bincang buku di LG Corner itu).

Terima kasih kepada panitia Komunitas Saeh Go Lino Ruteng yang telah meminta saya untuk ikut berkomentar tentang buku kumpulan cerpen Perjalanan Mencari Ayam buah karya Armin Bell. Saya tertarik dengan kumpulan cerpen ini, yakni: Perjalanan Mencari Ayam (hlm. 1-28), dan Radiogram (hlm. 59-63). Keduanya mengusung tema yang sama yakni “PERJALANAN”, “ZIARAH”.

Mengapa Perjalanan? 

Suka atau tidak suka, hidup manusia adalah sebuah perjalanan. Maka perjalanan adalah sebuah aktivitas eksistensial karena melekat dalam hidup dan aktivitas manusia setiap hari. Dengan berjalan maka kita mengalami berbagai hal. Ketika bicara tentang perjalanan, orang langsung tertarik kepada tiga hal pokok: 1) ada lintasan, 2) ada spot/titik-titik persinggahan, dan 3) ada pelaku. Ketiga unsur tersebut kemudian dibingkai dalam ruang dan waktu.

BACA JUGA
SpongeBob dan Patrick Membuat Kita Tertawa Bodoh

Kata perjalanan itu sendiri merujuk kepada suatu situasi yang bergerak/dinamis dari satu titik ke titik yang lain. Masing-masing titik dikelilingi oleh konteks, situasi, yang muncul akibat adanya interaksi antara pelaku dengan lingkungan (fisik, sosial, kultural, dsb.) yang kemudian memberikan warna dalam bentuk-bentuk pengalaman. Pengalaman-pengalaman tersebut, baik fisik maupun rohani, merupakan wahan untuk membentuk kemanusiaan dan jatidiri seseorang.

Baca juga: Perjalanan Mencari Ayam dan Cinta yang Rahasia

Konteks perjalanan tidak hanya perjalanan fisik, yang bergerak dari satu tempat k tempat yang lain dalam kurun waktu tertentu. Perjalanan fisik sifatnya terbatas karena dua alasan: 1) dibatasi oleh kemampuan fisik seseorang, dan 2) dibatasi oleh waktu. Perjalanan yang sangat kaya adalah perjalanan rohani. Perjalanan ini merupakan sebuah eksplorasi imajinatif yang sangat kaya. Dia tidak dibatasi oleh kemampuan fisik atau waktu, dia bahkan menembus ruang dan waktu. Perjalanan rohani memiliki dimensi-dimensi spiritual dan transendental.

Cerpen Perjalanan Mencari Ayam

Tokoh sentral dalam cerpen ini adalah Leon, seorang pemuda kampung pengangguran yang jatuh cinta pada Daria. Perjalanan cinta Leon dan Daria sangat jauh dari mulus melainkan melewati titik-titik/spot yang menarik dibingkai secara paralel dengan perjalanan Leon mencari pencuri ayam pedagingnya yang bisa berkokok–yang pada awalnya oleh teman-teman Leon dijadikan personifikasi Daria.

Lapangan Motang Rua

Perjalanan dimulai dari perjumpaan pertama ketika Perayaan Yubileum 100 Tahun Gereja Katolik Manggarai yang dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Lapangan Motang Rua. (Baca kisahnya di: Yubileum, Presiden SBY dan Celana Goni).

Lapangan Motang Rua tidak hanya sekadar sebuah ruang publik yang steril tetapi sekaligus sebuah ruang imajinasi. Perjumpaan dengan seorang perempuan berkaos putih dengan sarung songke tanpa lipstik menjadi awal dari perjalanan dan pencaharian yang panjang. Siapa sebenarnya perempuan itu baru diketahui secara dekat melalui sebuah pesta di kampung.

Tidak ada cerita yang spesifik bagaimana hubungan kedua insan itu dirajut tetapi kemudian muncul adegan-adegan episode yang membuat pembaca untuk menenun sendiri jalan ceritanya. Ringkas cerita, hubungan Leon dan Daria ada pada persimpangan ketika Ayah Daria mengumumkan perjodohan Daria dengan seorang Duda PNS. Peristiwa ini menandai perjalanan atau perziarahan Leon pada titik yang kedua. Bagaimana atau dengan cara apa saja untuk kembali mendapatkan Daria.

BACA JUGA
Analisis Cerpen Armin Bell - Lelaki dari Malaysia

Pos Ronda

Pos ronda tidak hanya tempat mangkal Leon dan teman-teman, tempat di mana Leon melampiaskan emosinya (memeluk tiang pos ronda, menangis meraung-raung), namun juga menjadi tempat Leon dan para pemuda itu menemukan inspirasi tertentu dalam memecahkan masalah (meminta pertolongan orang pintar/dukun untuk mendapatkan Daria, membuat rencana melaporkan kehilangan ayam pedaging jago yang bisa berkokok,  dll.).

Di tempat ini tersimpan juga perjalanan perilaku Leon dan teman-teman (dari perilaku instinktif irasional kepada perilaku rasional objektif). Pos ronda adalah tempat Leon dan teman-teman menemukan oase, sebuah lokus yang cukup spesial dalam cerita ini.

Ending yang Mengejutkan: Pencuri ayam ditangkap polisi, Daria batal menikah. Bagaimana nasib cinta Leon dan Daria?

Cerpen Radiogram

Cerpen ini juga bercerita tentang tema “PERJALANAN”, kisah pencarian Riel terhadap ayahnya di Manggarai. Riel yang berasal dari Malang merupaan hasil perkawinan antara Mikael Sendo (seorang pemuda Manggarai yang menuntut ilmu di Malang) dengan Sundari, seorang puteri Blitar, Jawa Timur.

Hubungan Mikael dan Sundari tidak direstui, baik oleh orang tua Mikael maupun juga oleh orang tua Sundari. Sundari akhirnya melahirkan dan merawat sendiri putranya yang kemudian diberi nama Ahmad Al Riel. Karena tidak diterima oleh keluarganya sendiri, Sundari akhirnya membesarkan anaknya sendiri sebagai single parent dan tinggal di rumah kontrakan bersama orang tua angkatnya yang kemudian disapa sebagai Eyang oleh Riel. Di Malang.

Riel diutus oleh ibunya untuk mencari bapaknya di Manggarai dengan bekal informasi yang sangat minim. Perjalanan dimulai, entah dari pelabuhan Banyuwangi atau Surabaya, karena Riel menumpang KM Tilongkaliba dan tiba di Labuan Bajo. Pertemuan dengan Pak Domi, rekan seperjalanan Riel dengan travel dari Labuan Bajo ke Ruteng, titik terang awal pertama Riel melakukan misinya di Manggarai.

Ada sebuah peristiwa perantara yang menarik yakni kisah perang tanding yang mengantar perjalanan Riel terhenti di RSPD Manggarai ketika bersama Pak Domi mereka mengirim radiogram kepada para anggota keluarga dari korban tewas akibat perang tanding. Tidak disangka-sangka ada nama ayah Riel, Mikael Sendo, ikut disebut dalam radiogram itu sebagai salah satu korban perang tanding.

BACA JUGA
Soal Pengarang NTT dari Perspektif Sejarah dan Sosiologi Sastra

Ada ending yang mengejutkan, tetapi juga diliputi dengan tanda tanya, “Apa benar, Mikael Sendo yang menjadi korban perang tanding adalah ayah Riel yang sesungguhnya?” Pertanyaan ini muncul karena episode di RSPD tidak dilanjutkan dengan perjumpaan Riel dengan keluarga ayahnya.

Antiklimaks: Riel kembali dengan travel ke Labuan Bajo dengan membawa oleh-oleh kopi Manggarai dari Pak Domi dan kain songke dari keluarga ayah Riel. (Bacaan lain tentang cerpen Radiogram dapat dilihat di: Analisis Cerpen Armin Bell – Radiogram)

Keunikan Kedua Cerpen Ini

  • Pengarang secara sengaja memasang episode-episode secara acak dan hampir tidak ditenun dalam alur-alur benang merah yang koheren. Dengan ini, pembaca yang hanya ingin menikmati cerpen ini sekadar pelepas lelah, akan kesulitan untuk menemukan jalan cerita utuh.
  • Dengan membiarkan episode-episode tanpa tenunan yang apik seperti itu memaksa pembaca untuk ikut berefleksi dan berimajinasi bersama pengarang. Pembaca, mau tidak mau, harus berusaha menenun sendiri episode-episode itu dalam sebuah susunan koheren. Ini berarti pembaca diajak untuk masuk dalam sebuah ruang permenungan yang bebas yang jika diolah dengan baik akan membawa pembaca masuk kepada lorong-lorong filosofis yang menarik.
  • Dengan kondisi ini, pembaca mau tidak mau harus melibatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order thinking) dalam membaca cerpen-cerpen ini. Ini berarti cerpen ini punya segmen pembaca yang tidak sembarang, sekurang-kurangnya kelompok yang tidak hanya meminati atau menikmati karya-karya sastra sebagai bacaan pelepas lelah tetapi lebih dari itu mereka yang harus ikut berpikir dan berimajinasi bersama pengarang.
  • Pada akhir dari cerpen, pengarang memberikan kejutan-kejutan yang menarik dengan menampilkan pengalaman klimaks yang luar biasa.

Ruteng, 11 Agustus 2018

Marsel R. Payong adalah dosen di STKIP St. Paulus Ruteng. 

Bagikan ke:

3 Comments

  1. TRADING LEBIH MUDAHAnda ingin modal kecil dengan keuntungan hingga 80%?Segera bergabung di Hashtag Option, kunjungi linknya https://tinyurl.com/yc9xxzj9Nikmati payout hingga 85% dan Bonus Depo pertama 10%** T&C Applied dengan minimal depo 50.000,- bebas biaya admin.Proses deposit via transfer bank lokal yang cepat dan withdrawal dengan metode yang samaAnda juga dapat bonus referral 1% dari profit investasi tanpa turnover……Rasakan pengalaman trading yang luar biasa!!!

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *