Om Rafael Mengutamakan Keluarga

Sebagai orang Indonesia, Om Rafael mengerti apa itu ‘mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi dan golongan’. Tetapi yang sering jadi soal adalah ketika ada yang namanya kepentingan keluarga. Apa arti keluarga bagi Om Rafael? 

om rafael mengutamakan keluarga
Keluarga | Courtesy of Drama Musikal Ombeng

Om Rafael Mengutamakan Kepentingan Keluarga

Menurutnya, bagi orang Manggarai kepentingan keluarga haruslah ditempatkan di atas kepentingan yang bukan keluarga. Ya, iyalah. Betapa pentingnya keluarga, bagi Om Rafael, semua hal yang mirip adalah keluarga. Luar biasa sekali orang ini, bukan?
Begini. Kemewahan kecil orang Manggarai kampung-kampung adalah karena bulan dan bintang di langit mereka selalu lebih terang daripada langit kota. Tetapi kisah ini terjadi ketika bulan bulan sedang mati dan bintang sembunyi di balik awan malam yang pekat. Sedang musim hujan di tengah Oktober, saat bintang tak berdaya menembus jarak.

Kami pulang dari rumah paling ujung di kampung setelah selesai ngaji rosario, doa rosario dari rumah ke rumah keluarga Manggarai sebagai devosi. 

Om Rafael berjalan paling depan dengan satu tangan diangkat tinggi memegang obor, persis seperti patung perempuan yang dibuat seniman Prancis itu.

“Saya macam di kalender saja e, Tuang Guru,” katanya kepada Guru Don, “macam itu patung yang di Afrika.” Guru Don bilang bahwa itu namanya patung Liberty dan adanya di Amerika, tetap kita telah lama tahu bahwa bagi Om Rafael, banyak hal di dunia ini yang berkeluarga dekat. 

Baca juga: Kampanye HIV/AIDS, Konsep atau Resep?

Maka dia bilang, tak ada bedanya. Afrika atau Amerika toh mereka keluarga. Karena sama-sama ada “A” dan “rika” dalam nama mereka. Dia juga pernah bilang, Bruce Lee dan Jet Lee dan Barry Prima itu keluarga, karena sama-sama jago berkelahi. Dia juga bilang bahwa konotasi dan konfrontasi itu masih keluarga, karena bunyinya mirip. 

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Konsep keluarga ini begitu penting rasanya bagi Om Rafael. Sehari setelahnya saat saya berkunjung ke rumahnya, saya tanyakan itu: tentang mengapa dalam setiap hal yang keliru karena kemiripan, Om Rafael selalu dengan enteng menjawab keluarga? 

“Karena keluarga memang harus mirip, to? Macam kau dengan kau punya kakak. Muka mirip. Karena keluarga. Kalau kau keluarga dengan Jet Lee, kau pasti jago berkelahi,” katanya berhujan-hujan. Ya, saking bersemangatnya, hujan terbit dari mulutnya pada setiap kata. Saya tangkis. Tidak berhasil. Beberapa butir tetap mampir di pipi. Siapakah yang dapat menangkis ciprat air dengan tangan? Saya tidak. Mungkin Jet Lee bisa, tapi kami bukan keluarga, hadeeeeh… 
Katanya lagi: “Nana, di mana-mana, keluarga itu mirip. Ya mukanya, kata-katanya, rambutnya, seleranya, mirip. Itu ada peribahasanya. Air cukuran atap jatuhnya ke peribahasa juga.” 
“Pelimbahan, Om. Bukan peribahasa. Terus itu tadi bukan cukur, tapi cucur. Cucuran,” kata saya. 
“Apa? Cucur? Mana? Enak itu kue, Nana. Saya dengan saya punya anak suka itu kue cucur. Itu to? Kami mirip. Karena keluarga,” sambung Om Rafael asal. 
Saya abaikan. Om Rafael juga senang bahwa soal cukur mencucur itu selesai. Dia lanjutkan pembicaraan tentang keluarga. Menurutnya, keluarga itu penting. 
Apa pun yang kita lakukan tanpa dukungan keluarga, biasanya sulit berhasil. “Karena itu, harus hiang keluarga. Hargai. Hormati. Karena kalau kau gagal, bahu mereka selalu ada menampung tangismu,” pungkasnya. 
Baca juga: Kampanye

Saya terpana. Berpikir tentang betapa baiknya keluarga; tempat setiap tangis paling lara mendapat bahu. Saya pamit pulang. Selain karena ingat keluarga, juga karena hari sudah mulai gelap. Sayalah yang bertugas menyiapkan obor malam ini untuk Ngaji Giliran di rumah lain. Di belokan, saya berpapasan dengan seseorang. Baru datang dari tempat jauh tampaknya. Sedang berdiri dengan wajah bingung. 

“Ada apa, Om? Cari siapa?” 
“Aduh, Adek. Saya lagi cari rumah keluarga ta. Tapi saya takut saya terpencar. Saya lupa arah jalan e.” 
“Oh, cari rumahnya Om Rafael?” tanya saya. 

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Dia bersemangat menjawab iya dan penasaran tentang bagaimana saya bisa menebak dengan benar: “Bagaimana Nana tahu saya keluarga dengan Rafael?” 

“Karena tadi Om bilang terpencar. Padahal harusnya tersesat,” jawab saya sopan lalu menunjuk arah rumah Om Rafael. Dia berlalu dengan muka kurang bahagia. Sempat terdengar dia menggerutu: “Masih kecil sudah berani krempeng orang.” Pasti maksudnya kritik. 
Bagaimana pun, Om Rafael benar tentang keluarga. Hargai! Atau, kau akan dengan mudah dilupakan, juga oleh orang lain. Bertahun-tahun kemudian, seseorang menulis: mendoakan adalah cara mencintai paling rahasia. Barangkali sekarang adalah waktu yang tepat melakukan cara rahasia itu. 
Salam 
Armin Bell
Ruteng, Flores

2 thoughts on “Om Rafael Mengutamakan Keluarga”

  1. Penasaran, kapaaann jadi bukunya ini kumpulan kisah om Rafael, Rafael juga nama papa alamarhum. Jadi setiap baca ttg om rafael ingat papa, tapi karakternya jauhhh.hehehe.

Tanggapan Anda?

Scroll to Top
%d bloggers like this: