Om Rafael Sisir Banting, Banting Kiri

Apakah yang paling mudah diatur oleh seorang lelaki agar menampakkan pesona? Jawabannya adalah rambut. Ya, rambut. Tinggal mengganti model rambut, seorang lelaki akan menjadi manusia baru. Bisa sisir banting, bela tengah atau gundul. Apa kabar Om Rafael? 

om rafael sisir banting banting kiri
Kepala gundul, tidak bisa sisir banting | Dok. RanaLino.ID

Om Rafael Sisir Banting, Banting Kiri

Om Rafael tampak sehat hari itu. Lebih ceria dari hari-harinya yang lain. Untuk situasi seperti ini, dia biasanya bilang: “Nana, sesekali kita harus tampil tempias.” Saya menduga, maksudnya adalah necis. Tetapi jangan katakan dugaannmu pada saat itu juga karena Om Rafael tidak suka dikritik saat sedang bahagia. Dia lebih suka makan kristik eh kripik.
Pemandangan hari itu sebagai berikut.
Om Rafael sisir banting dan rambutnya banting kiri dan itu tidak biasa ketika sebagian besar orang pada waktu selalu sisir banting kanan. Om Rafael memang lebih sering terlihat beda, juga pada jalur berpikirnya. Dia berpakaian rapi jali. Rambut disisir banting. Banting ke kiri. “Biar beda,” katanya, “Ke kanan terlalu ramai.”

Sisirnya disimpan di saku belakang celana tisu yang disetrika setajam silet. Om Rafael stel dalam, sisir menyembul manja, semanja sendal jepit yang talinya berwarna merah muda. 

“Mau ke mana, Om?” tanya saya saat berpapasan. 
“Ke kantor desa, Nana.” 
Tanpa diminta atau meminta, saya mengekor, mengikuti jejak langkahnya. Sepanjang perjalanan Om Rafael bercerita tentang kisah masa kecilnya; tentang dua temannya, yang seorang menjadi orang hebat dan yang lain yang menjadi tidak hebat.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

“Saya ingat betul, yang sekarang hebat itu dahulu biasa-biasa saja. Yang tidak hebat itu dahulu juga biasa-biasa saja,” katanya. Saya lalu bertanya bagaimana orang hebat dan tidak hebat dapat sama-sama lahir dari situasi yang sama, jawabnya: 

“Proses belajar dan usaha keras, Nana. Yang hebat tidak mudah putus asa. Kalau saya mau hitung, jumlah soal yang mereka hadapi sama tetapi pada satu titik, yang akhirnya menjadi tidak hebat lantas berhenti sedangkan yang lalu menjadi hebat terus berusaha. Nana tahu? Di saat seseorang berhenti itulah, satu yang lain berhasil. Betapa dekat jarak antara keberhasilan dan putus asa. Dekaaaat sekali.” 

“Sedekat apa, Om?” 
“Sedekat kita punya kampung Pateng ini dengan Ruteng,” jawabnya. 
“Berarti jauh, Om.” 
Om Rafael berhenti, memegang pundak saya, menatap mata saya lalu berkata: “Kau harus percaya bahwa Pateng dan Ruteng itu dekat. Kalau kau berpikir Pateng dan Ruteng itu jauh, betapa sulit kau akan sampai di sana.” Saya menganga. Obrolan itu terlampau absurd kala itu. Sekarang juga masih terasa samar maknanya. 
Tetapi bagaimana pun, sejak hari itu saya berusaha berpikir bahwa Ruteng itu dekat. Hasilnya? Saya berhasil menjadi orang pertama di kelas kami yang melihat Ruteng. Itu kisah kemudian yang hingga kini saya syukuri; gabungan antara kekuatan pikiran dan niat yang kuat *smile
Kisah sekarang adalah kami yang menuju engkau kantor desa. 
“Kita ke kantor desa untuk apa, Om?” 
“Saya mau urus Surat Permandian,” jawab Om Rafael. 
Saya tertawa terbahak-bahak, Om Rafael bertanya mengapa, saya katakan bahwa Surat Permandian itu diurus di Paroki, Om Rafael kembali berhenti, memegang pundak saya sekali lagi, menatap mata saya dan berkata: “Nana harus belajar melihat banyak hal dengan kacamata yang lebih luas. Kita punya Kaur Desa itu juga kita punya Ketua Kelompok. Nah, untuk urus ke Paroki, saya harus dapat surat keterangan Ketua Kelompok yang sekarang ada di Kantor Desa. Maka kita ke sana. Setelah itu kita ke Paroki.” 
Saya protes. Menurut saya, harusnya tadi Om Rafael langsung bilang bahwa ihwal sisir banting kiri dan celana tisunya adalah hendak ke Paroki karena tujuannya adalah mengurus Surat Permandian. Ke Kantor Desa itu hanya sejenak singgah. Om Rafael membantah. Menurutnya ke Kantor Desa adalah juga tujuan. Bukan persinggahan. 
“Tujuan yang satu tercapai dulu, baru kita ke tujuan lain. Hidup itu begitu, Nana. Setef bai setef. Langkah demi langkah. Kalau kau menghargai itu, kau akan sampai.” 
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Saya bertanya apa hubungan nasihat itu dengan kisah dua teman kecilnya tadi, Om Rafael menjelaskan bahwa hidup tak harus tentang hubungan sebab akibat. Kadang hidup adalah penggal-penggal kisah tak berhubungan.

Baca juga: Gratitude Box: Beberapa Langkah

“Tetapi ingat, kita harus selalu pesimis. Yakin. Melihat ke depan,” katanya. 

“Optimis, Om.” 
“Ya ya, mereka keluarga toh,” jawabnya asal membuat saya sedikit kesal. 
Di Kantor Desa, Kaur Desa tak ada. Sedang keluar. Berarti kami tak bertemu Ketua Kelompok. Saya usulkan kami langsung ke Paroki saja, toh semua orang mengenal Om Rafael sebagai pembayar iuran yang setia. Urusan Surat Permandiannya pasti akan dilayani meski tanpa keterangan kelompok. Tetapi Om Rafael menolak mengangkangi proses.

“Saya akan datang lagi besok. Saya tipe yang pesimis.” 

“Optimis, Oooom!” 
“Mereka masih keluarga, Nanaaaaa!”

Lalu dia mengambil sisir, merapikan rambut. Om Rafael sisir banting. Banting kiri. Saya menoleh ke kanan. 
Salam 
Armin Bell 
Ruteng, Flores

Tanggapan Anda?

Scroll to Top
%d bloggers like this: